Akhir-akhir ini para pasien rumah sakit dibuat kecewa dengan adanya aturan baru BPJS. Di mana rumah sakit harus memenuhi 16 kelompok kerja yang sebelumnya berjumlah 12. Jika tidak dipenuhi, maka rumah sakit tidak akan mendapat akreditasi, sehingga tak bisa melayani masyarakat. Dari hal inilah, rumah sakit mau tidak mau harus menolak pasien BPJS.
Melihat masalah ini, pastinya para pasien banyak dirugikan. Mereka harus mencari-cari rumah sakit lain yang masih bekerjasama dengan BPJS. Hal ini juga paling berpengaruh kepada pasien yang membutuhkan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Dari kejadian ini, mereka akan kebingungan mencari dokter yang cocok untuknya. Tapi dari kasus tersebut, ternyata tak hanya pasien yang ikut menanggung rugi, melainkan pihak BPJS juga. Seperti inilah kerugian yang mungkin didapat oleh BPJS terkait masalah tersebut.
Akan ada banyak orang yang menuntut untuk mundur menjadi peserta BPJS
BPJS yang mulanya dianggap sebagai dewa penyelamat, ternyata langsung terhapus karena masalah satu ini. BPJS akan dituduh ruwet lantaran disebut-sebut tidak konsisten dalam membantu masyarakat. Dengan alasan rumah sakit tidak memenuhi persyaratan, maka pasien BPJS harus susah-susah mencari pelayanan kesehatan lain.
Nah, masalah ini bisa berbuntut panjang dan kemungkinan membuat masyarakat menuntut untuk mundur menjadi peserta BPJS. Kalau sudah begitu, nama BPJS akan tercoreng meskipun ada aturan jika setiap orang yang sudah terikat dengan jaminan kesehatan satu ini tidak dapat mengundurkan diri sebagaimana tertulis dalam Perpres RI Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013.
Banyak orang menolak menjadi peserta BPJS di kemudian hari
Kejadian penolakan pasien BPJS oleh rumah sakit ini akan membuat banyak masyarakat berpikiran buruk. Salah satunya adalah tidak ingin mendaftar menjadi pasien BPJS. Walaupun BPJS mempunyai banyak keuntungan seperti semua biaya pengobatan ditanggung, kelihatannya itu tidak akan berpengaruh di kemudian hari.
Jika masalahnya sudah merambah ke hal semacam ini, BPJS kemungkinan akan mengalami banyak kerugian. Terang saja, jika tidak ada tambahan orang untuk mendaftar lalu banyak juga yang menunggak iuran, maka BPJS akan kebingungan untuk menanggung semua biaya pengobatan.
Akan dituntut jika ada korban karena penolakan dari rumah sakit
Peristiwa ini pastinya membuat kalang kabut para pasien BPJS, khususnya yang memiliki kondisi sakit parah. Di mana seharusnya ia dijadwalkan untuk konsultasi atau terapi, malah disuruh mencari rumah sakit baru.
Jika jarak antara rumah sakit satu dengan lainnya berjauhan, bagaimana nasib pasien. Bukannya sembuh, mereka bisa menjadi bertambah parah karena masalah aturan BPJS ini. Apabila sampai ada orang yang meninggal karena masalah tersebut, pihak BPJS bisa dituntut ganti rugi milyaran hingga triliunan rupiah karena telah menghilangkan nyawa seseorang tanpa sengaja.
Dianggap tidak konsisten karena melanggar pasal yang berlaku
Tindakan rumah sakit menolak pasien ini bisa dibawa ke jalur hukum lho. Sebab, fenomena terkait BPJS tersebut tertuang di undang-undang. Tepatnya di Pasal 32 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang kesehatan.
Di pasal tersebut dengan tegas menyatakan bahwa fasilitas kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan atau meminta uang muka. Jika siapa saja baik pimpinan atau tenaga rumah sakit menolak pasien dalam kondisi darurat atau tidak bisa dipidana penjara paling lama dua tahun. Lalu denda maksimal sebesar Rp200 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 190 UU Kesehatan.
BACA JUGA : Jangan Berprasangka Buruk! 3 Alasan Ini yang Membuat Rumah Sakit Tolak Pasien BPJS
Itulah empat kerugian yang mungkin akan berdampak ke pihak BPJS sendiri jika tetap menerapkan aturan tersebut. Ya mungkin sampai kini, aturan tersebut masih menimbulkan kontra bagi masyarakat. Tapi semoga saja, aturan ini bisa diperbaiki supaya tidak merugikan masyarakat, rumah sakit dan BPJS sendiri.