Berita ini sempat menghebohkan dunia maya beberapa waktu silam. Tidak hanya forum-forum di Indonesia, namun juga forum-forum internasional membicarakan fenomena “zombie” alias mayat berjalan ini. Beberapa media online interasional besar di berbagai negarapun tidak ingin ketinggalan untuk memberitakan budaya unik Indonesia satu ini.
Apakah sebenarnya tujuan dari budaya ini? Apa yang dilakukan para penduduk lokal sehingga para mayat bisa berjalan seperti orang hidup? Apa saja ritual unik yang dijalankan untuk membuat mayat-mayat ini berjalan? Berikut kami bahas secara mendalam tradisi Ma’mene; tradisi memulangkan mayat ke kampung halamannya.
1. Tradisi yang Sudah Ada Sejak 1905
Kisah ini konon dimulai ketika ada seorang pemburu bernaa Pong Rumaesk yang hidup di Toraja ratusan tahun silam. Ketikan itu, dia berburu dan masuk ke hutan di kawasan Pegunungan Balla. Hutan tersebut memang dikenal sangat seram. Ketika sedang dalam perburuannya, Rumasek melihat sesosok jasad yang tergeletak di tengah hutan begtiu saja dengan kondisi yang mengenaskan.
Karena tidak tega melihat kondisi yang mengenaskan itu, Rumasek membungkus si mayat dengan pakaiannya agar terlihat lebih layak. Sejak itu, Rumasek selalu merasa diikuti oleh arwah dari sang mayat. Bahkan, dia digiring oleh si arwah menuju tempat perburuan yang bagus. Sejak saat itu, Rumasek dan rakyat Toraja sepakat bahwa mayat harus dimuliakan meski hanya berupa tulang belulang.
2. Diadakan Sehabis Panen Besar
Di seluruh daerah di Indonesia, pasti ada tradisi tertentu yang dilakukan untuk menghormati arwah leluhur pasca panen. Begitu pula dengan rakyat Toraja. Setiap bulan Agustus, mereka mengadakan upacara Ma’nene, sebagai perwujudan penghormatan kepada mereka yang sudah meninggal dunia.
Selain untuk menghormati leluhur, rakyat juga percaya bahwa ritual ini akan memberi mereka keuntungan, seperti keuntungan yang pernah didapatkan oleh Rumasek. Ritual ini dipercaya dapat membuat hasil panen menjadi berlimpah dan segala usaha ternak akan sukses.
3. Diadakan Agar Bisa Kawin Lagi
Jika seorang suami ditinggal istrinya meninggal dunia, maka sang suami tidak berhak untuk menikah lagi sampai dia melaksanakan upacara Ma’mene. Peraturan ini juga berlaku sebaliknya. Karena, jika ritual Ma’mene belum dilakukan maka mereka masih dianggap sebagai suami istri yang sah.
Ketika ritual Ma’mene telah dilakukan, maka pihak yang ditinggal sudah resmi menjadi bujangan dan boleh menikah lagi. Ritual ini masih terus dipertahankan warga dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi orang Toraja.
4. Jenazah Tidak Boleh Bersentuhan Langsung dengan Tanah
Dalam ritual Ma’mene, jasad tidak boleh diletakkan di tanah. Karena itu selama prosesi penguburan, keluarga dari si jenazah akan selalu memangku jenazah tersebut. Bersentuhan dengan tanah dikhawatirkan akan membuat jasad tersebut menjadi rusak dan tidak murni lagi.
Jasad biasanya akan dipakaikan baju kesayangannya selama hidup, dimasukkan ke dalam peti yang telah dialasi dengan kasur lalu dimasukkan ke gua. Gua tersebutlah yang diyakini menjaga mayat-mayat agar tidak membusuk.
Menurut Tampubolon, (45), anak ketua adat setempat, kemungkinan ada semacam zat di gua itu yang khasiatnya bisa mengawetkan mayat manusia. ìKalau saja ada ahli geologi dan kimia yang mau membuang waktu menyelidiki tempat itu, sepertinya teka teki gua Sillanang dapat dipecahkan,î kata Tampubolon, dikutip dari situs National Geographic Indonesia.
5. Memulangkan Mayat Ke Kampung Asalnya
Dalam kebiasaan orang Toraja, seseorang harus dimakamkan di tanah kelahirannya. Namun, sering kali tanah kelahiran orang Toraja sangat jauh dari tempat dia meninggal. Untuk menempuh jarak tanah kelahiran tersebutpun sangat sulit karena tidak bisa diakses transportasi.
Disinilah seorang tetua adat berperan untuk melakukan upacara Ma’mene. Dalam ritual ini, mayat akan diambil dari petinya, dimandikan, diberi baju yang baru dan dipapah berjalan menuju kuburan di tempat asalnya. Di sinilah fenomena mayat berjalan terlihat.
Ma’mene memang tampak menyeramkan dan membuat merinding, namun itulah salah satu produk budaya Indonesia yang dibicarakan di banyak negara. Karena keunikan ini, banyak turis yang datang ke Toraja untuk menikmati keeksotisan budaya setempat. Selain itu, Toraja juga terkenal dengan kopinya yang berkualitas luar biasa.
Sebagai generasi muda, kita harus tetap melestarikan budaya dan menghormati kearifan lokal. Seunik dan seaneh apapun budaya itu, ini adalah salah satu bentuk dari anugerah karena kita tinggal di bumi yang kaya akan budaya bernama Indonesia.