Bagi negara agraris, hasil panen yang melimpah adalah hal yang ditunggu-tunggu. Gimana enggak? Para rakyatnya sudah pasti bergantung pada hasil bercocok tanam sepanjang tahun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya hidup. Kalau hasil panen mereka kacau, wah berabe jadinya.
Namun, semuanya tetap kehendak Tuhan. Sekeras apapun manusia berusaha, kalau Tuhan berkata tidak ya mau gimana lagi. Ada masanya manusia mengalami gagal panen oleh karena beberapa hal, tapi Tuhan nggak mengubah nasib manusia tanpa usaha sebelumnya. Beberapa orang bahkan rela melakukan hal yang konyol agar panen melimpah. Salah satunya adalah dengan menikahi buaya. Widih. Selain itu apa lagi ya?
Tradisi menikahi buaya ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Berawal dari 2 kubu suku yang bertentangan, yaitu Chontales dan Huaves. Mereka menganggap kelompok masing-masing mampu mendatangkan hasil yang melimpah saat musim panen.
Tak dinyana putra dan putri raja kedua suku tersebut saling jatuh cinta dan menikah. Hingga saat ini wali kota kota San Pedro dianggap mewakili putra raja suku Chontales dan buaya dianggap perwujudan putri raja Huaves.
Berburu rusa atau hewan lainnya di hutan merupakan kegiatan yang sangat menantang, tapi bagaimana kalau berburu nyale atau cacing di tepi pantai? Kayaknya nggak cuma menantang aja, tapi juga sebagai penentu panen tahun ini gagal ataukah sukses. Berburu nyale ini dilakukan di Sumba.
Penduduk Sumba berkumpul di tepi pantai saat bulan purnama, di mana ketika cacing di pantai bermunculan. Pemuka suku atau Rato akan menangkap beberapa cacing dan kemudian bentuk cacing yang didapat akan dibahas pada majelis Rato. Jika cacing yang didapat gemuk-gemuk, makan panen tahun tersebut akan melimpah, jika kurus-kurus yang terjadi adalah sebaliknya.
Alkisah suatu ketika Dewa Siwa memerintah bantengnya yang bernama Bavasa untuk menyampaikan pesan pada manusia agar makan sekali sebulan, mandi dan pijat minyak secara teratur. Namun alih-alih menyampaikan pesan, si banteng malah memelintir perintah Dewa Siwa tersebut sehingga menjadi kebalikannya.
Dewa Siwa murka dan mengutuk Bavasa hidup di bumi serta membantu manusia melakukan pekerjaan ladang, termasuk membajak sawah. Sejak saat itu, masyarakat India melakukan tradisi Mattu Pongal yaitu menghias sapi dengan lonceng dan karangan bunga serta menyembah mereka agar hasil panen melimpah ruah.
Jepang memang terkenal dengan hal yan aneh-aneh. Salah satunyaya adalah perayaan Honen Matsuri. Festival ini adalah untuk merayakan panen yang melimpah sekaligus perayaan kesuburan. Maka dari itu, jangan kaget jika kamu menemui berbagai macam replika alat kelamin pria di sini. Pokoknya jangan sampai ajak anak-anak di bawah 18 tahun untuk pergi menyaksikan festival ini deh.
Berbagai macam cara dilakukan manusia untuk mencapai sesuatu. Beberapa di antaranya masih wajar, tapi ada juga yang terkesan aneh. Semua itu kembali lagi kepada kepercayaan masyarakat yang berlaku di sana. Jika memang hal yang aneh tersebut dianggap wajar, maka tak ada yang salah jika tetap dilakukan. Selain itu, festival panen yang aneh juga kerap menyedot wisatawan dunia.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…