Nama besar Nazi Jerman pimpinan Adolf Hilter rupanya sampai juga ke Indonesia. Keberadaan mereka pun sempat bersinggungan dengan perjalanan sejarah Indonesia di masa lalu. Salah satunya yang tercatat adalah, kisah pemberontakkan orang-orang Nazi Jerman di Pulau Nias yang kala itu menjadi lokasi penahanan diri mereka oleh Belanda.
Menurut Rosihan Anwar dalam Musim Berganti: Sekilas Sejarah Indonesia 1925-1950 (1985) yang dikutip dari tirto.id menuliskan, orang-orang Belanda yang masih berkuasa di Indonesia banyak menahan misionaris Jerman dan dokter di Pulau Nias. Terlebih setelah Jerman telah menyerbu Belanda pada 10 Mei 1940, banyak dari mereka diinternir di sana oleh Visser, petugas kontrolir yang bekerja di Kota Gunungsitoli yang merupakan pusat administrasi Nias.
Hingga pada 20 Januari 1942, pulau Nias kembali kedatangan orang-orang Jerman yang merupakan korban dari kapal angkut Van Imhoff yang dibom serdadu Jepang. Sebanyak 36 dari 477 jiwa yang sempat terombang ambing dan bertahan hidup di lautan, akhirnya tiba di pulau tersebut dan langsung menjadi tawanan Belanda. Para tawanan yang berjalan kaki, akhirnya tiba di Hilisimaetano, pusat administrasi kolonial di Nias Selatan. Dari sinilah, kisah para tawanan yang akhirnya menjadi pemberontak dimulai.
Di dalam tahanan, rupanya seorang tawanan bernama Albert Vehring mampu bersekongkol dengan anggota polisi pribumi yang jadi sipir penjara. Dilansir dari tirto.id, orang-orang Jerman berhasil membebaskan diri secara diam-diam pada Minggu malam, 29 Maret 1942 dengan bantuan mereka. Para tawanan ini kemudian bergerak menuju gudang senjata dan mengambil perlengkapan seperti senapan dan sebagainya.
Keadaan pun berbalik arah. Orang-orang Belanda tak kuasa menahan serbuan yang mendadak dari para tawanan Jerman tersebut. Mereka pun akhirnya menjadi tawanan, termasuk juga Visser yang sebelumnya menahan orang-orang Jerman tersebut. Setelah mereka menguasai Pulau Nias, salah seorang bernama Fischer, yang mereka panggil dengan nada hormat sebagai “Perdana Menteri,” membuat lambang Swastika ala pemerintahan sosialis-nasionalis Nazi Hilter.
Alhasil, Pulau Nias pun bersalin rupa menjadi sebuah wilayah pemerintahan kecil ala Nazi yang berkiblat pada ideologi induknya di Jerman. Bisa dibilang, kudeta yang terjadi dilakukan sukses membuat Pulau Nias yang sepi itu dikuasai untuk sementara oleh pemerintahan ala Nazi. Seminggu setelah kudeta, pada 5 April, tujuh orang Jerman diutus ke seberang pulau Nias, Sibolga, untuk mencari hubungan dengan Jepang. Bersama ketujuh orang itu, diangkut pula orang-orang Belanda dan Inggris yang jadi tawanan mereka.
Laman tirto.id menuliskan, tentara Jepang berhasil mendarat di Gungungsitoli pada 17 April 1942 dan disambut dengan meriah oleh orang-orang Indonesia. Lagu Indonesia Raya pun dikumandangkan sebagai bentuk sukacita. Mereka memberi hormat ala “Hail Hitler!”, berupa tangan yang disorongkan ke depan. Saat tiba hari ulang tahun “sang Fuhrer” alias si pemimpin Adolf Hitler ada 20 April, mereka bahkan merayakan dengan gembira.
Jepang yang telah mendarat di Nias, akhirnya menguasai wilayah tersebut dengan mudah. Berkat kudeta orang-orang Nazi Jerman terhadap pemerintahan Belanda, balatentara Dai Nippon itu berhasil menduduki daerah Teluk Dalam dan Hilisimaetano. Jepang dan Jerman bersahabat selama era Perang Dunia II lantaran sama-sama menganut paham fasisme kanan dan Tengah bersemangat melakukan invasi terhadap negara-negara lain.
BACA JUGA: Cerita Pemuda Asal Madura yang Sempat Mengebom Pasukan Nazi Jerman di Front Eropa
Setelah Nias sepenuhnya dikuasai Jepang, orang-orang Nazi Jerman itu kemudian meninggalkan Pulau Nias dan menuju Sibolga. belakangan jadi kisah orang-orang Jerman ini yang dicatat oleh van Heekeren, Jacobs Zwaan, serta Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil La Petite Histoire Indonesia (2004). Hal ini sekaligus menandai salah satu peristiwa penting bahwa dalam perjalanan sejarah Indonesia, pernah terjadi kudeta yang dilancarkan oleh orang-orang Nazi Jerman di wilayahnya.