Selama satu bulan belakangan, seliweran video tentang resesi dan cara menghadapinya dari para influencer keuangan. Topik tersebut mulai ramai dibicarakan setelah nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah dan naiknya suku bunga di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena Amerika Serikat mengalami inflasi yang menembus angka 9,1 persen pada Juni 2022.
Bukan cuma AS, perkembangan ekonomi berbagai negara juga cukup mengkhawatirkan, tak terkecuali Indonesia. Apakah sebenarnya resesi dan penyebabnya? Bagaimana cara menghadapinya? Simak ulasan selengkapnya berikut.
Penyebab resesi
Resesi adalah kondisi di mana aktivitas ekonomi mengalami penurunan yang signifikan dalam kurun waktu lama dan stagnan, bisa dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Resesi ekonomi terjadi karena berbagai hal, seperti meningkatnya jumlah pengangguran, penurunan ritel, produk domestik bruto (PDB) negatif, sampai pertumbuhan ekonomi yang negatif, setidaknya selama dua kuartal berturut-turut (satu kuartal adalah tiga bulan). PDB sendiri merupakan jumlah produksi barang atau jasa yang sudah dihasilkan oleh unit produksi di suatu daerah pada waktu tertentu.
Sementara itu, menurut laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia kuartal I 2022 mengalami pertumbuhan sebesar 5,01 persen dibandingkan kuartal I tahun sebelumnya. Sementara itu, pada kuartal II 2022, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan sebanyak 5,44 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Kenaikan harga kebutuhan pokok di Indonesia
Inflasi yang berlebihan, menjadi salah satu penyebab terjadinya resesi. Inflasi adalah proses meningkatnya harga secara terus-menerus. Indonesia saat ini mengalami inflasi yang tertinggi dalam 7 tahun terakhir. Menurut data Bank Indonesia (BI), tingkat inflasi di Indonesia mencapai 3,21 persen. Angka tersebut naik daripada bulan sebelumnya yang sebesar 3,04 persen. Kenaikan harga bahan pokok sudah terjadi di Indonesia, seperti telur, minyak goreng, cabai, dan kebutuhan pokok lainnya.
Angka inflasi Indonesia sempat mencapai 4,94 persen pada Juli 2022. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, angka inflasi tersebut masih tergolong menengah. Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa kenaikan harga makanan diakibatkan oleh harga pangan global dan cuaca yang mengganggu pasokan makanan. Terkait harga pangan global, hal itu terjadi salah satunya karena perang Ukraina dengan Rusia.
Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai terdampak inflasi. Misalnya saja, pemilik warteg yang harus menyesuaikan diri karena harga kebutuhan pokok makanan meningkat. Di sisi lain, pendapatan kebanyakan masyarakat Indonesia tidak ikut meningkat sehingga tidak dapat mengimbangi kenaikan harga kebutuhan pokok.
Gelombang PHK massal di Indonesia
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform Economics (CORE) Mohammad Faisal, inflasi Indonesia akan mencapai 6 persen pada tahun ini. Diperkirakan pula angka inflasi meningkat pada 2023. Hal tersebut pun berpengaruh pada sektor investasi, sehingga salah satu akibatnya adalah adanya gelombang PHK. Beberapa bulan ini sudah mulai terlihat perusahaan start-up dan perusahaan di bidang lain mulai melakukan PHK massal. Kejadian itu juga disebabkan karena biaya bahan baku dan biaya angkutan naik, tetapi daya beli masyarakat tidak ikut meningkat.
Cara menghadapi resesi
Sejumlah cara dilakukan oleh pemerintah untuk mengendalikan inflasi, salah satunya tetap mensubsidi bahan bakar minyak, listrik, dan gas elpiji. Pemerintah juga akan memberikan bantuan sosial. Sementara itu, masyarakat umum juga dapat melakukan beberapa cara untuk menghadapi resesi. Seperti menghindari utang jangka panjang, tetap melakukan pembelian sewajarnya terutama pada produk UMKM agar roda ekonomi tetap berputar, menambah penghasilan, dan meninjau kembal investasi yang telah dilakukan.
BACA JUGA: Mendulang Emas dari HP Rusak dan Barang Elektronik Bekas Lain, jadi Bisnis yang Menggiurkan
Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat selama dua kuartal 2022 ini. Namun, tidak ada salahnya untuk mengatur keuangan dengan lebih baik. Selain itu, sebaiknya tidak merasa takut akan unggahan influencer keuangan yang cenderung menakut-nakuti.