Yogyakarta memang penuh dengan makanan legendaris yang selalu membuat kangen. Mungkin kamu sudah tak lagi asing dengan jajanan lupis, cenil, gatot, hingga tiwul yang dijual oleh Mbah Satinem di dekat Tugu Jogja. Ya, simbah sudah mulai berjualan lupis sejak tahun 1963, bahkan yang terbaru dan bikin kaget adalah jajanannya yang dibeli oleh Lee Seung Gi.
Selain Mbah Satinem, ada satu nama lagi yang terkenal dengan makanan gudegnya, namanya Mbah Pon. Yang menarik dari Mbah Pon ini adalah ia sukses menyekolahkan 5 orang anaknya di universitas ternama, tanpa beasiswa. Bahkan, ia merasa hidupnya tak pernah didatangi oleh masalah. Mari kita simak kisah hebat Si Mbah penjual gudeg ini!
Ini Mbah Pon penjual gudeg di Bringharjo Jogja. Anaknya 5, yg 2 kuliah di UGM, yg 2 lagi di ITB, yg 1 di UI. Semua kuliah tanpa beasiswa. Satu waktu Simbah dipanggil seminar utk berbagi kisah hidupnya yg hebat. Byk pertnyan dilontarkan namun dijwb biasa, bikin penasaran psrta.. pic.twitter.com/5G6t3zkhNr
— Hafidz ALATTAS (@HafidzAlattas) February 3, 2020
Mbah Pon ini sudah menjual gudeg dari lama, ia bisa ditemui di pojokan Pasar Bringharjo. Punya lima orang anak, semuanya berhasil masuk ke dalam universitas ternama, dua di antaranya kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), dua lainnya di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan satu anak lainnya di Universitas Indonesia (UI). Sebagai seorang ibu yang hanya berjualan gudeg, jelas saja banyak yang ingin bertanya tentang resep sukses alah Mbah Pon.
Ia pun diundang untuk hadir serta dalam sebuah seminar. Para peserta pastinya ingin mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang bagaimana Mbah Pon menyekolahkan semua anaknya hingga sukses, tanpa mengandalkan beasiswa. Namun, yang membuat terkejut adalah cara Mbah Pon menanggapi setiap pertanyaan yang dialamatkan kepadanya.
Saat ditanya bagaimana acara mendidik anaknya, Mbah Pon hanya bilang, “nggih biasa mawon, nek nakal nggih dikandani”, kalau mau diartikan ke dalam bahasa Indonesia, “ya biasa saja, kalau nakal ya dikasih tau”. Pertanyaan soal pembayaran kuliah anak-anaknya pun dijawab mbah Pon dengan santai, “pas kedah bayar sekolah nggih dibayar” (Sewaktu harus membayar sekolah ya dibayar). Peserta seminar lain pun tidak tau harus bertanya apa lagi, karena jawaban yang diberikan oleh Mbah Pon ini sederhana sekali, namun mungkin memang begitu kenyataannya.
Sampai, satu peserta bertanya “Mbah Pon, napa njenengan mboten nate wonten masalah?” (Nenek Pon, apakah nenek tidak pernah ada masalah?). Dengan wajah yang tapak bingung, ia balik bertanya, “masalah niku napa tho? Masalah niku sing kados pundi?” (Masalah itu apa ya? Masalah itu yang dimaksud seperti bagaimana ya?)
Si peserta menjawab lagi “itu loh Mbah, misalkan sewaktu harus membayar sekolah pas waktu itu tidak ada uang untuk membayarnya”. Dengan nada datar Mbah Pon menjawab “oh, niku tho, nggih gampil mawon, dereng wonten artho nggih kula nyuwun Gusti Allah, lha ndilalah mbenjang e gudeg e wonten ingkang mborong” (Oh itu, ya mudah saja, belum ada uang, ya saya minta kepada Gusti Allah, lha ternyata besoknya gudeg saya ada yang memborong habis).
Jawaban inilah yang menampar para peserta yang hadir dalam seminar itu. Seorang nenek tua yang sudah banyak makan asam garam dalam hidupnya bahkan tidak tau apa itu masalah, sehingga ia selalu menganggap bahwa hidupnya tanpa masalah. Apapun yang tidak ia punyai, ia tinggal meminta kepada Tuhan, maka akan ada saja jalan dan rezeki yang datang.
BACA JUGA: Jajanan Legend Mbah Satinem Jogja, Favorit Presiden Soeharto Hingga Dicicipi Lee Seung Gi
Prinsip hidup seperti inilah kemudian dipuji oleh banyak netizen. Mereka kagum dengan sosok Mbah Pon yang selalu menganggap bahwa masalah itu bisa saja tidak ada, kalau kita tak menganggapnya sebagai masalah. Selanjutnya, dihadapi saja, sambil berusaha dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa.