Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyelenggarakan ajang Formula E di Monas terus bergulir meski menjadi sorotan di sana-sini. Berbagai persiapan pun dilakukan untuk mendukung suksesnya dengan acara balap mobil listrik bertaraf internasional tersebut.
Salah satunya adalah proses pengaspalan di atas batu alam atau cobblestone di Lapangan Merdeka Monas untuk jalur lintasan Formula E. Karena khawatir hal tersebut bisa merusak batu, keberadaan cobblestone pun sempat menjadi sorotan. Tak terkecuali proses pengaspalan itu sendiri. Selengkapnya, simak ulasan Boombastis berikut ini.
Batu alam yang ditetapkan sebagai cagar budaya yang dilestarikan
Pantas bila rencana balapan di kawasan Monas menjadi sorotan. Semua benda yang ada di sana – termasuk batu alam atau cobblestone yang bakal digunakan sebagai lintasan balap Formula E, termasuk dalam kawasan cagar budaya. Kepala Seksi Pelayanan UPK Monas Irfal Guci berpegang pada UU No 11/2010.
“Monas itu baik tugu maupun kawasannya adalah cagar budaya. Itu batu candi (cobblestone) yang punya kekuatan lebih. SK gubernur 475 [tahun 1993] lampiran nomor 17 dan 19 menyebut bahwa Monas kawasan cagar budaya,” ucapnya yang dikutip dari Jakarta.bisnis.com (17/02/2020).
Menjadi sorotan setelah akan digunakan sebagai lintasan ajang balapan Formula E
Keberadaan cobblestone di Monas menjadi sorotan setelah pihak penyelenggara Formula E bakal menggunakannya sebagai lintasan balapan. Itu artinya, batu alam yang ada akan dilapisi oleh aspal di atasnya. Hal inilah yang kemudian menjadi sorotan karena dikhawatirkan akan merusak keberadaan cobblestone itu sendiri.
Meski demikian, Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Iwan H Wardhana menanggapi bahwa hal tersebut tak perlu dikhawatirkan. Pihaknya sendiri telah mengeluarkan rekomendasi kepada penyelenggara terkait hal-hal teknis yang akan digunakan untuk membangun sirkuit Formula di Monas. Termasuk pengaspalan di atas cobblestone.
Dijamin tak merusak dengan penggunaan teknologi pengaspalan terbaru
Saat proses pengaspalan, pihak penyelenggara Formula E menggunakan teknologi geotextile yang dianggap tidak merusak cobblestone Monas. Hal ini dijelaskan oleh sebuah akun Twitter bernama Jakarta Eprix, di mana postingannya memperlihatkan teknologi pengaspalan yang dimaksud.
iya geotex ini juga sy pakai di roof top garden, jd kalo hujan deras pun air lancar mengalir tanpa takut terhambat tanah atau daun pic.twitter.com/J8VXgq5evP
— UseRnT_1 (@UseRonT1) February 23, 2020
Lebih lanjut, akun tersebut menuliskan bahwa aspal geotextile tersebut nantinya bisa dicopot atau dikelupas kembali jika gelaran Formula E telah usai. Cobblestone pun kembali menjadi fungsinya yang semula. Unggahan akun Jakarta eprix itu pun kemudian banjir komentar dari netizen.
Pengaspalan terhadap cobblestone juga dilakukan oleh negara-negara Eropa lainnya
Pengaspalan dengan menggunakan teknologi geotextile seperti yang diungkap oleh akun Jakarta eprix sejatinya bukanlah hal yang baru. Beberapa negara penyelenggara ajang Formula E di Eropa seperti Roma, Italia dan Paris, Prancis, juga menggunakan teknik yang sama.
Seperti di lintasan yang mengitari situs Les Invalides, cobblestone di sana bahkan berusia 350 tahun. “Pelapisan lalu kemudian dikelupas dilakukan Paris, di Roma, ini dilakukan setiap tahun. Pelapisan lalu kemudian dikelupas dilakukan Paris, di Roma, ini dilakukan setiap tahun,” ucap Wisnu Wardhana, Deputi Bidang Teknis Formula E Jakarta yang dikutip dari Bola.com (23/02/2020).
BACA JUGA: Formula-E, Balapan Keren Sekelas F1 yang Bakal Berlangsung di Jakarta
Ajang Formula E tak hanya menjadi sorotan dari masyarakat yang terbelah antara pro dan kontra soal pelaksanaannya, tapi juga anggaran yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta terbilang besar untuk balapan mobil listrik tersebut. Dilansir dari Tirto.id (25/02/2020), kurang lebih Rp 1,56 triliun dikucurkan untuk membiayai ajang tersebut.