Jelang pesta demokrasi yang akan dilaksanakan pada 17 April nanti, tak hanya calon pemimpin saja yang sibuk kampanye, para pendukung dan rakyat pun sudah menentukan pilihan mereka. Berbagai timeline media sosial sudah ramai akan hashtag dukungan kepada masing-masing calon. Nampaknya, mereka sudah sangat siap untuk datang dan mencoblos saat hari H nanti.
Nah, jika selama ini kita mengenal sistem pemilihan dengan mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang nantinya suara dimasukkan ke dalam kota suara, hal ini nyatanya tidak terjadi di daerah Papua. Penduduk yang berada di ujung timur Indonesia ini masih menerapkan sistem ‘Noken’ yang akan Boombastis jabarkan dalam ulasan berikut.
Tau atau pernah mendengar kata noken? Yap, sebelum ini, Boombastis pernah memuat ulasan tentang noken ini. Noken dikenal sebagai tas asli Papua yang terbuat dari serat kulit kayu. Tak seperti tas lain yang diletakkan di pundak, noken justru diletakkan di kepala.
Tak hanya berfungsi sebagai tas serbaguna ternyata, noken merupakan bagian penting pemilu yang diselenggarakan di daerah masyarakat pegunungan yang tinggal di Papua. Dalam petunjuk teknis KPU Papua Nomor 1 Tahun 2013, noken adalah pengganti kotak suara –karena kotak suara masih sulit didistribusikan di sini. Secara teknis pemilihan ada dua cara yang diterapkan.
Masalahnya, kedua jenis pemilihan ini dinilai tidak demokrasi dan tak sesuai dengan asas pemilu LUBER JURDIL yang salah satu isinya adalah rahasia masing-masing pemilih. Apalagi adanya campur tangan dari kepala suku, yang mewakili penentuan pilihan setiap kepala. Dalam sistem noken ini, yang menjadi masalah adalah pilihan kepala suku yang pastinya sudah bisa diketahui dari jauh hari dia condong ke pasangan mana.
Melansir Vice.com, metode noken jadi tradisi sejak pemilu pertama digelar di Provinsi Papua (waktu itu masih disebut Irian Jaya oleh Orde Baru) pada 1971. Noken ini sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat Papua, tak hanya ketika pemilu tetapi dalam beberapa pengambilan keputusan apapun di masyarakat wilayah adat, itu menggunakan kesepakatan yang didiskusikan bersama kepala suku. Meski masih dilakukan, nyatanya ada banyak pihak yang kontra terhadap noken.
Namun, yang namanya sudah menjadi tradisi sangat susah ditumpas dan dilenyapkan begitu saja, apalagi belum ada solusi yang benar-benar bisa menyelesaikan masalah pengadaan kotak suara secara merata. Dilansir dari IDNTimes.com, Theodorus Kossay, Ketua KPU Papua mengatakan bahwa pemilu di 17 April mendatang ada 12 Kabupaten (Kabupaten Jayawijaya, Lanny Jaya, Tolikara, Nduga,
BACA JUGA: Jangan Cuma Nyoblos, Ini Alasan yang Wajib Kamu Tau Mengapa Jari Harus Ungu Setelah Pemilu
Terkait masalah ini, tindakan perlahan untuk mengubah tradisi dari pemerintah memang diperlukan. Satu suara yang disumbang oleh rakyat Papua sangat bisa menentukan siapa yang akan memimpin Indonesia lima tahun ke depan. Kalau noken yang ‘ngikut’ pada pilihan kepala suku ini terus dipraktikkan, ada banyak kemungkinan kecurangan yang bisa saja terjadi. Iya kan?
Media sosial akhir-akhir ini sedang dihangatkan dengan topik seputar perusakan alam, di mana salah satunya…
Sedang viral di platform media sosial X mengenai kehebohan penemuan bunga Rafflesia Hasseltii. Yang menemukan…
Sumatera berduka setelah banjir bandang disertai tanah longsor menyapu Pulau Sumatera bagian utara. Tak hanya…
Ribuan kabar duka dari Pulau Sumatera. Salah satunya adalah seorang pemuda bernama Erik Andesra, pria…
Masih teringat dahsyatnya bencana alam di Sumatera bagian Utara. Aceh, Medan, Tapanuli, Sibolga, hingga sebagian…
Jangan remehkan kekuatan tumbler. Tak hanya tahan pecah, hilang dikit, dua-tiga orang bisa kena pecat…