Yang namanya tempat pemukiman penduduk, pastilah dihuni oleh penduduk dengan berbagai usia dan jenis kelamin. Tapi tidak dengan desa kecil yang terletak di padang rumput Samburu, utara Kenya ini. Penduduk di desa ini semuanya wanita. Bahkan pria dilarang memasuki desa kecil ini.
Komunitas yang diberi nama Umoja ini dibuat oleh 15 wanita pada tahun 1990. 15 wanita ini adalah orang-orang yang dulunya pernah diperkosa oleh tentara Inggris. Desa spesial ini menawarkan perlindungan dan harapan untuk wanita yang telah mengalami penganiayaan. Di tempat inilah para wanita mencari perlindungan dari kekerasan yang mereka alami seperti perkosaan, pernikahan yang dipaksakan, female genital mutilation atau mutilasi alat kelamin wanita, serta kekerasan rumah tangga.
Seita Lengima, salah satu penduduk tertua di Umoja mengatakan bahwa di luar komunitas tersebut, wanita dikekang dan diatur oleh pria sehingga nasib para wanita tersebut tidak bisa berubah. Di Umoja, wanita punya kebebasan mereka.
Rebecca Lolosoli, salah satu pendiri Umoja ini pernah sampai dirawat di rumah sakit setelah dianiaya oleh sekelompok pria saat ia mengungkapkan ide untuk membuat komunitas wanita. Para pria memukulinya untuk memberikan pelajaran karena berani bicara pada wanita lain di desanya tentang hak mereka.
Meski begitu, jangan dikira para wanita yang berlindung di Umoja hanya sekedar wanita yang mencari kebebasan. Bukan. Di sini mereka punya cerita masa lalu menyakitkan yang sayangnya tidak didengar oleh para pria di tempat tinggal mereka dulu. Salah satu contohnya adalah Mamusi, penyambut tamu desa Umoja. Ia mengatakan bahwa dirinya ditukar dengan beberapa ekor sapi oleh ayahnya saat masih berusia 11 tahun untuk dijadikan istri bagi seorang pria berusia 57 tahun.
Salah seorang wanita lainnya, Jane yang berusia 38 tahun diperkosa oleh 3 orang pria. Saat itu ia sedang menggembala kambing dan domba milik suaminya sambil membawa kayu bakar. Tiba-tiba ia diserang oleh tiga orang pria yang kemudian memperkosanya. Karena merasa malu dan terluka, ia tidak berani berkata apa-apa. Namun saat suaminya mengetahui apa yang terjadi, Jane justru dipukuli dengan tongkat oleh suaminya. Akhirnya ia membawa anaknya dan pergi dari desa asalnya menuju Umoja.
Kabar tentang desa ini lama kelamaan semakin menyebar. Seita mengingat bagaimana ia mendengar kabar tentang Umoja dari gosip yang beredar di desanya. Ketika ia tiba di Umoja, ternyata situasi lebih baik dari yang diharapkannya. Ia diberi seekor kambing, diberi air, dan mulai merasa aman di sana.
Saat ini, ada 47 wanita dan 200 anak-anak yang tinggal di Umoja. Para wanita mendapatkan penghasilan dengan menyediakan kemah bagi turis serta menjual perhiasan tradisional. Desa tersebut juga memasang tarif yang kecil untuk turis yang ingin mengunjungi desa mereka. Dengan penghasilan tersebut, para wanita di Umoja mampu bertahan untuk beutuhan sehari-hari mereka.
Tidak hanya itu saja, para wanita di sini juga belajar banyak hal yang biasanya dilarang dilakukan seperti bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Di Umoja, mereka bisa mendapatkan penghasilan mereka sendiri dan saat turis membeli perhiasan yang mereka buat, para wanita tersebut merasa sangat bangga.
Hingga saat ini, usaha mendapatkan keadilan terutama bagi mereka yang diperkosa oleh tentara asing tidak membuahkan hasil. Namun bagi para wanita Umoja, hal yang terpenting bagi mereka adalah memiliki tempat aman yang bisa mereka sebut rumah.