Menjalani hidup itu memang tidaklah mudah. Ada banyak cobaan yang terkadang membuat kita merasa begitu berat dalam menjalani hidup. Namun sebenarnya sejak jaman dahulu kala, para leluhur selalu berusaha mengajarkan kita cara hidup yang baik dan membuat kita lebih bijaksana dalam menghadapi setiap persoalan hidup.
Masyarakat Jawa memiliki cara tersendiri untuk mengajarkan falsafah hidup, salah satunya adalah dengan menggunakan peribahasa yang bertujuan untuk menata hidup manusia. Meski begitu saat ini filosofi Jawa ini sering dinilai sebagai hal yang kuno. Padahal jika kamu mau berhenti sejenak dan meresapinya, kamu akan lebih bijaksana dalam menjalani hidup. Berikut ini beberapa diantaranya.
1. Ojo Kuminter Mundak Keblinger, Ojo Cidra Mundak Cilaka
Maksud dari kalimat ini adalah jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah dan jangan berbuat curang agar tidak celaka. Merasa bahwa diri sendiri pandai adalah hal yang baik karena hal tersebut bisa meningkatkan rasa percaya diri. Tapi kita harus ingat bahwa selalu ada orang yang lebih pandai dari kita, maka jangan pernah merasa bahwa diri sendiri paling pandai.
Jangan pernah juga berusaha melakukan kecurangan saat kamu ingin meraih sesuatu. Kecurangan mungkin bisa membuatmu meraih kesuksesan, tapi itu tidak akan bertahan lama karena pada akhirnya kecurangan hanya membawa celaka. Dengan berbuat curang, kamu mempertaruhkan reputasi dan beberapa kesuksesan yang sudah kamu miliki.
2. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Digdaya Tanpa Aji, Sugih Tanpa Bandha
Dalam bahasa Indonesia, ‘nglurug tanpa bala’ artinya adalah berjuang atau menyerang tanpa pasukan. Namun bukan berarti kita harus berjuang sendirian, melainkan mengajarkan untuk menjadi orang yang tidak mudah ikut-ikutan atau terhasut serta berani bertanggung jawab dengan masalah yang terjadi. ‘Menang tanpa ngasorake’ berarti menang tanpa merendahkan. Jadi, tujuan yang kamu inginkan haruslah dilakukan tanpa merendahkan atau mempermalukan orang lain.
‘Digdaya tanpa aji’ secara harfiah artinya adalah kekuasaan tanpa kekuatan. Maksud dari ungkapan ini adalah tidak menciptakan kekuasaan karena harta, kekuatan, atau pengaruh keturunan. Sesungguhnya, kekuasaan bisa tercipta dari wibawa, citra, perkataan dan perilaku yang membuat orang lain menghargainya. ‘Sugih tanpa bandha’ atau kaya tanpa harta. Maksud dari kalimat ini adalah kekayaan bukanlah tolak ukur yang utama. Kaya yang dituju bukanlah mengumpulkan uang atau harta, tapi dengan membuat hubungan baik dengan setiap orang.
3. Urip Iku Urup
Dalam bahasa Indonesia, ungkapan ini bisa berarti bahwa hidup itu menyala. Seperti nyala api yang berkobar, hendaknya kita juga menjalani hidup dengan berkobar dan penuh semangat dan bisa memberi manfaat bagi orang-orang di sekitar kita. Hidup bukan tentang diri sendiri, tapi juga tentang orang-orang di sekitar kita.
‘Urup’ juga bisa berarti menukar. Konsepnya di sini adalah semua pihak sama-sama mendapatkan manfaat. Misalnya, padi yang sudah dipetik di ‘urup’ dengan barang kebutuhan lain seperti sayur atau ikan. Maka kedua belah pihak sama-sama mendapatkan manfaat. Begitulah selayaknya kita menjalani hidup, yaitu dengan saling memberi manfaat pada orang lain.
4. Sura Dira Jaya Jayadiningrat, Lebur Dening Pangastuti
Secara harfiah, ungkapan ini berarti, ‘segala macam bentuk kemungkaran dapat dikalahkan oleh kelembutan hati’. Suro Diro Joyo Diningrat bisa berarti segala bentuk kejahatan, sedangkan pangastuti adalah adalah sikap pasrah dan taat pada Tuhan.
Jika dirangkaikan, maka makna dari istilah ini adalah bahwa segala macam kejahatan bisa dikalahkan atau diatasi bukan dengan melakukan hal yang sama atau balas dendam. Melainkan dengan sikap pasrah dan taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5. Ojo Gumunan lan Kagetan, Ojo Getunan lan Aleman
‘Ojo Gumunan lan Kagetan’ dalam bahasa Indonesia berarti jangan mudah terheran-heran dan jangan mudah kaget. Kalimat ini punya makna bahwa kita diajak untuk tidak mudah kaget, heran, atau terpana sehingga menjadi suka menyanjung seseorang. Maksudnya adalah karena kita juga bisa meraih apa yang menjadi kesuksesan seseorang jika kita mau berusaha. Selain itu, satu-satunya yang pantas disanjung dan dipuji hanyalah Tuhan.
‘Ojo Getunan lan Aleman’ berarti jangan gampang terlalu menyesali keadaan dan mudah ngambek atau manja. Maksud dari ungkapan ini adalah mengajak kita agar tidak berlarut-larut menyesali keadaan. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahaan dan mengalami kegagalan, jadi jangan manja dan segeralah bangkit untuk memperbaiki keadaan.
Falsafah Jawa sebenarnya mengajarkan hal-hal yang baik dalam kehidupan manusia. Sayangnya banyak orang kini justru menganggap falsafah tersebut kuno dan ketinggalan jaman.