Freeport masih jadi perhatian banyak orang sekarang ini. Terlebih dengan adanya fenomena kasus papa minta saham yang masih terus dipersidangkan dengan babak akhir yang masih abu-abu, alias belum bisa ditarik kesimpulannya. Terlepas dari polemik Freeport ini, mungkin banyak yang lupa jika sebenarnya tak hanya Papua yang punya cadangan emas besar. Bergeser sedikit ke arah barat, kita akan menemukan Nusa Tenggara Barat dengan PT. NewMont-nya.
Meskipun tak segila tambang Freeport yang menghasilkan hampir sejuta ons emas tiap tahunnya, NewMont menghasilkan emas yang tidak sedikit pula. Sekitar 200-300 ribu ons tiap tahunnya. Sayangnya, NewMont mewarisi problem yang sama dengan Freeport. Apalagi kalau kurang maksimalnya perusahaan ini mengayomi masyarakat sekitarnya. Mulai dari dampak limbah sampai soal wacana penyerapan tenaga kerja sekitar.
NewMont akan habis kontraknya di tahun 2038 mendatang, dan diperkirakan cadangan emas di sana masih tersisa sebanyak 690 ribu ton. 23 tahun lebih dari cukup untuk mengeruk semua emas ini dan pada akhirnya tak menyisakan satu gram pun bagi masyarakat setempat. Lagi-lagi, rakyat hanya bisa melihat kekayaannya diambil tanpa pernah kebagian dalam jumlah besar. Jika saja sejak awal NewMont dikelola masyarakat sendiri, maka akan banyak hal menakjubkan yang akan terjadi. Misalnya hal-hal mencengangkan ini.
NewMont mungkin menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk anggaran daerah NTB, namun jumlahnya tentu tak sebesar laba bersih mereka yang tiap tahun diperkirakan mencapai ratusan juta dolar. Bayangkan jika NewMont sejak awal dikelola masyarakat lokal, pasti NTB akan menggeser Kalimantan Timur sebagai provinsi paling makmur Se-Indonesia.
Bagaimana tidak makmur, emas yang dikelola sendiri tentunya akan berdampak pada peningkatan pendapatan daerah yang sangat drastis. NewMont mulai beroperasi pada tahun 1986, bayangkan berapa banyak emas yang sudah digali. Bayangkan pula jika ini semua sejak awal jadi milik warga NTB sendiri.
Dari data sensus tahun 2010, siapa yang menyangka jika Nusa Tenggara Barat yang notabene adalah rumah dari salah satu tambang terbesar di Indonesia, masuk ke dalam 10 provinsi dengan tingkat kemiskinan paling tinggi. Tentu saja ini jadi hal yang sangat miris mengingat sudah berapa miliar dolar yang dihasilkan NewMont dari tambang di tempat ini.
Seandainya pengelolaan emas di NTB ini dilimpahkan kepada masyarakat sekitar, maka kemiskinan pun takkan pernah melabeli Nusa Tenggara Barat. Terdengar seperti mimpi di siang bolong ya? Padahal jika pemerintah lebih bijak pada awalnya, maka bisa saja emas-emas itu akan membuat NTB takkan pernah miskin.
NTB masuk sebagai provinsi dengan jumlah daerah tertinggal yang cukup banyak. Jangankan fasilitas memadai, listik dan air bersih pun susah ditemukan di beberapa tempat terpencil. Kondisi miris ini pasti akan jauh berubah jika hujan emas di NewMont itu tidak lari ke perusahaan yang berbasis di Amerika itu.
Pembangunan akan makin pesat. Entah itu jalan-jalan, sekolah, universitas, implementasi teknologi maju dan sebagainya. Hal ini mungkin nantinya akan menjadikan NTB sebagai Jakartanya Indonesia Timur. Menakjubkan, bukan?
Mungkin sudah jutaan ons emas yang dikeruk NewMont sejak tahun pertama mereka beroperasi hingga saat ini. Kalau dianalogikan mungkin emas-emasnya akan memenuhi rumah-rumah. Bayangkan jika tambang tersebut diprivatisasi dan hasilnya dibagi rata kepada penduduk NTB.
Ya, mungkin para wanita di sana akan memakai gelang-gelang emas sampai siku mereka. Tiap orang juga pasti punya tabungan emas yang jumlahnya bisa mencapai belasan kilogram per orang. Kalau dikonversikan dengan uang, maka tiap kepala akan mendapatkan free cash sebanyak ratusan juta bahkan miliaran rupiah.
Memang tak menampik jika NewMont memberi royalti kepada daerah, namun jumlahnya sangat kecil. Di tahun 2013 kemarin, pemerintah daerah hanya menerima Rp 20 miliar saja. Padahal tiap tahunnya, diperkirakan perusahaan yang berpusat di Denver, Amerika Serikat, itu mendapatkan pendapatan hampir Rp 18 triliun. Tentu jumlah ini sangat-sangat timpang.
Seandainya saja pemerintah setempat yang mengelola tambangnya sejak awal, maka tak bisa dibayangkan betapa bahagianya wajah-wajah orang NTB ketika tiap tahunnya uang Rp 18 triliun itu dibagi rata ke kantong-kantong mereka. Dampaknya pun tak usah kita bahas karena mereka akan mampu melakukan apa pun. Entah itu berhaji dengan fasilitas terbaik tiap tahun, atau mungkin umroh tiap sebulan sekali.
Sayangnya, hal-hal menakjubkan seperti di atas akan sangat susah untuk diwujudkan. Alasannya tentu sangat banyak, mulai dari keterbatasan teknologi pemerintah, pengaruh besar Amerika, sumber daya manusia dan juga mental orang Indonesianya sendiri. Kontrak NewMont masih tersisa 23 tahun lagi yang kemungkinan besar akan diperpanjang dengan melakukan ekspansi ke daerah-daerah NTB lain yang potensial tambangnya. Lalu apa yang akan tersisa bagi masyarakat NTB nantinya? Ya, mungkin hanya limbah dan sedikit royalti yang jumlahnya bikin miris itu.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…