Tidak ada yang dapat menandingi semangat anak-anak ini. Untuk dapat bersekolah mereka harus melalui perjalanan panjang yang kerap membahayakan jiwa dan keselamatan mereka. Bahkan kalian mungkin tidak percaya melihat fenomena tersebut terjadi di zaman yang notabene sudah maju seperti ini.
Namun ini adalah fakta, ada beberapa daerah di luar sana yang memang belum tersentuh pembangunan sama sekali. Hasilnya, banyak anak-anak yang belum atau malah tidak mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan formal. Menurut data UNESCO ada sekitar 57 juta anak yang tidak bersekolah dan ratusan anak tinggal di daerah terpencil dari planet ini yang mempertaruhkan hidup mereka dengan cara yang tidak bisa dibayangkan demi pergi ke sekolah. Berikut kisah lengkapnya.
Lihatlah gambar berikut ini, betapa beraninya mereka atau malah terkesan nekad anak-anak ini meniti seling baja sebuah jembatan yang sudah roboh untuk dapat mencapai sekolahan. Entah dari mana mereka mendapatkan keberanian untuk melakukan hal tersebut. Pasti kalian juga berfikiran yang sama saat melihat gambar anak-anak yang memiliki semangat baja berjalan melintasi seling baja sepanjang 30 meter di atas sungai yang mengalir.
Ini adalah sebagian kecil rute perjalanan mereka, setidaknya mereka masih harus berjalan sejauh hampir 10 kilometer melewati hutan untuk sampai di sekolahan mereka yang berada di kota Padang. Ada sekitar 20 murid yang berasal dari desa Batu Busuk yang setiap hari melakukan perjalanan menantang maut seperti ini setiap harinya. Itu harus mereka lakukan 2 kali setiap hari yaitu saat berangkat dan pulang sekolah.
Kegiatan seperti ini mereka lakukan semenjak jembatan yang ada di desa mereka hancur setelah diterjang arus sungai saat terjadi hujan deras. Para generasi penerus bangsa yang pemberani ini selalu siap dengan resiko cidera bahkan kematian yang sewaktu-waktu mengancam nyawa mereka.
Di Tiongkok para guru di awal masa tugasnya mereka akan ditempatkan di daerah yang sangat terpencil di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang. Di sana hidup 80 anak-anak sekolah yang harus berjalan merayapi tepian gunung yang curam untuk dapat sampai di sekolah mereka.
Rute yang harus mereka lewati adalah jalan setapak yang dibangun di tepi tebing yang curam, lebarnyapun hanya cukup untuk menapakkan kaki mungil mereka. Perjalanan sejauh lebih dari 125 kilometer ini membutuhkan waktu dua hari dua malam untuk mencapai asrama sekolah mereka. Selama perjalanan mereka harus melintasi empat sungai beku, jembatan rantai sepanjang 400 meter dan empat jembatan papan tunggal yang mengerikan. Semua ini mereka lakukan demi mendapatkan pendidikan. Sungguh luar biasa semangat mereka.
Pada tahun 2013 jembatan yang melintasi sungai Ciherang ambruk terkena banjir. Sejak ambruknya jembatan itu para siswa harus menggunakan rakit darurat yang terbuat dari kayuuntuk menyeberangi sungai. Hal ini dilakukan karena lambannya pemerintah yang tak kunjung membangun jembatan baru untuk mereka.
Dampak paling terlihat adalah secara tidak langsung anak-anak ini terpaksa mencari alternatif lain untuk menyeberangi sungai untuk pergi ke sekolah yaitu dengan menggunakan rakit sederhana. Sejak saat itu anak-anak ini berangkat ke sekolah menggunakan rakit rapuh dan sempit untuk melintasi sungai yang terkenal dengan wisata arung jeramnya tersebut.
Bocah-bocah ini harus meluncur menggunakan kabel baja untuk melintasi lembah yang dipisahkan oleh sungai Rio Negro di Kolombia. Mereka tinggal di pedalaman hutan hujan yang berada sekitar 40 kilometer sebelah tenggara ibukota Bogota.
