Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu bagian daerah di Indonesia yang kaya budaya. Salah satunya adalah berburu paus, yang sering dilakukan oleh orang-orang LaLamalera. Ya, jika selama ini kamu mungkin tau perburuan paus dari film bertajuk ‘In The Heart of The Sea’, hal itu bisa kamu saksikan langsung di Lamalera.
Tradisi ini sudah diwariskan dari nenek moyang mereka, sehingga menjadi bagian kehidupan yang enggak boleh hilang. Meskipun sebenarnya perburuan ini menuai pro dan kontra, sekian hal inilah yang menjadikan masyarakatnya tetap kukuh tak meninggalkan tradisi.
Hal yang menjadi sebab paus diburu
Sebenarnya, bukan paus saja yang menjadi buruan di Lamalera ini, tetapi berbagai jenis hewan besar seperti lumba-lumba, ikan duyung, dan juga hiu. Berdasar pada catatan sejarah, tradisi ini sudah ada sejak abad ke-16. Bahkan jika datang ke desa Lamalera, pengunjung akan disambut dengan tulang paus beserta ucapan ‘Selamat Datang di Desa Pemburu Paus’.
Waktu yang digunakan untuk berburu
Tak sembarangan, ada waktu tersendiri di mana berburu paus diperbolehkan. n Masyarakat akan memilih musim Lefanua, di mana laut berada dalam kondisi yang tenang (antara Mei-Oktober). Sebelum acara perburuan, mereka mengadakan upacara pelepasan, permintaan maaf, dan berdoa kepada para leluhur agar mendapat tangkapan yang melimpah. Ya, layaknya di film perburuan paus yang ada di televisi.
Hasil tangkapan dibagikan layaknya hewan kurban
Menangkap paus ini hanya boleh menggunakan peralatan tradisional. Karena masyarakat percaya bahwa alat modern bisa saja merusak habitat dan juga membunuh paus dengan jalan yang kejam. Nantinya, jika sekelompok orang sudah berhasil mendapatkan buruan mereka, daging akan dibagikan layaknya hewan kurban ketika Idul Adha.
Mengapa perburuan tak dilarang, padahal mengancam kehidupan mamalia tersebut
Inilah pertanyaan yang paling krusial, mengapa berburu paus di Lamalera tidak dilarang? Perlu Sahabat semua ketahui bahwa, walaupun banyak yang mengecam tradisi ini, lembaga konservasi dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia memperbolehkan perburuan tetap dilakukan. Tak hanya adat yang sudah berlangsung selama berabad-abad saja, masyarakat tahu betul bagaimana tata cara berburu yang baik agar tidak merusak habitat paus dan berdampak buruk bagi manusia.
BACA JUGA: Laut Berubah Merah Setelah Pembantaian Paus Besar-Besaran di Pulau Faroe
Kekhawatiran masyarakat akan rusaknya habitat dan terancamnya paus ini berbanding lurus dengan alasan tetap dilestarikannya tradisi berburu. Bagi orang-orang Lamalera, paus adalah berkah nenek moyang yang dikirim kepada mereka sebagai sumber kehidupan. Banyaknya pihak yang memonitoring juga akan memastikan bahwa orientasi mereka bukan materi, tetapi seni untuk bertahan hidup.