Stigma buruk yang tersemat pada kepolisian kita sepertinya masih belum benar-benar bisa hilang dengan tuntas. Bahkan sekalipun petugas kepolisian belakangan sudah melakukan aksi-aksi sangar, mulai dari kasus Bom Sarinah, kopi maut, sampai yang terakhir soal Kalijodo itu. Sebenarnya bukan salah masyarakat juga jika bersikap demikian. Oknum-oknum polisi yang kerap berbuat sebaliknya dari apa yang harusnya mereka lakukan, disinyalir masih tetap ada.
Namun, sangat salah kalau kita menggeneralisir semua polisi dengan stigma. Pasalnya, masih banyak dari mereka yang benar-benar melaksanakan sumpah setia bahkan berdedikasi penuh untuk masyarakat. Tak cuma itu, beberapa polisi juga kerja sambilan untuk memenuhi kebutuhannya. Ya, mereka memilih bekerja sampingan daripada harus berlaku tidak jujur.
Nah, berikut adalah kisah-kisah inspiratif para polisi yang akan membuat kita menarik kata-kata buruk yang pernah terlontar untuk mereka.
Berita tentang Aiptu Ruslan ini belakangan bikin heboh netizen dan sukses pula mendapatkan apresiasi luar biasa. Bagaimana tidak, Aiptu Ruslan yang sehari-harinya bekerja di Polsek Pidie di Aceh, ternyata punya pekerjaan sambilan yang sangat unik. percaya atau tidak, beliau menjadi tukang sol sepatu ketika jam dinasnya usai.
Aiptu Ruslan menempati salah satu sudut pasar di dekat tempat tinggalnya. Di sana ia bergulat dengan sepatu-sepatu pelanggannya yang butuh reparasi. Tentang pekerjaannya itu, Aiptu hanya tersenyum ketika ditanya ‘kenapa’. Dengan santai beliau menjawab, “Mencari rezeki itu yang penting halal.” Selain giat, Aiptu Ruslan ini juga dikenal sebagai pribadi yang jujur dan sederhana. Jika jadi polisi, tugas beliau adalah memberikan penyuluhan kepada warga yang ada di desa-desa. Jujur dan apa adanya, Aiptu Ruslan patut jadi contoh.
Sama seperti kisah Aiptu Ruslan, seorang Polwan bernama Bripda Eka juga pernah bikin heboh gara-gara pekerjaan sampingan yang dimilikinya. Ya, Polwan manis ini bekerja sambilan sebagai tukang tambal ban. Sungguh hal yang kontras sebenarnya, apalagi ia adalah seorang wanita. Namun, cerita di balik itu akan membuat kita terkesima.
Bripda Eka terlahir di keluarga yang tidak kaya. Ayahnya bekerja sebagai tukang tambal ban dan ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga biasa. Melihat kondisi keluarga yang seperti ini, Bripda Eka pun tak berpikir banyak selain membantu apa yang ia bisa lakukan, kemudian ia pun bergelut dengan ban-ban berlubang milik pelanggannya. Bahkan kadang ia bekerja sendirian ketika sang ayah sakit. Salut dengan polwan satu ini!
Jadi tukang bakso sebenarnya bukan yang diinginkan Brigadir Wawan. Namun, jika ia tidak melakukan ini, ia takut nasib sang anak tidak akan lebih baik. Ya, sang brigadir membutuhkan banyak uang untuk biaya pengobatan buah hatinya. Profesi ini dijalaninya sudah beberapa lama dan hasilnya cukup lumayan meskipun ia kerap mendengarkan selentingan yang tidak menyenangkan.
Brigadir Wawan menjalani profesi keduanya ini ketika ia usai berdinas di kepolisian, biasanya di sore hari. Sang istri sendiri berjualan sejak pagi. “Gaji saya cuma Rp 2,4 juta sebulan. Tidak cukup untuk membeli obat. Saya setidaknya butuh Rp 3 jutaan,” begitu ungkap Brigadir Wawan ketika ditanya kenapa ia sampai harus berjualan bakso. Potret polisi yang tentu sangat jarang sekali. Harusnya ini bisa membuka mata kita untuk tidak selalu menuduh yang buruk-buruk kepada kepolisian.
Memberantas kejahatan memang wajib, namun tak kalah penting pula untuk memberikan anak-anak pendidikan agama. Dua hal inilah yang dilakukan oleh seorang polisi bernama Kompol Kasdi. Pagi harinya beliau menegakkan keadilan, sore harinya mengajarkan agama dengan menjadi guru ngaji anak-anak.
Polisi yang bekerja di Polres Kutai Barat ini sudah dua tahun lebih menjadi guru agama, dan beliau melakukan ini secara cuma-cuma hanya demi agar anak-anak bisa mengenal agama dan bisa baca Al-Qur’an. Awalnya memang susah karena anak-anak sudah lekat dengan image polisi yang seram. Namun, berkat pendekatan halus serta sikap lemah lembut, akhirnya sang Kompol bisa memenangkan hati anak-anak.
Polisi satu ini memang pantas untuk diberi penghargaan pahlawan tanpa tanda jasa plus pengayom masyarakat. Alasannya, Aiptu Jaelani menjalankan profesinya sebagai polisi dan juga menjadi seorang guru. Ya, guru, lebih tepatnya guru honorer.
Menjadi guru mungkin bukan pekerjaan utamanya, namun Aiptu Jaelani benar-benar sangat serius dengan pekerjaan ini. Bukan demi tambahan gaji, ia hanya ingin anak-anak yang ada di sekolah yang dibangunnya secara swadaya bersama masyarakat setempat itu bisa mendapatkan pendidikan yang baik. Aiptu Jaelani menjalani ini di sela-sela waktunya berdinas. Satu atau dua jam sehari. Bahkan ia bisa full time ketika sedang libur. Satu hal lagi, sang Aiptu tidak menerima gaji apa pun dari kegiatan ini. Ia murni melakukan ini demi anak-anak dan dunia pendidikan.
Inilah para polisi fenomenal yang kisahnya sangat menginspirasi. Mereka jauh dari yang namanya pungli atau ketidakjujuran yang sering jadi stigma polisi selama ini. Masih banyak polisi-polisi lain yang benar-benar berjuang demi masyarakat, bahkan mereka mungkin juga punya cerita kehidupan di luar kepolisian yang tak kalah inspiratif dari deretan kisah di atas.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…