Foto sudah menjadi tren di kalangan masyarakat mulai era dahulu kala. Bentuknya yang dulu dalam cetak kertas, kini sudah bisa dinikmati tanpa harus mencetaknya yaitu dalam bentuk digital. Kini pun gambar tak harus di ambil di studio, tetapi juga melalui kamera yang handy yaitu mulai dari kamera yang terpasang di handphone hingga kamera masa kini dengan berbagai jenis lensa.
Dengan meningkatnya teknologi ini, kita dimudahkan untuk mengambil foto di manapun kita suka sebagai pengabadian momen. Oleh karena itu di era ini banyak sekali fotografer handal yang dibutuhkan untuk memotret model, pemandangan, produk atau bahkan acara-acara khusus seperti pre-wedding, resepsi pernikahan hingga acara wisuda.
Fenomena tersebut juga berpengaruh pada seorang kakek yang juga seorang fotografer yang menjual jasa fotonya. Namun yang berbeda adalah ia menjual jasanya secara keliling dan ia akan datang ke acara-acara penting untuk mencari peruntungan. Dengan sebuah kamera yang ia tenteng ke mana-mana, ia menawarkan jasa foto. Salah satu acara yang ia tunggu untuk mengais rejeki adalah acara wisuda.
Pada acara tersebut biasanya ia menawarkan jasanya dan setelah ia memotret, kemudian di cetaknya hasil foto tersebut. Tiap foto yang telah ia cetak, ia patok harga sekitar Rp 15.000 hingga Rp 20.000 untuk tiap lembarnya. Jika hanya ada acara wisuda inilah, ia bisa mendapat sesuap nasi. Namun sayang, ia tidak bisa bertumpu pada pendapatan jasa foto ini karena jarang yang membeli jasanya di luar acara-acara penting. Seperti yang kita ketahui, di jaman yang sudah modern ini, masyarakat sudah banyak yang memiliki kamera. Mulai dari kamera yang terdapat di handphone hingga kamera berlensa yang harganya jutaan rupiah.
Kakek renta ini telah hidup di masa jaman penjajahan hingga kini masa kemerdekaan. Ia bahkan pernah ikut berjuang dalam perang melawan penjajah pada masa Indonesia masih belum mengumumkan kemerdekaannya. Namun, kehidupannya kini tidak semulus harapannya. Jasanya saat membantu terwujudnya kemerdekaan di masa penjajahan tidak mengubah ranah kehidupan dirinya. Untuk mencari makan pun ia harus bersusah payah untuk berkeliling menawarkan jasa fotonya.
Keaadaan kakek yang berasal dari Padang, Sumatera Barat ini kini sebatang kara di kota perantauan Jakarta. Tak ada satupun sanak saudara yang menghubunginya. Ia seperti terlupakan begitu saja oleh keluarga di kampung halamannya. Ia biasanya duduk di OCBC, samping Mall Ambassador, Kuningan Jakarta selatan saat istirahat untuk sekedar beristirahat, menghilangkan dahaga dan mengganjal rasa lapar dengan beberapa snack yang ia punya. Kehidupannya kini bergantung pada kamera DSLR yang satu-satunya ia punya saat ini.
Kehidupan memang tak selalu sesuai dengan harapan. Adakalanya senang ada juga saat kita sedih hingga ingin mengakhiri semuanya. Namun, hal yang terpenting adalah selalu bersyukur dan semangat untuk meraih tujuan. Lakukan hal-hal yang positif yang bisa membuat diri lebih berkembang. Layaknya kakek rantau asal Padang ini. Meski ia sebatang kara, ia tak lantas meneruskan hidupnya dengan bermalas-malasan atau meminta-minta. Ia bekerja keras dan selalu beryukur walau penghasilnnya tak banyak.