Radikalisme dan aksi teroris bak dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan. Yang satu meracuni pikiran, sementara yang lainnya dimanifestasikan menjadi tindakan pembenaran atas ideologi yang telah ada sebelumnya. Alhasil, serangkaian pengeboman, penembakan yang berujung jatuhnya korban sia-sia di masyarakat, kerap ditemukan akhir-akhir ini.
Penting bagi masyarakat, khususnya kaum muda yang sering menjadi incaran pola pikir radikal yang menjurus ke perbuatan teror, memahami cara kerja dan pola doktrinasi yang digunakan. Bahayanya, Indonesia tergolong memenuhi kelima faktor di bawah ini. Di mana paham radikal bisa menyebar dengan cepat pada masyarakat. Terutama mereka yang awam.
Kepentingan personal dan ideologi
Ideologi sering menjadi faktor utama tersebarnya paham terorisme. Terlebih, para penyebar pemikiran tersebut kerap membanding-bandingkan sistem pemerintahan versi negara dengan ideologi yang diusungnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kepala Pusat Penelitian Politik, Adriana Elizabeth yang dikutip dari tempo.co.
“Proses seseorang menjadi radikal itu sangat rumit. Jika dia tidak merasa nyaman dengan situasi demokrasi saat ini, dia akan mencari ideologi lain, termasuk radikalisme,” ujarnya
Faktor ekonomi dan kesenjangan sosial
Salah satu daya tarik dari paham radikal adalah, iming-iming masa depan yang lebih baik dengan bermacam-macam janji. Kesehatan, pemerintahan yang sehat , jaminan hidup serta finansial, adalah rayuan yang kerap dihembuskan para ideologi dalam setiap doktrin mereka untuk merekrut anggota baru. Hal semacam ini sering terjadi di daerah-daerah. Di mana faktor kesenjangan ekonomi dan sosial sangat mudah ditemukan.
Buruknya kelakuan elit pemerintah
Para politisi yang kerap wara-wiri di layar kaca dengan segudang masalahnya, terkadang membuat masyarakat makin apatis dengan oknum pemerintah yang ada. Alhasil, mereka pun tergoda mencari sistem pemerintahan lain (ideologi) yang menurutnya lebih baik. Alhasil, paham radikalisme yang menjunjung ideologi tertentu, dengan mudahnya menyebar. Hal inilah yang tampaknya belum disadari secara menyeluruh oleh semua masyarakat dan pemerintahan.
Kurangnya pemahaman agama secara utuh dan menyeluruh
Sejatinya, pemahaman agama yang baik dan benar akan menuntun pemeluknya menjadi pribadi yang lebih baik. Penyelewengan sepihak atas nama kepercayaan, plus dibumbui penafsiran makna ayat secara serampangan yang tak terukur, bisa menjadi duri dalam tulang pada agama itu sendiri. Fragmen pemahaman agama yang tak utuh, juga bisa melahirkan pemikiran sesat yang berujung pada radikalisme.
Akses teknologi yang mengincar anak-anak muda
Dalam prakteknya, para penyebar pemikiran radikal menggunakan kecanggihan teknologi untuk menularkan ideologinya. Sasarannya tentu saja anak-anak muda. Di mana mereka adalah individu yang terus menerus terpapar oleh media sosial, internet dan sebagainya. Alhasil, banyak dari para kaum muda yang akhirnya terbujuk dan ikut terpengaruh. Terlebih, para ideologist tersebut sangat lincah dan paham bagaimana menyebarkan propagandanya melalui ruang maya.
Sinergi yang kuat antara masyarakat, pemerintah dan pemangku agama, akan menjadi solusi yang tepat untuk membendung pemikiran dan ideologi radikal. Terlebih anak-anak muda, agar jangan sampai terkecoh dengan janji-janji manis sebuah ideologi yang belum teruji secara nyata.