Pada tanggal 13 Mei 1960, terjadi momen bersejarah yang tidak akan pernah dilupakan oleh dua bangsa yang berbeda, Indonesia dan Kuba. Pada saat itu, Presiden Sukarno berkunjung ke negeri yang dipimpin oleh Fidel Castro tersebut. Seperti ditulis buku Soekarno Poenja Tjerita yang dikutip dari tirto.id, agar Kuba berdiri di sepanjang jalan yang dilewati Sukarno. Mereka bersorak: “Viva President Sukarno.”
Baik antara Sukarno dan Fidel Castro, keduanya memang sahabat baik yang terpisah oleh dua benua berbeda. Meski demikian, kesamaan pandangan politik dari masing-masing pemimpin besar tersebut, membuatnya memiliki hubungan yang sangat erat. Tak heran jika Amerika Serikat ketakutan dan berupaya melenyapkan keduanya lewat cara-cara licik dan konspirasi tingkat tinggi yang dilakukan CIA.
Tokoh revolusioner yang sama-sama anti kapitalisme gaya barat
Baik Sukarno maupun Castro, keduanya sama-sama tidak menyukai hegemoni barat yang diusung oleh AS dan sekutunya. Hal ini terlihat saat Bung besar mengungkapkan kekesalannya pada negara tetangga Malaysia. Dilansir dari tirto.id, negeri Jiran itu dituding oleh dirinya sebagai negara boneka, antek bangsa-bangsa kapitalis, terutama Inggris dan Amerika.
Tak beda dengan Fidel Castro, ia juga memerangi gaya kapitalisme yang di usung oleh negara-negara di Blok Barat. Laman bbc.com menuliskan, Castro yang naik ke tampuk kepemimpinan menggantikan rezim Batista, menasionalisasi semua bisnis milik AS di pulau tersebut pada 1960. Castro bersikeras bahwa ideologinya, pertama dan terutama, adalah rakyat Kuba.
Sama bersemangat menggelorakan gerakan politik Non-Blok
Sebagai tokoh perjuangan di masing-masing negaranya, Sukarno dan Castro punya pandangan yang sama saat menyikapi gerakan Blok Barat dan Timur yang saat itu menguasai dunia. Laman tirto.di menuliskan, Di bawah Castro, Kuba memang sangat menghormati Indonesia.
Hal ini ditengarai kepeloporan Sukarno dalam menggalang solidaritas negara-negara Dunia Ketiga melalui Konferensi Asia Afrika, yang kala itu berhasil menjahit negara-negara berkembang agar tidak terkooptasi oleh dua blok besar yang bertarung pada masa Perang Dingin.
Sahabat sejati yang mengusung ideologi Marxisme
Sejak usia belia, Sukarno telah memantapkan hatinya pada ideologi Marxisme yang dikenalnya lewat Hartogh, seorang gurunya saat menempuh sekolah menengah HBS (Algemeene Middelbare School) di Surabaya. Dilansir dari kumparan.com, Ia menekankan pentingnya persatuan nasional, satu front bersama kaum nasionalis, Islamis, dan Marxis, dalam perlawanan tanpa kompromi (non-kooperatif) terhadap Belanda.
Senada dengan Sukarno, Castro juga berpaling ke ideologi Marxisme dan menenggelamkan diri dalam naskah-naskah Marxis. Seperti yang ditulis oleh laman bbc.com, ia percaya masalah ekonomi Kuba diakibatkan oleh kapitalisme yang tak terkendali dan hanya bisa diselesaikan lewat revolusi rakyat. Sama seperti yang diajarkan dalam Marxisme. Ideologi inilah yang kelak mengantarnya memegang tampuk kekuasaan tertinggi di Kuba.
Saling berbagi pengalaman satu dengan lainnya
Seusai revolusi Kuba di awal 1959, Sukarno kemudian berkunjung ke Kuba pada 13 Mei 1960 dan bertemu dengan Fidel Castro. Di sana, kedua pemimpin besar itu saling bercerita satu sama lain. Laman tirto.id menuliskan, Sukarnomemberi wejangan kepada Castro juga terkait bagaimana harusnya negara sosialis mengelola rakyatnya.
Saat itu, Bung besar menekankan bahwa kesejahteraan umum itu sumber kebahagiaan rakyat, dan negara tidak boleh menjadi tempat bagi penggarong atas nama kapital dan komoditi. Nasihat inilah yang akhirnya dipegang oleh Castro memimpin Kuba hingga mencapai kemakmuran. Bagi Amerika Serikat, inilah yang ditakutinya dari seorang Sukarno. Di mana ia mampu menggerakkan semangat anti-non blok dan menentang kapitalisme di negara-negara berkembang.
BACA JUGA: Mengulik Hubungan Antara Bung Karno dan Fidel Castro yang Katanya Mesra
Tak salah jika Amerika Serikat ketakutan melihat hubungan dekat dari kedua tokoh lintas benua tersebut. Selain sama-sama memiliki pandangan politik Marxis, baik Sukarno dan Castro juga memang dikenal anti kapitalisme yang diusung oleh blok Barat pimpinan Amerika Serikat. Hingga saat ini, keduanya dianggap sebagai simbol dari perjuangan negara-negara ketiga di dunia yang tak memihak siapapun (Non-Blok)
———-
Sumber referensi tulisan:
1. Obituari: Castro adalah Kuba dan Kuba adalah Castro
https://www.bbc.com/indonesia/dunia-38115412
2. SOEKARNO JATUH CINTA PADA MARXISME DI USIA 19 TAHUN
https://kumparan.com/anju-nofarof-hasudungan/soekarno-jatuh-cinta-pada-marxisme-di-usia-19-tahun
3. Peci, Keris, dan Kata-Kata Sukarno Buat Fidel Castro
https://tirto.id/peci-keris-dan-kata-kata-sukarno-buat-fidel-castro-b5Lc
4. Hubungan Politik Presiden Soekarno dan Fidel Castro
https://tirto.id/hubungan-politik-presiden-soekarno-dan-fidel-castro-b5Nh