Jika dikatakan sebagai negara tanpa atlet hebat, tentunya adalah salah karena Indonesia pernah memiliki olahragawan hebat atau bahkan sampai sekarang masih mencetak orang-orang yang berkecimpung dalam dunia olahraga yang berprestasi di dalam atau luar negeri.
Dari tahun ke tahun, ada beberapa atlet dari dalam negeri yang pernah menorehkan kemenangan dan mengharumkan nama Indonesia dalam bidang olahraga di kancah internasional. Sayangnya, tidak semua olahragawan Tanah Air itu memiliki nasib baik ketika dirinya sudah tak lagi menekuni dunia olahraga dan memiliki hidup yang cukup memprihatinkan di hari tua mereka.
Ditambah lagi, jarang dari mereka yang terekspos media dan mendapatkan perhatian dari negara walaupun olahragawan-olahragawan ini pernah mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional. Berikut ini adalah beberapa atlet hebat dan berprestasi Tanah Air yang justru memiliki kisah pilu di hari tua mereka.
Bagi pecinta tinju tentunya ingat akan nama seorang petinju hebat dari Indonesia bernama Rachman Kili-kili. Pria yang pernah mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional ini akhirnya mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri karena tidak memiliki pekerjaan.
Di era kejayaannya, Rachman Kili-kili adalah seorang petinju profesional yang memiliki banyak sekali penghargaan baik di tingkat lokal maupun luar negeri. Dia pernah menjadi juara dunia Kelas Bulu Federasi Tinju Internasional (IBF).Sayangnya, selepas gantung sarung tinju dan menapaki hari tuanya, dia justru tidak dapat menikmati hasil jerih payahnya itu dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang mengakibatkannya dihimpit masalah ekonomi sehari-hari.
Seorang mantan atlet balap sepeda yang berhasil menyabet medali emas di nomor Team Tome Trial (TTT) Sea Games 1979 di Kuala Lumpur, medali perak di Tour de ISSI 1977, medali perunggu di ROC International Cycling Invitation di Cina pada tahun 1977 sampai dengan medali emas di kejuaraan Walikota Jakarta Utara Cup ini harus menjadi seorang tukang becak di masa tuanya.
Dia hanya berharap mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk menjalani sisa hidupnya yang semakin senja tersebut dan dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Selain Rachman Kili-kili, ada satu lagi petinju dari Tanah Air yang berhasil membuat sejarah dengan menjadi juara dunia OPBF pertama untuk Indonesia kelas Welter (63 kg). Selain sabetan prestasi yang cukup prestisius tersebut, pria asal Kota Malang ini banyak penghargaan lain yang berhasil didapatkannya. Bahkan antara tahun 1975-1982 dapat dikatakan sebagai era kejayaannya.
Sayangnya, ketika menapaki hari tua, Wongso harus berjuang untuk dapat hidup dan menghidupi keluarganya. Dia hidup susah dengan bekerja serabutan untuk tetap dapat membayar kontrakan sampai makan sehari-hari. Di rumah kontrakannya yang dapat dibilang sangat kecil, hanya ada 2 benda paling berharga miliknya, yaitu medali emas pemberian mantan Menpora Abdul Gofur dan Penghargaan Satya Lencana dari mantan Menpora Akbar Tandjung.
Yuni Astuti adalah seorang mantan atlet bulutangkis yang pernah meraih juara pertama pada ganda putri PON 1986 di Jakarta. Cukup lama Yuni berkiprah dalam dunia bulutangkis dan mendapatkan banyak pengalaman dari cabang olahraga yang digelutinya itu. Sayangnya, dia harus mundur dari dunia bulutangkis setelah mengalami cedera kaki.
Semenjak gantung raket, tabungan dan hasil yang dia dapat selama menjadi atlet lama kelamaan habis untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Bahkan dia harus menjadi seorang pengamen di Terminal Bus Purabaya, Surabaya agar tetap dapat mencukupi kebutuhan dan demi 3 buah hatinya yang sudah beranjak besar itu.
Di era tahun 80-90an, nama Denny Thios sangat bersinar sebagai atlet angkat berat. Tidak hanya penghargaan tingkat nasional saja, Denny juga mengikuti beberapa kejuaraan tingkat internasional. Bahkan dia berhasil menjadi menyabet medali perak di PON XII, medali emas di kejuaraan angkat berat tingkat Asia, beberapa medali dari kejuaraan angkat berat di Inggris, Belanda dan Swedia sampai dengan memecahkan 3 rekor dunia.
Ketika sudah memasuki usia senja, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menopang perekonomian keluarga, Denny harus bekerja sebagai tukang las yang penghasilannya tidak menentu karena tergantung dari ada tidaknya orang yang membutuhkan jasanya.
