Siapa yang tak kenal sosok Pramoedya Ananta Toer? Ya, pria ini adalah sosok yang bikin bangga Indonesia lewat puluhan karyanya yang fenomenal. Soal karya tulisan memang pria asli Blora, Jawa Tengah ini tak perlu diragukan, banyak dari karyanya yang melejit bahkan sebagian besar sudah diterjemahkan ke dalam 40 bahasa asing. Mungkin sampai saat ini belum ada sosok pengarang baru yang bisa menandingi betapa legendarisnya beliau.
Meskipun sangat fenomenal dan luar biasa, namun soal hidup, sosok yang dikenal dengan nama kecil Pram ini, harus mengalami perjuangan hebat. Tak hanya yang bersinggungan dengan pendidikan, tapi juga hal-hal lainnya termasuk asmara. Begitu berliku kehidupannya, sampai-sampai setiap aspek darinya bisa kita jadikan pelajaran.
Lalu, seperti apa kehidupan sang maestro ini? Ketahui lewat ulasan berikut.
Pram tak pernah menerima ijazah
Banyak dari kita mungkin berpikir bahwa sosok Pram merupakan seorang sastrawan yang pernah mengenyam pendidikan sangat baik khususnya di bidang sastra. Namun faktanya Pram kecil pernah tiga kali tidak naik kelas saat SD. Itulah yang kemudian membuat ayahnya turun tangan mengajari Pram secara langsung dan tidak mendaftarkannya melanjutkan pendidikan di tingkat SMP.
Namun kemudian ibu Pram lah yang menyekolahkannya di Surabaya dengan biaya pas-pasan. Sampai-sampai beliau tak mampu membeli peralatan untuk ujian praktek. Namun nilai-nilai Pram terbilang cukup baik saat itu dan berhasil lulus. Meski demikian ijazah Pram yang sudah dikirim ke Bandung tak tidak pernah diterimanya karena saat itu kondisi memanas akibat Perang Dunia II di Asia.
Pram yang gigih mengejar perempuan idamannya
Kehidupan asmara Pram juga penuh dengan masalah. Karena pekerjaannya sebagai penulis tidak bisa memberinya penghasilan tetap untuk menafkahi sang istri, beliau kemudian diusir oleh mertuanya dan perkawinannya pun terpaksa harus berakhir. Namun hal tersebut justru membuat Pram menemukan sosok Maemunah.
Maemunah dikenal sebagai istri yang setia mendampingi Pram apapun situasinya. Pertama kali Pram melihat Maemunah dalam sebuah pameran buku. Perempuan itu merupakan salah satu penjaga stand di sana dan demi mendapatkan hati Maemunah, Pram setiap hari mengunjungi pameran tersebut dan bertindak seolah-olah menjadi penjaga stand menemani Maemunah. Sikap tersebut sampai-sampai membuat Presiden Soekarno mengatakan sebuah perumpamaan ‘buaya kedahuluan buaya’ pada Pram.
Dapat menerbitkan masterpiece meskipun di penjara
Kepiawaian Pram dalam menulis memang tak perlu diragukan lagi. Beliau selalu bisa membuat karya legendaris dalam kondisi apapun termasuk saat di penjara. Penjara sepertinya menjadi tempat yang tak bisa dipisahkan dari hidupnya. Bayangkan saja beliau pernah dijebloskan ke penjara dalam tiga periode Indonesia, jaman Belanda, Orde Lama, dan Orde Baru.
Alasan beliau dimasukkan dalam penjara pun bermacam-macam, mulai dari keterlibatan Pram dalam pasukan pejuang kemerdekaan di jaman penjajahan Belanda, tulisannya tentang pembelaan nasib kaum Tionghoa yang tak disukai Orde Lama, sampai tuduhan keterlibatannya dalam G30S PKI. Tapi karya-karyanya tetap selalu muncul termasuk masterpiece seperti ‘Arus Balik’ dan ‘Tetralogi Buru’.
Menyimpan resep rahasia panjang umur
Pramoedya Ananta Toer juga dikenal sebagai salah satu tokoh yang panjang umur. Beliau meninggal di usia 81 tahun dengan meninggalkan banyak sekali tulisan yang akan selalu dikenal. Jika ditanya apa resep rahasianya, jawaban Pram sangat sederhana yaitu perbanyak senyum, atur pernafasan, mengonsumsi bawang putih, dan juga minum anggur merah.
Selain itu Pram juga memiliki kebiasaan olahraga yang sangat unik yaitu mencangkul. Sebelum menderita stroke di tahun 2000, beliau menjaga kesehatannya dan menghabiskan waktu dengan mencangkul karena katanya kebiasaan tersebut sudah dilakukannya sejak menjalani kerja paksa di Pulau Buru.
Pram pernah menolak tawaran sutradara Amerika
Karya-karya Pram yang sangat fenomenal tak sedikit yang menarik para sutradara untuk membuat versi filmnya. Awalnya ada beberapa tulisannya yang difilmkan di negara-negara asing dan peredarannya dilarang di Indonesia. Setelah itu ada juga karya legendarisnya Tetralogi Buru, Gadis Pantai, Mangir, dan lainnya setuju difilmkan oleh sutradara Indonesia.
Sebelumnya ada seorang sutradara terkenal Amerika bernama Oliver Stone yang ingin membeli hak memfilmkan karya “Bumi Manusia” dengan harga belasan miliar rupian, namun Pram menolaknya karena kabarnya beliau ingin orang Indonesia yang mengerjakan film tersebut.
Itulah lima fakta menarik tentang penulis kebanggaan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer yang tulisannya akan tetap di hati para penggemar sastra. Seperti kata-kata yang selalu beliau lontarkan, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”