“Ubur-ubur ikan lele. Kasus korupsi Pertamina nyembur, se-Indonesia heboh, le!”
Heran melihat tiba-tiba banyak SPBU milik swasta yang kian ramai dijubeli konsumen bermotor? Itu karena semakin menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan pengelola energi terbesar di Indonesia, terutama setelah beberapa pentolan PT Pertamina dan rekanannya ditangkap gara-gara kasus korupsi yang diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Ingin tahu lebih dalam mengenai apa, mengapa dan bagaimana kasus ini mempengaruhi tidak hanya PT Pertamina, tetapi juga kebiasaan konsumsi bahan bakar masyarakat secara masif dan cepat? Simak selengkapnya di bawah ini.
Pertamina gegerkan dunia, bukan prestasi tapi gara-gara korupsi
Kata orang bijak, hari apes tidak ada di kalender. Senin (9/2/2025) adalah kesialan bagi mereka yang telah menggerogoti kekayaan alam negeri ini demi kepentingannya sendiri ketika Kejaksaan Agung menetapkan Direktur PT Pertamina Patra Niaga serta enam pejabat lainnya karena diduga melakukan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.
Pada kasus korupsi mega triliun tersebut, Jampidsus menduga bahwa salah satu pejabat PT Pertamina Riva Siahaan dengan sengaja membeli RON 90 untuk kemudian direkayasa dengan mencampur atau mengoplos di storage atau depo sehingga diterima di masyarakat sebagai RON 92 yang merupakan kualifikasi untuk bahan bakar Pertamax.
9 orang jadi tersangka, termasuk Dirut Pertamina Patra Niaga
Selain Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, yaitu Riva Siahaan, ada delapan orang lagi yang terseret kasus ini karena dianggap bekerja sama merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun per tahun. Ada juga nama Sani Dinar Saifuddin, Direktur Feedstock And Product Optimization PT Pertamina International, Agus Purwono sebagai Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina International, dan Yoki Firnandi sebagai Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Selain itu juga ada nama-nama seperti Muhammad Kerry Adrianto Riza sebagai Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, Dimas Werhaspati sebagai Komisaris PT Navigator Katulistiwa serta Komisaris PT Jenggala Maritim, Gading Ramadhan Joedo sebagai Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Maya Kusmaya sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga, dan yang terakhir adalah Edward Corne, VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga.
5 hal yang menjadi kerugian negara di kasus korupsi PT Pertamina
Sembilan orang di atas ditangkap atas dugaan melakukan kejahatan-kejahatan korupsi yang merugikan negara. Diperkirakan ada lima komponen dengan rincian kerugian sebagai berikut:
- Ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun,
- Kerugian akibat impor minyak mentah via broker yang mencapai Rp 2,7 triliun,
- Kerugian karena impor BBM melalui broker sekitar Rp 9 triliun,
- Kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp 126 triliun,
- Kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp 21 triliun.
Tak hanya kerugian materi, kasus korupsi PT Pertamina ini juga merembet ke hal lain, yaitu menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap produk-produk PT Pertamina. Tak heran bila akhir-akhir ini semakin banyak SPBU Pertamina kehilangan pelanggannya yang beralih ke SPBU milik swasta.
Ditepis Pertamina, kualitas BBM di masyarakat sudah sesuai spesifikasi
Atas kasus tersebut, Komisi XII DPR RI mengundang PT Pertamina Patra Niaga dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP). Pihak Pertamina Patra Niaga menepis dugaan dari Kejagung, yaitu adanya pengoplosan minyak sehingga membuat konsumen Pertamax membeli BBM yang tidak sesuai dengan spesifikasinya.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari menjelaskan bahwa produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masing-masing. Ia menegaskan bahwa Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92 yang kemudian disalurkan ke masyarakat
“Jadi bukan pengoplosan atau mengubah RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas Pertamax,” ujar Heppy, seperti dikutip dari akun Instagram narasinewsroom, Selasa (25/2/2025).
Kualitas yang lebih baik jadi alasan masyarakat beralih ke SPBU milik swasta
Berdasarkan keterangan dari Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Dirut PT Pertamina Patra Niaga melakukan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) dengan membeli minyak bumi berkualitas RON 90 (setara Pertalite) dan di bawahnya yang kemudian diolah kembali di depo, kemudian didistribusikan sebagai tipe RON 92 (Pertamax).
Dengan adanya isu pengoplosan yang menyulap bahan bakar RON 90 menjadi RON 92, kepercayaan publik terhadap Pertamina pun kian surut. Di media sosial banyak yang menyuarakan kekecewaannya, menjadi warga negara yang baik dengan membeli BBM non-subsidi, tapi ternyata masih saja dapatnya bahan bakar kualitas subsidi.
Media sosial pun ikut terbakar dengan adanya isu tidak sedap ini. Banyak netizen yang menyuarakan kekecewaan mereka. Mulai dari berbagi lokasi SPBU swasta terdekat, mulai membandingkan buruknya kinerja Pertamina dengan hebatnya Petronas, hingga ada yang membocorkan bahwa di beberapa SPBU, bensin yang diuji RON-nya bahkan sampai mendekati angka 80, seperti yang dibagikan oleh Facebook Juan Anindito.
BACA JUGA: Hashtag Indonesia Gelap, Ini Sejumlah Fakta Aksi Demo Mengkritik Pemerintah
Isu buruknya kualitas bensin bikinan Pertamina ini juga kembali membakar gosip beberapa waktu lalu tentang banyaknya kerusakan mobil akibat penggunaan Pertamax. Bahkan, sudah terdengar pihak-pihak yang ingin melakukan clash action akibat merasa dirugikan oleh Pertamina.