Buntut dari skandal pembunuhan saudara tiri diktator Korea Utara kian memanjang. Korea Utara marah besar atas tindakan sewenang-wenang Malaysia yang telah melakukan penyelidikan tanpa seijin mereka. Korut juga gerah karena beberapa petingginya dituding telah terlibat dalam skandal pembunuhan yang menggemparkan itu.
Belum lagi kedua negara saling menarik duta besarnya masing-masing Teranyar, Korea Utara resmi “menyandera” semua warga Malaysia yang sedang berada di sana hingga polemik ini telah menemui titik terang persis seperti yang mereka inginkan.
Akankah ketegangan diplomatik ini berujung pada peperangan? Bagaimana jadinya bila Korea Utara berperang dengan negeri jiran tersebut? Di bawah ini ada tiga skenario yang mungkin terjadi seandainya kedua negara yang sebelumnya punya hubungan sangat baik ini berperang.
Malaysia akan kewalahan dengan serangan Korea Utara
Jika melihat peta perbandingan kekuatan militer antara keduanya, Malaysia kalah telak. Pertama, dari jumlah personel aktif. Korea Utara punya 700 ribu prajurit, sedangkan Malaysia hanya punya 110 ribu orang saja.
Belum lagi dari segi alutsista. Baik armada laut, darat, dan udara, Malaysia sungguh tak sebanding. 944 armada udara Korea Utara berbanding 227 buah milik Malaysia. Jumlah tank Korea Utara sebanyak 4.200 buah, jauh terpaut dengan Malaysia yang hanya 74 buah. Terakhir, Korea Utara punya kekuatan laut dalam armada sebanyak 1.000 unit berbanding 61 saja milik Malaysia.
Bisa dibayangkan bukan bagaimana repotnya Malaysia jika harus berkonfrontasi satu lawan satu dengan Korea Utara? Bisa-bisa negara yang satu rumpun dengan Indonesia itu luluh lantak dalam waktu sekejap.
Korea Utara yang akan digempur habis-habisan
Skenario di atas berlaku jika hanya kedua negara tersebut yang berperang tanpa adanya intervensi dari pihak lain. Lalu, bagaimana jika seandainya negara lain ikut “nimbrung” dalam peperangan ini?
Korea Utaralah yang akan hancur berkeping-keping. Kalau kamu belum tahu, Malaysia ternyata merupakan salah satu dari empat negara yang menandatangani Five Power Defence Arrangements (FPDA). Selain Malaysia, keempat negara lain yang meneken perjanjian tersebut adalah Australia, Inggris, Selandia Baru, dan Singapura. Singkatnya, apabila salah satu dari lima negara tersebut mendapat serangan, keempat negara lainnya tak akan tinggal diam untuk saling memberi pertolongan.
Belum lagi jika mempertimbangkan negara seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat. Tahu sendiri kan betapa “gemasnya” kedua negara ini terhadap Korea Utara? Jika negara lain ikut terlibat, dan memang pasti terlibat, Korea Utara harus bersiap digempur habis-habisan.
Bencana Nuklir yang berujung pada perang dunia ketiga
Satu hal yang ditakutkan dari Korea Utara bukan hanya banyaknya personel aktif atau berjibunnya armada di berbagai medan, tapi senjata nuklir yang mereka punya.
Korea Utara punya banyak misil mematikan yang siap diluncurkan kapan saja. Diketahui mereka punya tiga jenis misil yang masing-masing dinamakan Nodong 1, Nodong 2, dan Taepodong1. Ketiganya juga punya jarak tempuh yang berbeda pula. Nodong 1 punya jarak tembak hingga 1.300 km, Nodon 2 jaraknya 1.500 km, dan Taepodong 1 punya jarak tempuh hingga 2.000 km. Terakhir, Korea Utara tengah mengembangkan satu rudal lagi yang bernama Taepodong 2 dan diperkirakan punya daya jelajah hingga 8.000 km!
Untuk merespons hal tersebut, bahkan Amerika Serikat telah mengalihkan persenjataan misil, kapal selam nuklir, pesawat tempur berjenis stealth, dan persenjataan serta armada canggih lainnya ke Korea Selatan. Hal ini untuk mengantisipasi, jika seandainya Korea Utara memutuskan untuk mengakhiri perang ini dengan meluncurkan misil berhulu ledak nuklir yang juga kemungkinan bakal menandakan dimulainya perang dunia ketiga.
Itulah tiga skenario yang mungkin terjadi seandainya kedua negara ini berperang. Semoga saja masalah dapat dipecahkan dengan menghasilkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Dan semoga saja perang dunia ketiga seperti yang terus dihembuskan oleh media-media barat sana tidak akan dan tidak akan pernah terjadi. Sebab, dampaknya tak hanya merugikan kedua negara itu saja, tapi mayoritas negara yang lain, termasuk negara kita, Indonesia.