Adalah kabel baja yang mereka bangun di ketinggian 400 meter di atas sungai dengan panjang luncuran 800 meter, itulah satu-satunya akses untuk melintasi sungai tersebut. Setiap harinya anak-anak ini harus meluncur dengan kecepatan 60 kilometer per jam dalam waktu satu menit untuk mencapai sisi lembah yang lain. Jika diperhatikan sepintas cara ini benar-benar ekstrim untuk dilakukan oleh anak-anak seumuran itu.
Di desa ini, untuk pergi ke sekolah anak-anak harus mendaki sejumlah tangga kayu yang sempit dan nampak benar-benar tidak aman untuk dilalui. Murid-murid yang mungil ini setiap hari melakukan perjalanan yang membahayakan jiwanya ketika berangkat menuntut ilmu dan sama sekali tidak ada pengaman atau tindakan pengamanan atas rute ini.
Desa Zhang Jiawan terletak jauh di pegunungan Badagong yang memiliki karakteristik sangat curam. Sehingga satu-satunya jalan lain yang dapat dilalui adalah dengan melewati jalan memutar lintas negara yang akan memakan waktu hingga 4 jam. Orang tua sangat cemas tiap kali anak-anak mereka berangkat ke sekolah namun mereka ingin anaknya mendapatkan pendidikan yang layak. Butuh perjuangan besar dalam melewati tangga yang reot demi pendidikan yang layak.
Sebuah desa pegunungan Gulu terletak di tebing yang menjorok jauh dari Canyon sungai Dadu, Tiongkok. Orang-orang yang tingga di sana adalah kelompok etnis Yi. Anak-anak desa Gulu harus berjalan kaki untuk menuju sekolah dengan melalui rute zigzag atau berliku-liku yang tajam dan berbahaya sepanjang bibir tebing.
Rute ini sangat berbahaya karena lokasinya yang terpencil dan jalan tersebut sangat sempit dan curam dengan jurang yang menganga di bawahnya. Di desa ini hanya terdapat bangunan SD saja, mereka juga membangun sebuah lapangan basket di ruang kosong di depan sekolah yang praktis hampir tidak pernah digunakan sebab mereka khawatir jika bola basket mereka jatuh ke dasar jurang.
Daerah di Meghalaya, India ini memang dikenal sebagai salah satu tempat terbasah di dunia yang mana di daerah ini memiliki curah hujan 467 inci per tahun. Selama bertahun-tahun penduduk di desa Mawsynram telah terbiasa menggunakan akar pohon karet yang digunakan sebagai jembatan alami untuk melintasi sungai.
Tak ketinggalan anak-anak di desa ini juga harus berjuang ke sekolah dengan melewati jembatan hidup ini. Selain itu mereka juga harus naik dan turun bukit dengan menggunakan tangga buatan dari pohon guna mencapai lokasi sekolahan.
Itulah ketujuh kisah perjalanan menantang maut yang dilakukan oleh anak-anak untuk mencapai sekolah mereka. Sungguh membuat hati siapapun menjadi bergetar melihat semangat mereka yang sangat besar. Mungkin ini bisa menjadi pukulan telak bagi mereka yang hidup di perkotaan tetapi malah malas bersekolah. Mestinya kita lebih bersemangat karena memiliki akses yang mudah saat menuju sekolahan, bayangkan apakah Anda bisa menjalani hidup seperti yang anak-anak hebat ini lakukan?
Kaesang Pangarep, anak bungsu Presiden Joko Widodo, dan istrinya, Erina Gudono, heboh dibicarakan publik karena…
Jessica Kumala Wongso, terpidana kasus kopi sianida akhirnya menghirup udara bebas. Dinyatakan sebagai orang yang…
Kasus perundungan ternyata tidak hanya marak di kalangan pelajar dan mahasiswa. Bahkan ketika sudah memasuki…
Indonesia patut berbangga pada Veddriq Leonardo. Ketika harapan untuk meraih medali emas Olimpiade Paris 2024…
Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia yang ke-79, ada kado baru yang dipersembahkan Pemerintah…
Mukbang merupakan salah satu kategori konten yang sangat disukai masyarakat media sosial. Suatu jenis siaran…