Hutang negara yang jumlahnya kian naik dari tahun ke tahun, memang telah lama menjadi perdebatan di kalangan masyarakat. Baru-baru ini, laman cnbcindonesia.com menuliskan, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar US$ 372,9 miliar atau setara Rp 5.257 triliun (kurs rupiah Rp 14.100/US$)hingga akhir November 2018.
Lupakan sejenak tenang masalah hutang yang semakin membengkak di atas. Sekarang yang jadi masalah adalah, bagaimana jika ternyata Indonesia tidak mampu untuk membayar hutang-hutangnya yang semakin menumpuk? Menurut asumsi pribadi penulis, inilah yang bakal dialami oleh masyarakat dan negara seandainya hal di atas benar benar terjadi.
Banyak aset penting yang dikuasai Asing
Hutang yang terus menumpuk tanpa sanggup dibayar, tentu akan mendatangkan konsekuensi tertentu pada negara. Terlebih jika ternyata pinjaman yang ada telah habis tenggat waktu pelunasan. Bisa jadi, aset penting milik negara akan disita atau diambil untuk menutup hutang-hutang yag ada. Salah satu contohnya adalah Sri Lanka. Dilansir dari ekonomi.kompas.com, negara tersebut sampai harus melepas Pelabuhan Hambatota sebesar Rp 1,1 triliun atau sebesar 70 persen sahamnya dijual kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) China.
Tidak terkendalinya pekerja asing yang leluasa masuk dan menggerus tenaga lokal
Selain bakal menggerogoti aset dalam negeri, ketidakmampuan suatu negara dalam membayar hutang juga akan menimbulkan distorsi pada dunia usaha. Sekali lagi kita akan mengambil contoh-contoh nyata yang sudah terjadi. . Menurut laporan BBC yang dikutip dari news.detik.com menunjukkan, eksodus pekerja asal China telah mendominasi proyek-proyek infrastruktur penting di Angola. Sementara itu, pekerja lokal termarjinalkan dengan alasan efisiensi kerja.
Bakal didikte oleh asing soal kebijakan negara
Salah satu bahaya yang paling parah adalah, negara telah kehilangan kendalinya karena tak mampu melunasi hutang-hutangnya. Sebagai gantinya, sang pemilik dana yang notabene dari pihak asing, mempunyai kekuatan untuk menekan kreditur yang kesulitan mengembalikan uangnya. Selanjutnya bisa ditebak, para pemodal tersebut sedikit banyak akan campur tangan pada urusan pemerintahan yang ada. Laman ekonomi.kompas.com menuliskan, Zimbabwe harus rela mengganti mata uangnya menjadi Yuan China sebagai imbalan penghapusan utang yang mencapai 40 juta dollar. Itulah hebatnya hutang. Gaya menjajah baru yang bakal menjerat mangsanya cepat atau lambat.
Wibawa negara tak lagi ditakuti di mata dunia
Karena kebijakan negara yang bisa didikte asing, secara otomatis negara tersebut akan kehilangan wibawanya di dunia internasional. Jika Indonesia mengalami hal semacam ini, tentu akan banyak masalah yang timbul dari dalam negeri. Berkaca pada Pakistan yang dikutip dari finance.detik.com menuliskan, kerjasama pembangunan Gwadar Port yang digagas bersama China, akhirnya malah dinikmati oleh negeri tirai bambu tersebut. Jika sudah begini, nama besar negara akan jatuh dengan sendirinya. Jangan sampai hal tersebut terjadi pada Indonesia tercinta ini.
BACA JUGA: Utang Indonesia Tembus Rp.4363 triliun di Era Jokowi, Apa Saja Penyebabnya?
Hutang memang menjadi sarana yang ampuh untuk melemahkan suatu negara. Tak hanya soal ekonomi, tapi juga masuk ke ranah politik dan bahkan mengancam kedaulatan negara itu sendiri. Memang, kita berharap agar Indonesia tak mengalami seperti hal d atas. Tapi jika melihat hutang yang semakin menumpuk, entah apa yang akan terjadi selanjutnya.