Di hari Selasa kemarin (15/01), ratusan driver Grab Kota Malang berkumpul di depan Gedung DPRD, Malang. Bukan karena menunggu orderan, tapi mereka ingin menyuarakan kekesalannya. Diwartakan oleh jawapos.com, mereka ingin menuntut keadilan dari perusahaannya. Sebab, semakin lama kebijakan dari perusahaan menjadi tidak manusiawi.
Koordinator aksi yaitu Dedi Hermawan mengutarakan jika perubahan sistem sangat memberatkan sebelah pihak. Sedangkan pihak lainnya mendapatkan untung yang berlipat-lipat. Driver di Kota Malang merasa dirugikan karena target yang diberikan terlalu tinggi, sedangkan pendapatan sangat tidak sepadan.
Bentuk protes dari kebijakan terbagi menjadi tiga poin. Poin pertama adalah tentang perusahaan yang menaikkan tarif dasar. Ya, ini memang seharusnya menjadi kebahagiaan tersendiri bagi para driver. Namun yang sangat disayangkan adalah potongannya untuk kantor. Jika tarifnya hanya Rp4 ribu, maka hanya beberapa persen yang diterima oleh pengemudi.
Kemudian di poin kedua ada target yang dibebankan terlalu tinggi. Di mana mereka ditargetkan untuk mendapatkan 480 poin sehari. Nah, dalam sekali mengangkut penumpang, si pengemudi akan mendapat 10 poin. Jadi, jika dihitung-hitung, driver harus mengangkut penumpang sebanyak 48 kali sehari. Itu berarti sama saja menghabiskan waktu 24 jam.
Terakhir, adanya order prioritas. Mereka harus menjalankan order bike, express dan juga food terlebih dahulu. Jika prioritasnya tidak diambil, maka si pengemudi enggak bisa mengambil orderan lainnya. Sehingga mereka ingin semuanya diaktifkan supaya poin yang didapat menjadi lebih banyak lagi.
Melihat aturan ini memang sangat memberatkan para driver. Di mana mereka harus kerja lembur bagai kuda untuk memenuhi target dari perusahaan. Bahkan kalau bisa dibilang, mereka hanya membantu perusahaan untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. Sedangkan nasib mereka sendiri jauh dari kata untung.
Selain itu untuk kebijakan waktu bekerja rasanya tidak masuk akal. Ya memang untuk driver ojek online ini waktunya sangat fleksibel, tapi kalau ditarget 48 kali mengemudi per hari, sama saja mereka harus kerja lembur. Padahal mereka ada keluarga yang menunggu di rumah. Kemudian kesehatan juga akan terganggu jika harus setiap hari bekerja seperti itu. Jadi tak heran kalau ada saja kecelakaan yang melibatkan para driver ojek online.
Padahal, di Pasal 78 Ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah dijelaskan terkait dengan lembur. Di sana dituliskan jika perusahaan mempekerjakan karyawan melebihi waktu yang ditentukan, maka harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Hal serupa diatur dalam Pasal 6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP-102/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur:
(1) Untuk melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha dan persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan.
(2) Perintah tertulis dan persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuat dalam bentuk daftar pekerja/buruh yang bersedia bekerja lembur yang ditandatangani oleh pekerja/buruh yang bersangkutan dan pengusaha.
(3) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus membuat daftar pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja/buruh yang bekerja lembur dan lamanya waktu kerja lembur.
Nah, merujuk kedua pasal di atas, bisa dibilang perusahaan sudah melanggar aturan yang ada. Hmm.. ada baiknya, jika perusahaan segera menindaklanjuti masalah ini. Jangan didiamkan saja, selesaikan masalah ini supaya kedua belah pihak sama-sama untung. Karyawan bukan hanya aset berharga yang bisa diperas tenaga dan pikirannya. Tapi lebih kepada solusi untuk membantu perusahaan supaya lebih maju lagi.
BACA JUGA : Nyesek, Aturan Terbaru Taksi Online ini Bakal Bikin Para Driver Nangis Darah Semalaman
Menengok kasus yang dialami oleh driver ojek online ini, bisa menjadi cermin bagi perusahaan lain. Jika antara perusahaan dan karyawan harus memiliki keseimbangan dalam sisi apapun. Sehingga keadilan tercapai dan keberhasilan pun dapat terealisasikan. Untuk kasus ini, semoga segera mendapat titik terangnya. Agar tidak ada lagi driver yang merasa keberatan dalam bekerja.