Bukan lagi sebuah hal baru jika karya anak bangsa sering tak dihargai di negeri sendiri. Tidak hanya penemuan-penemuan fantastis yang dikerjakan oleh intelek tanah air, tapi juga beberapa musisi berkualitas yang karyanya sama sekali tak dilirik oleh masyarakat Indonesia. Padahal, 6 musisi ini telah mengharumkan nama bangsa di kancah dunia, loh.
Karya-karya mereka dipuji di luar negeri hingga mendapat banyak penghargaan internasional. Meskipun begitu, masyarakat Indonesia tak pernah mengapresiasi musik yang dibuatnya, sehingga enam musisi ini memilih berkarir di luar negeri. Dalam ulasan berikut, Boombastis.com akan memberikan daftar musisi yang dapat penghargaan internasional tapi malah disia-sia di negeri sendiri.
1. Sandhy Sondoro, berkali-kali dapat penghargaan di Rusia
Mungkin beberapa dari Sahabat Boombastis (Saboom) sedikit lupa-lupa ingat dengan sosok satu ini. Ketika pertama kali debut di Indonesia, Sandhy Sondoro sudah mengantongi beberapa penghargaan di Rusia, tempat tinggalnya dahulu. Meskipun begitu, ia hanya memperkenalkan diri sebagai Sandhy Sondoro agar musiknya lebih diterima oleh masyarakat Indonesia. Aliran musiknya yang sedikit jazzy, digemari oleh cukup banyak remaja galau.
Liriknya pun tak jarang menohok perasaan mereka. Sandhy Sondoro juga pernah tergabung bersama Glenn Fredly dan Tompi dalam Trio Lestari, hingga karya-karyanya pun lebih diterima oleh para pendengar. Namun, akhir-akhir ini ia tak lagi banyak terlihat di layar kaca. Rupanya, ia sedang berada di Moskow, Rusia untuk menerima penghargaan International Professional Music Award “Bravo” untuk kategori musik populer.
2. Anggun C. Sasmi, sering dibandingkan dengan Agnez Mo
Berbeda dari Sandhy Sondoro yang meski telah mendapatkan banyak penghargaan di luar negeri, tetapi tetap menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Anggun C. Sasmi adalah musisi Indonesia pertama yang go international dan akhirnya memutuskan untuk pindah kewarganegaraan karena dipersulit oleh pemerintah ketika membutuhkan VISA atau apapun untuk keperluan berkarirnya.
Setelah itu, masyarakat Indonesia pun memandang Anggun dengan sebelah mata. Meskipun begitu, Anggun tetap membawa nama Indonesia ketika ia manggung dan mendapatkan penghargaan internasional, meskipun dirinya sudah tak lagi menjadi WNI resmi. Ia pun kini lebih fokus berkarir di luar negeri, sama seperti Sandhy Sondoro karena karyanya tak dihargai di negeri sendiri.
3. Mocca, digilai di Korea Selatan
Band indie asal Bandung ini merupakan grup musik yang unik, mereka tak pernah membuat lagu berbahasa Indonesia sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan mereka juga ingin memasarkan lagunya di pasar Internasional. Terbukti, lagu-lagu berbahasa Inggrisnya dicintai di Korea Selatan, Jepang, hingga Australia.
Beberapa serial TV di Korea Selatan pun menggunakan lagu-lagu mereka untuk dijadikan soundtrack. Belum lagi, beberapa tahun lalu Mocca sempat menandatangani kontrak dengan perusahaan rekaman Jepang untuk albumnya. Namun, tak banyak masyarakat Indonesia yang mengenal mereka karena jarang tampil di televisi.
4. Burgerkill, meraih penghargaan aliran musik metal tertinggi di dunia
Lagi-lagi band asal Bandung yang mencetak prestasi dengan membawa nama Indonesia. Berbeda dengan Mocca yang beraliran jazz bercampur dengan pop, Burgerkill lebih mengarah ke musik-musik keras, dengan genre metal. Pada tahun 2013, Burgerkill tercatat sebagai peraih penghargaan Metal as F*ck di ajang Metal Hammer Golden Gods Award.
Selain itu, mereka juga pernah diundang sebagai pengisi acara di Wacken Open Air 2015 di Jerman, serta Bloodstock Open Air 2015 di Inggris. Sayangnya, tidak banyak kids zaman now yang tahu-menahu soal band indie asal Bandung ini. Mereka pun tak pernah terlihat manggung di kota-kota besar Indonesia.
5. Navicula, menyingkirkan banyak musisi besar dunia di kompetisi RODE
Tak hanya masyarakat Indonesia yang tidak mengenal band asal Bali ini, pemerintah pun pernah menegur dan menarik karya-karya Navicula dari peredaran. Hal tersebut dikarenakan, mayoritas lagu-lagunya mengandung kritikan mereka soal isu-isu sosial dan lingkungan hidup. Ditulis dengan lirik berbahasa Inggris, karya-karyanya Navicula pun dicintai di luar negeri.
Fanbase Navicula banyak terdapat di negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Mereka pun pernah menerima penghargaan di kompetisi internasional RODE dan menyingkirkan ratusan band lain yang menjadi peserta. Meskipun begitu, karya-karyanya yang berkualitas ini tak dicintai bahkan tak dikenal di negeri sendiri.
6. Efek Rumah Kaca, tidak dibiayai Bekraf untuk tampil di festival internasional
Baru-baru ini, band indie asal Jakarta yang digawangi oleh Cholil Mahmud sedang melakukan tur di beberapa kota. Hal tersebut dilakukan karena penggalangan dana yang mereka butuhkan untuk bisa berangkat ke South by Southwest Music Festival (SXSW) di Amerika, pada bulan ini. Sebenarnya, Efek Rumah Kaca (ERK) berada di bawah naungan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) untuk maju ke festival ini.
Namun, tiba-tiba mereka mengundurkan diri dan memilih untuk pergi ke SXSW tanpa ada embel-embel Bekraf. Hal tersebut dikarenakan terjadi miskomunikasi soal biaya pemberangkatan, padahal SXSW adalah panggung impian untuk seluruh musisi dunia. Sudah tak dihargai pemerintah, masyarakat Indonesia yang mengapresiasi karyanya juga tak banyak.
Tahun sudah berganti menjadi 2018, tetapi karya-karya musisi lokal Indonesia masih belum mendapat apresiasi penuh dari masyarakat maupun pemerintahnya. Bagaimana musik Indonesia bisa berkembang jika dari musisi indie saja tak mendapat perhatian dari kawan sendiri di negeri ini?