Lima bulan terakhir, capek banget rasanya saya membuka smartphone dan media sosial. Selain karena panasnya tahun politik mulai terasa, belakangan Indonesia dibanjiri banyak informasi simpang siur terkait peristiwa yang menjarah jiwa dan menguras emosi.
Sebut saja Gempa Lombok, yang tak lama kemudian disusul dengan berita pengeroyokan suporter Persija. Belum lagi panasnya mereda, kita dibikin kaget Gempa Palu yang ternyata juga digulung oleh tsunami dan likuifaksi. Belum selesai duka kita oleh rangkaian gempa, Indonesia kembali terhentak oleh berita jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 yang hingga kini pencarian korbannya masih terus berlanjut.
Capeknya bukan karena musibah dan cobaan yang silih berganti, tapi di tengah peristiwa itu banyak tersebar berita palsu yang bikin suasana tambah keruh. Disebar melalui pesan berantai dengan narasi klik-bait dan provokatif. Ada yang berupa foto atau video yang salah kapra,h tapi dikait-kaitkan dengan peristiwa dan musibah. Kalau dibilangin berita itu salah, yang ngirim jadi baper. Duh, Gusti.. kok hamba serba salah sih?
Ternyata hoax lebih rawan menyerang orang dewasa
Saya sangat miris. Pasalnya di tengah situasi yang penuh duka dan keresahan, kok bisa-bisanya sih ada oknum iseng yang menyebarkan hoax? Bukan cuma nyumpekin dan nyampahin timeline Facebook atau Twitter. Tapi yang lebih mengkhawatirkan, foto atau pesan berantai itu juga nyangkut ke grup-grup chat orang tua dan saudara-saudara saya.
Yakin deh, semua video palsu, foto-foto korban palsu dan tulisan-tulisan yang meneror bukannya bikin orang makin paham, malah tambah salah paham, luput dan ketakutan.
Tahu nggak, teman-teman? Menurut penelitian, generasi yang mestinya didampingi dalam menerima pesan dan konten di media sosial itu bukan cuma anak-anak di bawah umur. Justru, yang memerlukan prioritas pendampingan adalah orang-orang dewasa di atas 40 tahun. Saat era digital ini terjadi, mereka mungkin belum gape alias ahli dalam menggunakan smartphone dan berseluncur di internet.
Hasil Riset Distribusi Hoax 2018 yang pernah dilakukan oleh Tim Daily Social terhadap 2.032 responden, menunjukkan bahwa 44,1% alias hampir separuhnya menyatakan diri kesulitan mengenali berita hoax. Sementara, 72% dari responden punya kecenderungan berbagi informasi yang dianggap penting.
Ini nih yang perlu kita antisipasi! Banyak yang belum benar-benar paham informasi dan kebenarannya, tapi punya rasa kebelet yang tinggi untuk segera broadcast ke grup-grup chat keluarganya, grup kantor, temen alumni kuliah, SD, SMP, SMA, bahkan TK dan playgrup (yang dua terakhir iseng banget sih). Aksi-aksi seperti ini yang menimbulkan dampak seperti multitafsir, penggiringan opini hingga paranoid. Nggak sedikit pula yang malah annoying lantas bikin berantem di grup hingga perpecahan keluarga. JENGJEEEENG…!
Waspada harus, ketipu hoax jangan!
Orang tua saya masih agak ngeh sih dengan maraknya berita palsu. Jadi, kadang mereka bertanya, “Berita ini bener nggak? Kamu tau foto gempa yang di grup nggak? Katanya Menteri X itu blablabla..” dan seterusnya. Saya pun mencoba mencari-cari di mana ya bisa mendapatkan sumber informasi seputar klarifikasi hoax yang rentan menghampiri keluarga saya ini?
Kebetulan sudah cukup lama saya menggunakan BlackBerry Messenger alias BBM. Sekarang kan sudah bisa dipakai di android tuh. Saya coba berlangganan official channel @KEMKOMINFO yang ternyata pucuk dicita, ulam pun tiba!
Ternyata official channel ini banyak mengulas hoax atau berita palsu yang beredar luas di grup-grup chat dan timeline medsos. Contohnya saat ada berita palsu seputar foto/video gunung meletus dan gempa Palu yang diklarifikasi oleh Pak Sutopo dari BNPB, ternyata di channel KEMKOMINFO itu ada banget penjelasannya.
Setelah saya amati, kelebihan klarifikasi hoax di channel ini adalah kerja sama mereka dengan Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) yang sering berkontribusi di stophoax.id. Nggak sampai situ aja, sumber klarifikasi beritanya juga diambil dari portal media pemerintah yang namanya JPP.go.id atau Jaringan Pemberitaan Pemerintah. Di sana ada kanal khusus yang namanya “Cek Fakta”. Menariknya lagi, ternyata tiap hari minggu ada yang kompilasi berita hoax minggu ini. Jadi kita bisa tetep aware dan update soal hoax yang wara-wiri di dunia maya ini. Lengkap sudah.
Jadi menurut hemat saya, subscribe official channel @KEMKOMINFO ini cukup solutif bagi siapa saja yang mau mencari klarifikasi dan cek fakta bila ada berita-berita palsu. At least, kalo memang kita males banget cari tau sendiri dengan mencocokkan berita dari web ina-ini, media ita-itu dan anu-anu, mending cari kebenarannya ke tempat yang pasti-pasti aja.
Saya sendiri juga bisa tahu lebih cepat mengenai program dan kebijakan pemerintah yang sedang atau akan berlangsung dengan data narasi yang lebih jernih tanpa bumbu-bumbu dan provokasi.
Inilah sedikit ulasan saya mencegah hoax, mulai dari grup chat keluarga sendiri karena sudah cukup malesin liat pertengkaran di medsos hanya karena beda pendapat atau terhasut berita palsu. Saya sih nggak mau orang-orang yang saya cintai tercerai berai atau hidup dalam ketakutan akibat ulah oknum yang menebar isu. Kalo kamu?