Di masa informasi sudah gampang dicari seperti ini, tidak ada alasan untuk kita gampang dikibuli. Menemui kontroversi dari sebuah peristiwa, tinggal lihat saja bukti-bukti pendukung atau ulasan di internet. Dijamin kita takkan tersesat. Namun, dulu sekali di tahun 80an, akses informasi masih tidak segampang sekarang. Walhasil, orang-orang dulu gampang ditakut-takuti oleh himbauan-himbauan yang sifatnya mengada-ada.
Kembali ke tahun 1980an, ada sebuah himbuan pemerintah soal gerhana matahari total di tahun itu. Ngeri banget saat negara lewat Menteri Penerangan, Harmoko, menghimbau kepada masyarakat untuk tidak melihat gerhana tersebut barang sedetik atau bakal buta. Lugu dan polosnya orang dulu, mereka pun dengan khidmat mengikut himbauan ini dan menjadikan momen gerhana menjadi hari paling sepi dalam sejarah Indonesia. Ya, semua orang bersembunyi di rumahnya masing-masing.
Kala itu pemerintah tak hanya sekedar melakukan himbauan saja, tapi lewat banyak cara unik yang menghebohkan. Yang angkatan 80an dan pernah merasakan disekap sehari oleh orangtua, pasti tahu kejadian menghebohkan ini.
Soeharto Menginstruksikan, Harmoko Menyebarkan
Juni 1983, Menteri Penerangan Indonesia, Harmoko, menginstruksikan dengan gencar agar masyarakat tidak menatap langsung gerhana matahari di tanggal 11 Juni 83 karena berpotensi menyebabkan kebutaan. Pengumuman ini menjadi booming seketika dan langsung membuat resah.
Jutaan Spanduk dan Selebaran Disebar
Tak cukup dengan instruksi langsung dari Harmoko yang kemudian turun ke hirarki pemerintahan yang lebih rendah, pemerintah juga makin membuat warga takut gerhana dengan banyaknya selebaran dan spanduk yang disebar. Isinya pun sama, larangan untuk melihat gerhana matahari total secara langsung. Bahkan selebarannya sendiri disebar melalui pesawat-pesawat biar bisa menjangkau area yang lebih luas.
Pengumuman di Media Cetak Makin Bikin Rakyat Makin ‘Keder’
Tidak berhenti sampai spanduk dan selebaran, beberapa media cetak kenamaan tak ketinggalan untuk membantu pemerintah menyebarkan peringatan mematikan ini. Tercatat kala itu koran Kedaulatan Rakyat memuat tulisan bernada menakutkan. Tajuknya, “Ada 1.911.000 Orang Buta, Setelah Gerhana Matahari Total Berapa?”
Pemerintah Hancurkan Belasan Kacamata Gerhana dan Buku-Buku Terkait
Saking takutnya rakyat bakal tetap penasaran, pemerintah juga melakukan aksi pemusnahan kacamata gerhana yang dibikin oleh sebuah rumah usaha di Bandung. Jumlahnya sendiri tidak tanggung-tanggung, 18 ribu lebih.
Segala Jimat pun juga Diberangus
Lucunya, meskipun begitu gencar diberitakan, namun masih banyak lho orang-orang yang penasaran dengan fenomena ini. Bahkan sampai rela membeli jimat-jimat yang konon bakal bikin penggunanya kebal dengan gerhana matahari. Di Madura ada orang-orang yang memanfaatkan ini dengan menjual jimat-jimat langsung pakai seharga seribu rupiah. Tak hanya di tanah Sakera saja, jimat-jimat ini juga ditemukan di Manado.
Apakah Gerhana 1983 Benar-Benar Mematikan?
Kalau bukan karena bahayanya yang nyata, lalu kenapa pemerintah sampai melakukan segala hal yang sangat menghebohkan itu? Kesannya memang seolah seperti itu, tapi biarkan para pakar menjelaskan kebenarannya.
Lucu ya, rakyat dulu begitu nurut ketika pemerintah memberi himbauan. Sebenarnya bukan salah pemerintah juga sih, orang-orang dulu memang masih percaya klenik-klenik yang mengatakan jika momen gerhana matahari adalah saat di mana muncul raksasa besar yang akan memakan apa pun. Terlepas dari semua hal ini, tentulah ada alasan khusus kenapa pemerintah memberi peringatan seperti itu. Tidak mungkin juga kan orang-orang cerdas di pemerintahan juga percaya hal tersebut?