Perseteruan antar suporter memang selalu ada di tim kesebelasan manapun. Di Indonesia sendiri, begitu banyak konflik yang terjadi antar pendukung sepak bola. Salah satu yang mendarah daging adalah permusuhan antara Bonek (suporter Persebaya Surabaya) dan Aremania (suporter Arema Indonesia). Kedua kubu penggemar bola tersebut seolah tak pernah mengenal kata damai, bahkan sejak puluhan tahun lalu.
Namun, setiap permusuhan tentulah memiliki sejarah tersendiri. Tahukah kamu apa yang mendasari selisih paham antar dua golongan tersebut? Berikut ini adalah beberapa poin yang diduga menjadi latar belakang buruknya hubungan dua fans kesebelasan tersebut.
Berawal dari tawuran Tambaksari
Tanggal 23 Januari 1990 diduga adalah awal mula terjadinya konflik antar dua kubu tersebut. Saat itu, para suporter bola tengah menyaksikan konser Kantata Takwa di Tambaksari, Surabaya. Sekitar 30 menit pertama sejak konser dimulai, para Bonek merasa geram karena area di depan panggung dikuasai oleh para arek Malang, terlebih mereka terus bersorak, “Arema… Arema…” Bonek yang merupakan tuan rumah merasa terganggu.
Mereka pun menambah rombongan lebih banyak untuk berusaha memukul mundur orang-orang Malang sampai keluar dari Tambaksari. Namun, para Aremania tak begitu saja menyerah saat diusir oleh tuan rumah. Mereka melakukan perlawanan di luar Stadion. Tawuran hebat pun tak bisa dielak lagi, bahkan berlanjut sampai di sekitar Stasiun Gubeng. Perselisihan tersebut berlanjut hingga tahun-tahun yang lain. Tahun 1992, tawuran pun kembali terjadi di lokasi yang sama. Namun, saat itu para Bonek sengaja menguasai depan panggung lebih awal. Mereka juga menghalau kedatangan Aremania yang berniat masuk kawasan Tambaksari. Perkelahian pun tak bisa dihindari.
Pemberitaan media yang dituding sangat tidak adil
Versi lain juga mengatakan jika konflik antara pendukung Persebaya dan Arema berawal dari adanya kecemburuan Aremania atas pemberitaan media Jawa Timur. Hal itu karena media Provinsi jarang sekali memberitakan kemenangan Arema atau Persema saat dua tim tersebut juara.
Media tersebut dinilai melakukan diskriminasi, sebab mereka selalu gencar mengekspos berita-berita tentang Persebaya. Bahkan selalu menjadi headline meski klub yang diidolakan Bonek tersebut hanya melakukan latihan rutin di waktu senggang. Para suporter Arema pun mulai jengah dan timbul rasa benci pada kesebelasan lawan, termasuk para suporter-nya.
Malang yang dulu selalu diremehkan
Menurut cerita lain, dijelaskan bahwa pendahulu Persebaya seperti H. Barmen dan Mudayat sangat meremehkan Malang. Mereka juga mengatakan jika tim-tim asal Malang tidak akan pernah bisa mengalahkan tim Surabaya. Jangankan menang, bermain seri saja akan sangat berat bagi tim Singo Edan. Pernyataan tersebut konon tertulis dalam media.
Pemberitaan itu kontan saja menyakiti hati para suporter Malang. Saat ada berita tentang rencana kedatangan Bonek ke Malang, para Aremania pun bersiap mencegat pasukan dari Surabaya itu. Sayangnya, saat Aremania berada di sekitar pertigaan Karanglo dan Singosari, mereka dihadang oleh para polisi. Suporter yang marah hanya bisa melampiaskan kekesalan dengan merusak dan memecahkan kaca-kaca mobil dengan plat L. Mereka juga membuat spanduk-spanduk bertuliskan “Kalahkan Persebaya, Bungkam Mulut Besar Barmen dan Mudayat”.
Adanya campur tangan media yang mengadu domba
Pada dasarnya, Surabaya dan Malang adalah dua kota yang bertetangga. Hubungan kedua suporter bola sebelumnya juga adem ayem saja. Namun, menurut beberapa sumber, memburuknya hubungan dua kubu tersebut diawali oleh pemberitaan media yang berbau ‘adu domba’.
Salah satu contohnya, berita tentang pemain Malang yang katanya melakukan permainan kasar hingga sengaja membuat pemain Persebaya terjatuh. Adanya berita tersebut sontak saja membuat hubungan Arema dan Persebaya makin memanas. Arek-arek Suroboyo pun merasa dendam pada para suporter Malang, dan selalu ingin menghajar demi membalas kelakuan para pemain Arema yang dianggap penuh kecurangan.
Suporter kesebelasan Malang zaman dulu yang dianggap perusuh
Di era 80-an hingga 90-an, para suporter bola di Malang merupakan geng-geng yang gemar melakukan aksi tawur antar kampung. Tak jarang perkelahian mereka juga memakan korban. Namun, setelah dimediatori oleh Bung Ovan Tobing, aksi brutal tersebut bisa diredam.
Mereka diajak berdamai atas nama Arema. Para fans sepak bola tersebut bersama mendukung tim kesayangan mereka. Meski demikian, adanya latar belakang tawuran tersebut membuat membuat mereka diberi cap tukang perusuh oleh kubu lain.
BACA JUGA: Mendobrak Rivalitas, Inilah 5 Pesepakbola yang Pernah Berseragam Persebaya dan Arema
Meskipun pernah sangat tidak cocok, namun belakangan upaya untuk penyatuan kedua klub ini cukup sering dilakukan. Beberapa kali pertemuan internal antar perwakilan suporter juga dilakukan. Masih ada sedikit gesekan memang, tapi harapannya ke depannya nanti keduanya bakal semakin damai dan saling menghormati satu sama lain.