Sukses mengibarkan bendera Merah Putih di kancah dunia, Leni Haini adalah seorang mantan atlet dayung yang kini hidup memprihatinkan dengan menjadi buruh cuci. Nasibnya yang tragis tersebut ditambah dengan salah seorang anaknya yang menderita penyakit kerapuhan kulit. Dikarenakan hal itu, dia dan suami harus menyediakan setidaknya Rp 1,5 juta setiap bulannya untuk biaya pengobatan.
Di masa jayanya, Leni berhasil mengharumkan nama Indonesia dengan menyumbang 2 medali emas dalam kejuaraan perahu naga Asia di Singapura, 3 emas dan 1 perak di kejuaraan dunia perahu naga yang diselenggarakan di Hong Kong sampai dengan medali emas untuk kejuaraan perahu naga Asia di Taiwan.
Perolehan medali perak di tahun 1981 dan medali perunggu di tahun 1983 pada kejuaraan SEA Games merupakan bukti kejayaan seorang mantan atlet lari estafet Indonesia, bernama Hapsani. Memang tidak banyak orang yang mengenal atau mengetahuinya, namun sebagai salah seorang atlet nasional yang berhasil mengharumkan nama Indonesia, tentunya negara patut bangga memiliki olahragawan seperti Hapsani yang berjuang keras untuk membuktikan pada dunia bahwa Indonesia tidak dapat dipandang remeh.
Kejayaan di eranya tersebut tidak secemerlang setelah dia pensiun dan berusia lanjut. Dengan berbekal keahliannya yang dia peroleh saat menjadi atlet dengan melatih anak-anak di sekitar rumahnya dengan penghasilan yang sangat minim, Hapsani harus hidup serba mepet. Bahkan dia terpaksa harus menjual medali peraknya di pasar loak untuk makan.
Marina Segedi adalah mantan atlet pencak silat yang menyumbang medali emas untuk Indonesia di kejuaraan ASEAN Pencak Silat Kelas A Putri di tahun 1983 yang dihelat di Singapura. Selain itu, banyak pula penghargaan yang dia peroleh baik di tingkat nasional maupun internasional lainnya.
Tidak seperti ketika masih menjadi jawara dalam cabang pencak silat, kini hidupnya jauh dari apa yang dikatakan nyaman. Hidupnya serba pas-pasan dan harus menumpang di rumah orang tuanya. Agar dapat menghidupi anak-anaknya, Marina harus bekerja sebagai sopir taksi.
Tak kalah menyedihkan, mantan pemain Timnas Sepakbola Indonesia dan mantan pemain PSM Makassa yang waktu itu masih bernama Makassar Voetbal Bond (MVB) bernama Ramang harus hidup serba memprihatinkan. Mulai dari pekerjaan sebagai kenek truk sampai dengan tukang becak, pernah dia lakoni selepas pensiun dari sepakbola. Bahkan di hari tuanya, Ramang tidak memiliki rumah sendiri dan harus menumpang di sebuah rumah temannya yang sangat kecil dan sempit.
Di era jayanya, Ramang sangat terkenal dan menjadi pemain favorit baik di MVB ataupun ketika dia membela Timnas Sepakbola Indonesia. Dari kakinya, tercetak 19 gol dari 25 gol yang dikemas oleh PSSI ketika melawat ke beberapa negara di Asia (Filipina, Hong Kong, Thailand dan Malaysia). Tidak hanya itu saja, salah satu gol yang cukup spektakuler dari kaki pria tua pernah tercipta saat PSSI menekuk RCC dengan skor 2-0 di pertandingan yang dihelat menjelang Kejuaraan Dunia di Swedia, 1958.
Pemain legendaris PSM Makassar dan juga Timnas Sepakbola Indonesia ini tutup usia di usia 59 tahun pada tahun 1987 karena penyakit paru-paru basah. Sampai meninggal pun, penghargaan yang disematkan untuknya hanya sebuah patung dari bahan ala kadarnya di pintu utara Lapangan Karebosi.
Mungkin tidak banyak orang yang mengenal nama Tati Soemirah namun lebih mengetahui siapa itu Susi Susanti sampai dengan Mia Audina. Tati Soemirah adalah pemain penentu kemenangan yang menghantarkan Indonesia menjuarai Uber Cup untuk pertama kalinya di tahun 1975.
Setelah gantung raket di tahun 1982, Tati sempat bekerja melatih bulu tangkis di pekayon, bekasi sampai dengan menjadi pegawai di salah satu perusahaan minyak pelumas. Sebelum bekerja di tempat itu, dia pernah menjual vespa yang dia beli dari hasilnya berkiprah di dunia bulu tangkis sampai dengan bekerja sebagai kasir di sebuah apotek, namun tetaplah hidupnya serba pas-pasan.
Tidak hanya mereka-mereka di atas saja yang hidup memprihatinkan setelah berjuang mati-matian membela dan mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional, masih ada banyak lagi mantan atlet Indonesia lainnya yang mungkin sampai sekarang belum terkespos. Tidak sedikit dari mereka yang berharap ada bantuan dari pemerintah agar masa tuanya dapat sedikit tercukupi.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…