Pondok pesantren adalah lembaga sekolah yang diasramakan, tujuannya tentu untuk mengenalkan agama kepada santrinya serta mengajarkan mereka hidup mandiri dan jauh dari orangtua. Umumnya, santri yang sekolah di pesantren adalah putra-putri yang sedang menempuh pendidikan dari SD hingga SMA, atau mungkin juga ada pesantren khusus mahasiswa.
Namun, di Yogyakarta ada pesantren unik, yang isinya adalah para waria (wanita pria). Kedengarannya memang aneh, tapi pesantren ini memang berisi para lelaki yang memiliki jiwa perempuan dominan. Bagaimana kisah lengkap mereka? Simak uraian berikut!
Berdiri resmi pada tahun 2008
Terletak di di Celenan, Kotagede, Yogyakarta, Pondok Pesantren waria Al Fatah ini berdiri pada tahun 2008. Pendiri ponpes ini adalah Shinta Ratri bersama dua orang rekannya. Saking uniknya, nama Shinta bahkan diberitakan media-media luar negeri sekelas New York Times, TIME, dan BuzzFeed. Inisiatif ini datang karena adanya beberapa waria meregang nyawa dalam gempa bumi Yogyakarta 2006. Sehingga Shinta menginginkan rumah tinggal untuk berkumpulnya para waria. Di Al Fatah ada sekitar 40 orang santri waria, serta ada pula 10 kamar yang tersedia untuk perempuan.
Tujuan adanya lembaga pesantren waria
Selain sebagai rumah, pesantren ini juga menjadi komunitas dengan harapan untuk meningkatkan perlakuan terhadap waria –terutama di Jawa. Dilansir dari okezone.com, Shinta mengatakan bahwa tak ada perbedaan antara Pesantren Al Fatah dan pesantren lain pada umumnya. Di mana para santri belajar mengenai agama Islam. Baginya, waria juga makhluk Tuhan yang berhak diperlakukan sama seperti warga lainnya, termasuk dalam hal beragama. Hanya saja, sebelum disediakan lembaga pesantren ini, para waria kesusahan mencari tempat jika hendak beribadah, ya karena tak semua orang bisa ‘menerima’ mereka. Jadi, Al Fatah ini mengakomodasi teman-teman yang ingin dekat dengan Tuhan.
Cara belajar agama dan beribadah
Pernah tidak kamu berpikir bagaimana caranya seorang waria beribadah? Apakah mereka bersarung karena pada hakikatnya adalah lelaki, atau memakai mukena karena mengikuti kata hati dan perasaan? Nah, di Al Fatah para waria bisa beribadah berdasar pada kenyamanan masing-masing. Artinya, jika ia lebih nyaman memakai sarung maka ya pakai sarung, tetapi jika lebih suka pakai rukuh/mukena maka tak ada yang melarang. Yang terpenting, mereka bisa mereka bisa berkomunikasi dengan Tuhannya. Untuk belajar agama, ada ustad yang membimbing mereka mengenal agama. ada pula pelajaran Bahasa Arab, membaca Al-quran, serta sederet hal yang terkait dengan kehidupan sehari-hari. Gimana ya kalau lelaki tapi pakai mukena? Hmmmm
Ditutup pada tahun 2016 karena warga merasa resah
Pada akhirnya, ponpes Al Fatah ini harus ditutup. Alasannya adalah ketidaknyamanan para warga karena rumah yang dipakai untuk pesantren adalah milik Shinta yang posisinya di tengah pemukiman dan tak ada izin untuk dijadikan lembaga. Penutupan ini terjadi pada 2016 atas dasar kesepakatan banyak pihak, ada pertemuan pengelola pesantren, perwakilan warga, dan pimpinan Front Jihad Islam (FJI). Tak hanya itu ternyata, ada juga perwakilan dari pejabat Kecamatan, Kapolsek, Danramil, KUA, serta beberapa tokoh masyarakat. Alasan lain di samping warga yang keberatan adalah pendapat bahwa pesantren itu juga dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islami.
Awalnya tujuan Shinta baik, untuk memberi rasa aman dan nyaman kepada para waria karena sering menerima diskriminasi karena stigma yang melekat pada mereka. Tapi apa daya, masyarakat yang mengajukan permintaan ditutupnya pesantren ini lebih banyak suara, hingga pada 2016 lalu Shinta harus mengalah dan para waria tersebut harus angkat kaki dari tempat yang selama ini menjadi rumah mereka.