Selain memunculkan sebuah drama, dunia sepak bola juga kerap mencatatkan kejadian-kejadian unik yang siap membuat dahi para pencintanya mengkerut. Contohnya adalah mengenai permasalahan transfer atau kepindahan pemain. Dimana di sana banyak fenomena tidak masuk akal dan sulit dinalar. Seperti tentang kisah legenda Inggris yaitu Ian Wright yang ditransfer dengan hanya memberikan satu set timbangan.
Selain itu, juga ada kisah transfer Indriyanto Nugroho yang kepindahannya dari Arseto Solo ke Pelita Jaya dihargai dengan uang 100 perak saja. Jumlah mungkin saat ini hanya cukup membeli permen. Masih tentang Indriyanto, sebetulnya dirinya bukanlah pesepakbola yang biasa-biasa saja. Bahkan sempat juga menjadi andalan Tim Merah Putih. Lalu siapa sih sebenarnya mantan punggawa Persik Kediri ini?
Pemain yang sejak usia 16 tahun sudah berlaga di Eropa
Sebagai pemain yang memulai karier di sebuah SSB daerah, Indriyanto bisa dibilang mempunyai karier layaknya roket. Hal ini lantaran setelah beberapa tahun menimba ilmu di sekolah bola Fortuna Sukoharjo, pada tahu 1990 satu tempat di Timnas Primavera berhasil didapatkan.
Ketika itu mereka yang masuk ke skuad garuda tersebut terbang ke Italia untuk menimba ilmu. Tercatat di usianya menginjak 16 tahun, pria kerap dijuluki mister cepek ini sudah tinggal dan bermain bola di Eropa. Selama di sana, ia juga berlatih dengan putra-putra terbaik bangsa dalam olahraga ini macam Anang Ma’aruf, Kurniawan Dwi Yulianto, dan masih banyak lagi.
Pria asal Jawa Tengah yang malang-melintang di banyak klub Indonesia
Dilansir dari laman Bola.com, tuturnya Timnas Primavera adalah tonggak awal namanya mulai besar di percaturan sepak bola. Banyak klub yang sudah memakai jasanya, mulai dari Arseto Solo, Pelita Jaya, Persijatim, PSIS Semarang, Persiba Bantul, Persik Kediri, Persih Tembilahan, Persikaba Blora, kembali ke PSIS, dan terakhir adalah Persepam Pamekasan.
Bersama nama terakhir tersebut dirinya mengakhiri perjalanan di jagat sepak bola. Di kesebelasan asal Pulau Garam tersebut, pria kini berusia 42 tahun itu sukses menorehkan prestasi dengan membawa Persepam promosi ke kasta teratas kompetisi Indonesia yaitu ISL pada tahun 2003. Selain, Persepam Indriyanto juga sempat moncer kala berbaju PSIS Semarang.
Bagian dari generasi emas PSIS Semarang di musim liga 2006
Seperti telah di ulas sedikit di akhir sub dua tadi, PSIS Semarang dengan Indriyanto memang mempunyai hubungan yang baik. Meski mantan punggawa Pelita Jaya itu tidak hadirkan trofi, tapi di sana ia sempat tampil moncer. Apalagi kalau kita berbicara kiprahnya di 2006, PSIS sukses dibantunya meraih gelar runner-up Divisi Utama.
Sedangkan setahun sebelumnya tepatnya pada 2005, klub kota lumpia itu dibantunya merengkuh peringkat ketiga Liga Djarum Indonesia. Di tahun-tahun tersebut PSIS juga ditunjang pemain lokal dan asing jempolan, mulai dari Hery Salisbury, Maman Abdurrahman, I Komang Putra, M Ridwan dan pemain impor sekelas Emanuel de Porras.
Karier Indriyanto dilanjutkan dengan terjun ke dunia pelatih
Setelah memutuskan gantung sepatu pada tahun 2013, karier Indriyanto dilanjutkan dengan menjadi seorang pelatih. Memegang sebuah sekolah sepak bola capaian bisa dikatakan lumayan. Hal ini lantaran pada tahun 2015 klub binaannya berhasil bermain di ajang internasional bertajuk Gothia CUP.
Namun sayang, di ajang tersebut tim yang dilatihnya yakni LKG gagal meraih gelar. Setelah pada babak 32 besar dihentikan oleh skuad Academia Internazionale Calcio dengan skor 3-0. Sebagai pelatih saat ini Indriyanto mempunyai lisensi B AFC. Dilansir laman CNNIndonesia pada tahun 2019 ini berharap bisa masuk pada level A.
BACA JUGA: Bola dan Narapidana: Ketika Penjara Kejam Uganda Memanjakan Tahanannya Lewat si Kulit Bundar
Begitulah sekilas tentang sosok Indriyanto Nugroho, pesepakbola yang sempat dihargai dengan uang seratus perak saja. Berkaca dari kasusnya, sedikit kita ditunjukkan kalau sepak bola tidak melulu mengenai menang, kalah atau raihan gelar saja.