Tak selamanya benda sisa dari sebuah tanaman yang diolah, tak memiliki nilai dan terus menerus dibuang. Dengan bekal kreatifitas dan kemauan, sosok pria bernama Supari ini sukses memperoleh omset hingga Rp 1 miliar berkat keahliannya mengolah limbah tanaman bekas panen. Tak hanya menguntungkan dari segi materi, aksinya tersebut juga dinilai telah menyelamatkan lingkungan dari bahaya sampah yang terus menumpuk.
Sebagai Ketua Kelompok Tani Mekar Jaya di Desa Dataran Kempas, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, melimpahnya limbah sawit di daerahnya menjadi inspirasi terciptanya inovasi pupuk kompos yang dikombinasikan dengan limbah sawit. Dengan luas kebun kelapa sawit yang mencapai 400 hektar, produksi yang dihasilkan tergolong besar. Ada sekitar 2 ton per kavling untuk sawit yang dihasilkan. Itu artinya, akan ada banyak limbah yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk kompos.
Untuk itu, Supari yang merupakan Transmigran asal Sragen, Jawa Tengah ini, mulai membentuk kelompok tani pada 1987. Ide tentang pupuk kompos timbul setelah diberi bantuan berupa 8 ekor sapi dari PT Wirakarya Sakti (WKS). Limbah sawit yang melimpah, ia berinisiatif untuk mengolah limbah sawit yang ada dicampur dengan kotoran sapi. Hal tersebut akhirnya berhasil dilakukan. Namun sayang, terganjal oleh pemasarannya yang cukup sulit.
Namun, keadaan berubah setelah dibantu secara teknis oleh PT WKS sendiri, serta pihak dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Jambi (Unja). Mereka memberikan pelatihan pengolahan dan pengomposisian kotoran sapi dengan limbah. Yang digunakan merupakan limbah sisa kupasan buah, abu sisa pembakaran kelapa sawit, pelepah sawit yang dibuang dan kotoran sapi. Keempat bahan ini diaduk dengan traktor tangan.
Awalnya, Supari hanya mencoba-coba membuat campuran kompos tersebut. Karena dinilai masih kurang layak, sejumlah lembaga pun datang membantu untuk menyempurnakannya. Jumlah kandungan dari limbah sawit yang ada, haruslah sesuai dengan dengan standar kelayakan untuk diuji dalam laboratorium.
“Jadi perannya ada N (nitrogen) diambil dari hijauan, P atau pospat dari abu dan kotoran sapi, kalium karbon dari abu. Dari masing-masing itu sudah ada kandungan lain. Kami harus ada uji di laboratorium. Apabila unsur sudah mencukupi, maka kami terima pupuk kompos,” ujar Bambang Kisworo, Kepala Community Development PT WKS.
Dengan hasil penyempurnaan tersebut, Supari sukses menghasilkan hingga 1 ton pupuk kompos. Mayoritas dibuat dengan campuran limbah sawit dan kotoran sapi. Dengan harga jual Rp 1.135 per kg, omset yang dapat diraih berjumlah sekitar Rp 1,135 miliar per bulan. Cukup besar untuk ukuran limbah tanaman yang selama ini dianggap sepele.
Apa yang telah dilakukan oleh Supari, telah membuka wawasan kita. Terutama dalam menyikapi sesuatu yang selama ini sering diremehkan. Seperti limbah sawit di atas, ternyata bisa diolah dan menghasilkan jumlah uang yang besar. Terbukti, sesuatu yang kecil, ternyata memiliki manfaat besar jika diolah dengan tepat. Gimana menurutmu Saboom?