in

Bukan Cuma Bandung, Malang Juga Pernah Menjadi Lautan Api

[Image Source]

Dalam pelajaran sejarah kita sudah sering mendengar tentang peristiwa Bandung Lautan Api, namun tidak demikian halnya dengan kisah kota Malang yang juga pernah dibumihanguskan. Peristiwa ini memang tidak banyak dikenal, namun agar kita tidak pernah melupakan sejarah, ada baiknya kita mengetahui bahwa masyarakat kota Malang juga tidak pernah berhenti berjuang melawan penjajahan.

Taktik Bumi-Hangus adalah taktik militer dengan membakar bangunan-bangunan dan infrastruktur lainnya yang mungkin akan dimanfaatkan oleh musuh. Dengan menghancurkan bangunan vital, maka para penyerang tidak bisa memperkuat pertahanan mereka di kota yang mereka serang.

17 Agustus 1945, Indonesia memang telah menyatakan kemerdekaannya, tapi bukan berarti perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka telah selesai. Dunia internasional belum mengakui kemerdekaan Indonesia sehingga Belanda masih berusaha mengklaim Indonesia sebagai negara jajahannya.

Balai Kota Malang yang hangus dibakar [Image Source]
Balai Kota Malang yang hangus dibakar [Image Source]
Tahun 1947, Belanda memutuskan untuk kembali menguasai Jawa Timur. Malang menjadi target karena sifatnya sebagai daerah pertahanan, maka Malang harus dikuasai dulu, baru kota lainnya. Maka pada 31 Juli 1947, Belanda menyerang Malang hingga kembali berada di bawah pendudukan Belanda dalam Agresi Militer I.

Sebelum Belanda memasuki Pandaan, Hamid Roesdi berkeliling kota menaiki jeep dan memerintahkan seluruh rakyat membumihanguskan bangunan-bangunan Belanda di Malang. Pasukan TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) dan rakyat Malang bahu membahu menghadang pasukan Belanda dalam Agresi Militer I ini.

Sebanyak hampir 1000 bangunan Belanda dibakar dalam upaya mencegah kota diduduki kembali oleh penjajah, termasuk Balai Kota Malang. Untuk itu pemerintahan sementara dipindahkan ke Hotel Palace (sekarang Hotel Pelangi). Tujuan dari taktik ini adalah agar Belanda tidak bisa menempati bangunan-bangunan di Malang.

Palace Hotel [Image Source]
Palace Hotel yang kini menjadi Hotel Pelangi [Image Source]
Ketika kondisi kota Malang sudah tidak memungkinkan, maka penduduk kemudian mengungsi ke daerah selatan seperti Tumpang, Wajak, Turen, Gondanglegi, Pakisaji, hingga Blitar dan daerah barat seperti Batu, Pujon, serta Ngantang. Sementara itu, pemerintahan kota akhirnya juga pindah ke Bantur. Banyak pejuang yang tergabung dalam TRIP gugur dan meninggalkan bekas kuburan massal di Jalan Salak (sekarang Jalan Pahlawan TRIP).

Hamid Roesdi membuat pertahanan di Bululawang dan menyusun rencana untuk kembali merebut Malang. Tahun 1949 keadaan semakin genting dengan adanya Agresi Militer II. Untuk terakhir kalinya Hamid Roesdi berpamitan pada istrinya sebelum ia kembali ke medan perang. Itulah pertemuannya yang terakhir dengan sang istri karena ia tidak pernah kembali lagi.

Hamid Roesdi dan patung Hamid Roesdi di taman Simpang Balapan
Hamid Roesdi dan patung Hamid Roesdi di taman Simpang Balapan

Malang kembali memperoleh kedaulatannya kembali pada 27 Desember 1949 dan Pemerintahan Kota Malang akhirnya kembali ke gedung balai kota pada 2 Maret 1950. Peristiwa ini tentu telah mengubah kota Malang. Ribuan bangunan yang dihancurkan juga membuat masyarakat Malang harus kembali membangun infrastruktur dari awal karena banyak sarana dan prasarana yang tidak berfungsi.

Usaha mencapai kemerdekaan bukanlah hal yang mudah dan memang sangatlah berat. Kita sebagai generasi yang hidup di masa kemerdekaan patut bersyukur dan berterimakasih atas jasa para pahlawan yang berjuang mati-matian demi kemerdekaan. Nyawa pun mereka berikan demi kemerdekaan.

Tugas kita sekarang adalah untuk menjaga kemerdekaan dan kedaulatan negara. Bukan hanya diam dan hanya menuntut agar negara memberikan apa yang kita mau. Sebaliknya, apa yang sudah kita berikan untuk negara ini?

Written by Tetalogi

Leave a Reply

cover

Inilah Fenomena Hubungan Antara Manusia dan Al-Qur’an di Zaman Sekarang

7 Dewa Kematian dan Kehancuran yang Masih Dipercaya Sampai Sekarang!