Bahaya dari virus COVID-19 memang nyata dan mesti diwaspadai. Apalagi muncul beberapa varian baru yang berbahaya dari beberapa negara. Oleh sebab itu, kita tidak boleh menyepelekan pandemi ini karena siapa saja bisa jadi korbannya. Bisa mulai sakit hingga sampai merenggut nyawa.
Seorang narapidana di Amerika Serikat mungkin jadi salah satu bukti berbahayanya pandemi ini. Dirinya sudah lolos dalam suntikan hukuman mati, namun akhir ajalnya malah jadi korban dari pandemi. Lalu benarkah hal itu? Berikut ulasannya.
Romell Broom dan kasus kejahatannya
Narapidana yang satu ini dianggap melakukan kejahatan yang serius sehingga harus berhadapan dengan vonis mati. Bagaimana tidak, Romell Broom diketahui telah melakukan pembunuhan, penculikan dan pemerkosaan terhadap Tryna Middleton yang masih berusia empat belas tahun.
Kejadian tersebut terjadi pada tahun 1984 dan baru terbukti ketika teknologi pelacakan DNA dikembangkan. Romell Broom memang sempat mengelak tuduhan itu, namun tes DNA berkata lain dan dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan tuduhan berlapis seperti itu, hukuman mati pun harus dijatuhkan pada pria ini. Tahun 2009, pihak berwenang pun melakukan eksekusi pada Romell Broom.
Lolos dari hukuman mati
Dilansir dari laman Republika, narapidana ini ternyata bisa lolos dari hukuman mati yang diberikan pada tahun 2009. Bukan karena grasi atau remisi, namun murni penyebab lain yang lumayan unik. Usut punya usut, saat akan melakukan suntikan racun pada Romell Broom, pembuluh darahnya tidak ditemukan. Jadi alih-alih meninggal, dirinya hanya merasakan rasa sakit yang sangat parah.
Bahkan suntikan racun itu diberikan beberapa kali, namun nyatanya tidak menghasilkan apa-apa. Alhasil eksekusi mati yang ditujukan untuk Rommel Broom ini ditangguhkan sampai menemui metode yang cocok. Pasalnya meskipun hukuman mati, tapi harus dibuat supaya tidak menyiksa agar tersangka tidak mengalami penderitaan.
Melakukan segala upaya supaya bebas
Dalam masa penantian hukuman mati Romell Broom ini, tentunya dilakukan beberapa pembelaan supaya bisa lolos di eksekusi selanjutnya. Dia merasa tak seharusnya menerima hukuma lagi, karena dalam eksekusi pertama tidak benar-benar gagal. Romell Broom sudah merasakan sakit yang luar biasa dan tak mau mengulangi penderitaan itu lagi.
Bahkan pada eksekusinya waktu itu, dia bersifat kooperatif dengan sang eksekutor. Ia membantu melemaskan jari-jarinya supaya memudahkan menyuntikkan racun. Beberapa lembaga seperti Kelompok kampanye Amnesty International berusaha menyelamatkannya dari hukuman mati. Hingga pihak pengadilan akan menetapkan eksekusi berikutnya pada tahun 2022 karena adanya beberapa pertimbangan.
COVID-19 jadi malaikat mautnya
Meskipun Romell Broom bisa lolos dari suntikan racun, namun rupanya dirinya tidak bisa kebal dari virus Corona. Dilansir dari laman Suara, pria yang satu ini akhirnya menghembuskan napas terakhirnya karena indikasi terinfeksi COVID-19. Hal itu karena Romell Broom ternyata masuk daftar narapidana indikasi COVID-19 dengan beberapa tahanan lainnya.
Ya, kemungkinan saat di lingkungan penjara dirinya melanggar protokol kesehatan yang ditentukan, sehingga terinfeksi oleh orang lain. Dengan kematiannya ini, secara otomatis kasus dari Romell Broom otomatis ditutup. Tidak ada yang mengira akhir nasib dari tahanan eksekusi mati ini harus juga jadi daftar korban akibat pandemi.
BACA JUGA: Dituduh Jadi Pembunuh dan Hampir Dihukum Mati, Akhirnya Pria Ini Terbukti Tidak Bersalah
Ya, memang namanya takdir, tidak ada yang mengetahuinya selain Yang Maha Kuasa. Di masa pandemi ini, kita harus pintar-pintar untuk jaga diri dan keluarga. Karena setiap orang punya resiko untuk terinfeksi bahkan menularkan ke orang lain.