Generasi yang lahir si tahun 90-an pasti punya segudang kenangan tentang makanan, minuman, serta permainan jadul yang dulu pernah jadi idola. Nah, kalau makanan dan minuman sih mungkin kamu sudah sering menemukannya bukan? Lagian di beberapa tempat sekarang juga ada rumah jajan tradisional yang menyediakan makanan jadul, contohnya Oemah Mbokjajan Yogyakarta.
Beda halnya dengan permainan yang sudah jarang sekali dimainkan, apalagi di tengah candu gadget. Anak-anak generasi Z lebih sering bermain secara virtual dan masuk dalam game online. Di tengah situasi seperti ini uniknya masih ada orang yang peduli dengan kelestarian permainan jadul dengan mendirikan Kampoeng Hompimpa. Seperti apa keadaan di dalamnya? Simak terus uraiannya sampai selesai ya!
Dari tugas kuliah menuju komunitas
Pada awalnya, tak ada niat sama sekali untuk membentuk komunitas pecinta permainan lawas. Penelitian ini dimulai dari tugas kuliah mahasiswa Surya University jurusan Technopreneurship, yang dikerjakan oleh tiga orang, yaitu Marcelino Roderick, Akhmad Muslih dan Muhammad Miftah. Mereka meneliti tentang masalah sosial yang ada di masyarakat. Ketiganya kemudian sepakat untuk fokus ke anak-anak yang lebih banyak menghabiskan waktu di depan alat elektronik, seperti laptop dan handphone.
Kegelisahan akan anak-anak yang berjibaku dengan gadget
Dilansir dari Brilio.net, tahun 2014, menurut survei yang dilakukan KOMINFO terdapat 30 juta anak-anak dan remaja sudah menjadi pengguna aktif media sosial. Jumlah tersebut semakin bertambah di setiap tahunnya. Anak-anak sudah berjibaku dan sibuk dengan gadget di waktu luang mereka, sehingga tak banyak tahu akan permainan jadul yang pernah eksis di Indonesia. Berangkat dari hal tersebut, Kampoeng Hompimpa ini hadir untuk melestarikan kearifan lokal dengan mengenalkan berbagai permainan pada anak-anak generasi Z.
Ada di beberapa daerah di Indonesia
Berawal dari komunitas, Kampoeng Hompimpa terbentuk pada tahun 2015 di Tangerang. Hingga sekarang sudah ada cabang di tiga daerah lain, yaitu Semarang, Yogyakarta dan Pontianak. Untuk komunitas Yogyakarta, ia merupakan yang paling muda usianya karena baru terbentuk pada tahun 2017 kemarin. Para pengurus ini merupakan mahasiswa aktif yang berasal dari berbagai kampus. Tugas mereka adalah mengenalkan permainan jadul ke sekolah-sekolah, mengadakan acara, serta mengadakan kegiatan di pusat kota, seperti alun-alun. Mereka juga hadir dalam car free day, yang biasanya ada seminggu sekali di setiap kota.
Permainan yang tersedia
Mengenai jenis permainan yang dikenalkan, ada sekitar 51 permainan. Semuanya dimainkan secara outdoor (di area terbuka). Permainan seperti congklak, enggrang, karet, bakiak dan gangsing bisa kamu temukan di sini. Beberapa jenis mainan juga dijual apabila ingin membawa pulang dan jadi hak milik, seperti kapal oto-otok dan gangsing. Harganya dimulai dari 10 ribu hingga 400 ribuan. Ternyata nostalgia itu mahal juga ya Sahabat?
Di tengah perkembangan zaman, kebiasaan memang berubah drastis, yang dari dulunya anak-anak lebih banyak interaksi bersama teman sekarang bisa bertemu online tanpa harus bertatap muka. Hal tersebut tentu menjadi risiko tersendiri dari zaman yang semakin modern. Setidaknya kehadiran Kampoeng Hompimpa bisa menjadi oase di tengah kesibukan anak dengan gadget mereka.