Trending

Kisah Jembatan Haji Endang yang Berjasa tapi Terancam Ditutup

Jembatan Haji Endang adalah salah satu contoh peliknya dilema kehidupan di dunia ini. Ketika sarana sangat vital bagi masyarakat, jembatan yang sudah lama digunakan dan sangat membantu transportasi ini justru harus dihilangkan perannya.

Polemik ini pun menjadi viral di masyarakat Indonesia. Pro dan kontra berdatangan di media sosial, memunculkan perdebatan antara mana yang benar, Sang Jembatan atau peraturan dan perundang-undangan. Berikut kisah selengkapnya.

15 tahun beroperasi dan memberi kemudahan masyarakat

Sesuai dengan namanya, Jembatan Perahu Haji Endang adalah sebuah jembatan apung. Dibangun secara swadaya oleh Muhammad Endang Junaedi, jembatan yang terletak di wilayah Karawang, Jawa Barat ini sudah bertahun-tahun menjadi andalan bagi masyarakat.

Jembatan Endang menghubungkan Desa Anggadita, Kecamatan Klari, dengan Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel. Pembangunannya di tahun 2010 silam menghabiskan dana sekitar Rp. 5 miliar dan selama 15 tahun dipakai oleh warga sekitar sebagai akses transportasi, terutama bagi para pekerja pabrik.

Sempat tawarkan kerja sama dengan Pemda, Haji Endang bangun secara swadaya

Dalam pembangunannya, Haji Endang mengaku sudah meminta izin kepada Bupati Karawang saat itu, yaitu Dadang S. Muchtar. Endang sendiri sudah menawarkan kerja sama dengan Pemerintah Daerah, namun akhirnya disarankan oleh Dadang untuk membangun secara swadaya.

Kisah Jembatan Endang ini juga sangat panjang. Sempat dibangun dengan menggunakan kayu namun kemudian rusak dan karam di tahun 2014. Inilah awal dibangunnya jembatan dengan menggunakan besi serta bantuan perahu ponton sebagai alat apungnya.

Pinjam modal ke bank, dilunasi pakai iuran pengguna jalan

Demi membangun secara swadaya, Haji Endang mengumpulkan dana sebesar Rp. 5 miliar. Caranya adalah dengan mendapatkan modal tersebut lewat peminjaman bank sehingga ada kewajiban bagi Haji Endang untuk pembayaran hutang.

Setiap warga yang melintas dikenakan biaya Rp. 1000 hingga Rp. 2000 saja. Cukup murah dan tidak pernah menjadi perdebatan atau keberatan bagi para penggunanya. Omzet harian Jembatan Endang sendiri kabarnya mencapai Rp. 20 juta per hari dengan menyisihkan biaya sebesar Rp. 8 juta untuk membantu perawatan dan operasional jembatan, lampu penerangan, hingga gaji untuk para pekerja di sana.

Beri manfaat banyak, kehadirannya justru ditolak

Meski hanya jembatan apung, Jembatan Endang ini memberi manfaat yang sangat besar bagi masyarakat. Dimulai dari sekitar 40 pekerja yang mengandalkannya sebagai mata pencaharian, menciptakan peluang UMKM dengan penjual yang ada di sepanjang jalan tersebut, perjalanan yang lebih singkat hingga satu jam, sampai mengumrohkan 18 orang.

Namun dilema itu pun datang kala peraturan pemerintah mengharuskan jembatan itu untuk dibongkar. Alasannya adalah masalah legalitas karena tidak adanya izin dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum. BBWS Citarum sehingga melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

Tidak penuhi standar keselamatan, Jembatan Endang terancam dibongkar

Dikutip dari IG @bigalphaid, Kepala BBWS Citarum, Dian Al Ma’ruf menjelaskan bahwa konstruksi Jembatan Perahu Haji Endang tidak memenuhi persyaratan atau standar keselamatan.

Selain itu, Dian menegaskan bahwa penutupan tersebut bukan untuk menghentikan usaha seseorang. Ia ingin memastikan segala aktivitas yang melibatkan sungai sudah berjalan sesuai aturan dengan kekhawatiran bahwa nantinya jembatan-jembatan sejenis bakal bermunculan.

Hingga sekarang, sudah tiga kali BBWS melayangkan peringatan. Spanduk sudah terpasang, namun warga yang tidak puas melawan dengan menurunkannya. Tentu saja, penutupan sarana yang 15 tahun memudahkan kehidupan ini ditolak oleh warga, khususnya para pekerja pabrik yang sehari-hari merasakan manfaatnya. Apalagi belum ada rencana pembangunan jembatan penggantinya

Sementara Haji Endang mencoba memilih jalan tengah. Melalui pengacaranya, Haji Endang dikabarkan akan memperjuangkan izin jembatan tersebut kepada pemerintah daerah, untuk selanjutnya akan diserahkan kepada BBWS Citarum.

Share
Published by
Bayu Yulianto

Recent Posts

Tesso Nilo: Rumah Para Gajah yang Kian Terancam Eksistensinya

Media sosial akhir-akhir ini sedang dihangatkan dengan topik seputar perusakan alam, di mana salah satunya…

2 weeks ago

Penemuan Rafflesia Hasseltii Berbuntut Panjang, Oxford Dianggap Pelit Apresiasi

Sedang viral di platform media sosial X mengenai kehebohan penemuan bunga Rafflesia Hasseltii. Yang menemukan…

2 weeks ago

4 Aksi Pejabat Tanggap Bencana Sumatera yang Jadi Sorotan Netizen

Sumatera berduka setelah banjir bandang disertai tanah longsor menyapu Pulau Sumatera bagian utara. Tak hanya…

3 weeks ago

Kisah Pilu Warga Terdampak Bencana Sumatera, Sewa Alat Berat Sendiri untuk Cari Jenazah Ibunya

Ribuan kabar duka dari Pulau Sumatera. Salah satunya adalah seorang pemuda bernama Erik Andesra, pria…

3 weeks ago

Risiko Bencana Tinggi, Anggaran BNPB Kena Efisiensi

Masih teringat dahsyatnya bencana alam di Sumatera bagian Utara. Aceh, Medan, Tapanuli, Sibolga, hingga sebagian…

3 weeks ago

Insiden Tumblr Hilang di KRL Berujung Pemecatan Karyawan Sana Sini

Jangan remehkan kekuatan tumbler. Tak hanya tahan pecah, hilang dikit, dua-tiga orang bisa kena pecat…

4 weeks ago