Dalam pidatonya saat menjalai debat pilpres 2019 putaran pertama, capres Prabowo Subianto akan menaikkan gaji para birokrat dan para penegak hukum di tanah air jika terpilih. Dilansir dari finance.detik.com menuliskan, salah satu caranya adalah dengan meningkatkan tax ratio dari yang sekarang sekitar 11,5% menjadi 16% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Lupakan sejenak tentang tax ratio yang bikin mumet tersebut. Simpelnya, politisi dari partai Gerindra itu akan menaikkan gaji para PNS yang sekarang disebut sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Tujuannya adalah, agar para pegawai negara itu terhindar dari korupsi karena kecilnya hak yang didapat. Lantas, bagaimana dampak yang ditimbulkan?
Bakal membebani APBN negara
Selain dampak yang berujung pada kecemburuan sosial, wacana Calon Presiden Nomor urut 2 Prabowo Subianto untuk menaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) berpotensi semakin membebani keuangan negara (APBN). Menurut Ekonomi Indef Bhima Yudistira yang dikutip dari economy.okezone.com mengatakan, dana yang dialokasikan ke belanja konsumtif (biaya naik gaji PNS) akan menurunkan kualitas APBN yang semakin membebani keuangan negara. Alhasil, hal tersebut akan berpengaruh pada upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Kinerja PNS yang selama ini jadi sorotan
Salah satu yang hal mungkin membuat masyarakat non-PNS tidak ikhlas dengan kenaikan gaji pegawai negeri sipil adalah, kinerja mereka yang bisa dibilang kurang produktif. Memang bukan semuanya seperti itu. Tapi jika dirata-rata, kebanyakan memang melakukan hal negatif tersebut. Seperti yang ditulis oleh beritagar.id, 33 PNS dipecat setelah membolos lebih dari 46 hari dan dikenai sanksi Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri (PDHTAPS). Sebanyak 24 dari total PNS yang ada dikenai hukuman karena kasus membolos kerja tanpa keterangan. Ada juga yang terkena kasus narkotika, melakukan pungli, pemalsuan dokumen CPNS, cerai tanpa ijin pejabat yang berwenang hingga penggelapan uang titipan biaya nikah. Ckckckk..mikir-mikir dulu deh kalo mau naik gaji.
Berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial
Profesi sebagai PNS memang menjadi idaman pada saat ini. Seperti yang dikutip dari nasional.kompas.com, jumlah pelamar bahkan tembus hingga 4 juta orang. Selain gaji, para aparatur sipil negara itu juga menerima berbagai tunjangan yang besarannya berbeda-beda di tiap wilayah. Bisa dibilang, mereka bisa hidup berkecukupan dari pendapatan yang diterima. Namun jika ada wacana kenaikan gaji PNS seperti yang ada pada visi misi Prabowo Subianto, hal ini berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial. Terutama bagi pegawai honorer yang masih banyak berserakan di Indonesia.
Menjadi jalan untuk tindakan korupsi dan suap
Memiliki gaji yang lumayan untuk ukuran biaya hidup (bukan gaya hidup), ternyata tak membuat para aparatur sipil negara itu bersyukur dan lebih produktif dalam bekerja. Sebaliknya, mereka berani mengambil resiko dengan melakukan korupsi uang milik negara. Hebatnya lagi, mereka tetap menerima gaji meski menjadi pesakitan sebagai tersangka ‘maling’ uang rakyat. Laman bbc.com menuliskan, PNS terlibat korupsi banyak berada di Pekanbaru (301 orang), Medan (298), Denpasar (292), Jakarta (265), dan Bandung (263). Bisa dibilang, mereka masih aktif menduduki posisinya sebagai pejabat meski telah melakukan tindak pidana korupsi.
Gaji PNS dinaikkan menurut para ahli
Menurut Direktur Center for Budget Analysis, Uchok Sky Khadafi yang dikutip dari bisnis.tempo.co, kenaikan gaji pokok pegawai negeri sipil (PNS) bisa membebani APBN. Terlebih, pemerintah pusat juga belum memiliki standar dan indikator jelas yang menjadi alasan kenapa gaji PNS harus dinaikkan. Hal lain yang memberatkan adalah, tambahan salary yang ada ternyata belum dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan dari para PNS di Indonesia. “Pelayanan publiknya masih buruk, belum membaik. Tidak pantas (naik gaji)” ujarnya yang dikutip dari bisnis.tempo.co.
BACA JUGA: 5 Negara Berstandar Gaji Tinggi ini Bisa Bikin Pekerja Indonesia Ngiler
Sah-sah saja jika gaji para PNS dinaikkan. Namun dengan perjanjian, kinerja dan pelayanannya harus sebanding dengan nilai yang didapatkan. Jika ternyata tambahan salary itu malah membuat mereka bertambah malas dan tidak komitmen dengan kode etik profesinya, harus ada sanksi khusus yang sifatnya membuat efek jera bagi yang bersangkutan.