Gelar pejuang memang identik dengan mereka yang berada di garis depan peperangan. Namun, jika menyebut nama Burhanuddin Mohammad Diah, sosok tersebut juga pantas mendapat gelar pahlawan. Mungkin namanya tak sepopuler Diponegoro atau Soedirman, namun sejatinya hingga akhir hayatnya, B.M. Diah terus berjuang dengan pemikiran-pemikirannya yang bermanfaat untuk Negara.
Perjuangan tersebut mungkin yang paling jarang disadari. Namun, percaya atau tidak, tokoh B.M. Diah memiliki peran yang begitu besar dalam penyebaran kemerdekaan Indonesia hingga ke pelosok negeri. Seperti apa sebenarnya figur yang telah menyampaikan pesan kemerdekaan ini? Berikut ini adalah sekilas tentang sosok pahlawan yang harusnya dikenal masyarakat Indonesia.
Cinta Indonesia, B.M. Diah tidak mau menjadi murid pengajar Belanda
B.M. Diah dulunya semepat bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School. Namun, ia merasa tidak senang ketika harus menempa pendidikan dengan pengajar orang Belanda. Ia pun memutuskan untuk pindah ke Taman Siswa di Medan. Hingga berusia 17 tahun, B.M. Diah pun pergi ke Jakarta untuk belajar di Ksatrian Institut.
Pernah bekerja di Radio Hosokyoku di bawah kendali Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, Diah pernah bekerja sebagai penyiar siaran berbahasa Inggris di Radio Hosokyoku. Selain itu, di saat yang bersamaan ia juga bekerja di Asia Raja. Namun, hal itu diketahui pihak Jepang. Kesal dengan kenyataan itu, Jepang pun menjebloskan Diah ke penjara selama empat hari.
Proses dan Penyebarluasan Proklamasi Kemerdekaan
Penyebaran berita proklamasi tersebut berawal dari pesan Drs. Moh. Hatta kepada B.M. Diah, yang saat itu turut hadir dalam perumusan teks proklamasi. Pada tanggal 16 Agustus 1945, teks proklamasi telah selesai dirumuskan. Para pekerja radio pun terus menyiarkan tentang berita kemerdekaan.
Menaklukkan Percetakan Jepang
Pada bulan September 1945, setelah diumumkannya Proklamasi Kemerdekaan, Jepang memang masih banyak di Indonesia. Pada bulan tersebut, B.M. Diah dan beberapa rekannya memutuskan untuk mengangkat senjata dan berusaha merebut percetakan “Djawa Shimbun” yang menerbitkan Harian Asia Raja.
Penghargaan dan akhir hayatnya
Berkat jasanya, Diah pun menerima Bintang Mahaputra Utama dari Presiden Soeharto pada 10 Mei 1978. Ia juga meraih penghargaan berupa medali perjuangan angkatan 45 dari Dewan Harian Nasional Angkatan 45 pada 17 Agustus 1995.
Meski tak banyak mengangkat senjata dan berada di jalur depan pertempuran melawan penjajah, namun jasa-jasa yang diberikan B.M. Diah pada Negara memang tak main-main. Tanpa adanya perjuangan Dian dan rekan-rekannya, berita kemerdekaan mungkin tak akan diketahui masyarakat tempo dulu. Semoga semangat B.M. Diah dalam mencintai Negara dan berkarya menjadi warisan generasi muda masa kini.