Pulau Sulawesi memang dikenal menyimpan berbagai macam keindahan alam dan juga budaya yang tiada tandingannya. Sebut saja objek wisata Pantai Losari yang melegenda hingga diabadikan dalam sebuah lagu, atau taman laut Bunaken yang sudah tidak diragukan lagi keindahannya.
Dibalik tempat wisata bak syurga di atas, ada juga objek wisata yang gak kalah cantik dengan sejarah pilu di pulau ini, Goa Mampu namanya. Goa yang terletak 35 KM sebelah utara kota Watampone kab. Bone ini konon dulunya adalah sebuah kampung yang dihuni masyarakat. Namun, raja yang memerintah ketika itu mengutuk semua rakyat menjadi batu. Untuk lebih lengkapnya, Boombastis akan menyajikan dalam kisah berikut
Legenda sang putri raja dan alat tenun
Menurut Legenda yang tercatat dalam buku Lontara Bugis, Goa Mampu ini ada karena kisah seorang putri raja yang sangat suka menenun. Suatu hari, saat sedang menenun di teras rumah panggungnya, karena mengantuk alat yang disebut walida tersebut jatuh ke tanah. Karena merasa malas dan gengsi, raja berkata siapapun yang bersedia mengambil alat tenun tersebut akan dinikahkan dengan putrinya.
Sayangnya, yang membawakan alat tenun tersebut adalah anjing peliharaan sang putri. Merasa tidak bisa menarik lagi janjinya, sang raja murka dan marah lalu mengutuk siapapun menjadi batu. Dalam sekejap seluruh yang ada di kampung tersebut berubah menjadi batu. Kalau mau ditelusuri, legendanya mirip sama cerita Dayang Sumbi nih!
Pemandangan menakjubkan yang ada di dalam goa
Sebagian besar masyarakat meyebut goa ini dengan alebborengnge ri Mampu (musibah/malapetaka di Mampu). Namun, di sisi lain Goa Mampu kini disulap menjadi objek wisata yang menawan dan indah. Ketika masuk ke dalam goa, kamu akan disambut dengan pemandangan stalagtit dan stalagmit yang sangat rapi.
Goa yang luasnya 2000 meter ini memang mirip seperti perkampungan, terbukti dengan batu-batu yang menyerupai hamparan sawah, sebuah gubuk, manusia, perahu, serta hewan seperti tikus, buaya, kuda, dan burung yang bertengger. Wajar aja kalau legendanya terus diceritakan oleh masyarakat sekitar dari mulut ke mulut.
Goa Mampu masih akrab dengan hal mistis
Goa yang kata masyarakat konon dulunya adalah sebuah perkampungan ini juga menyimpan kisah mistis. Walaupun belum diketahui milik siapa, di goa ini terdapat dua kuburan kuno, kuburan pertama letaknya tak jauh dari mulut goa, satu kuburan lagi yang letaknya di atas goa. Selain itu, sebelum memasuki goa, pengunjung harus membungkuk dan menemukan dua batu yang harus dipukul.
Anehnya, salah satu batu tersebut akan mengeluarkan bunyi nyaring layaknya besi. Di ujung lorong goa akan ada dua batu lagi, yang dipercaya masyarakat sebagai pemberi petunjuk mengenai datangnya bencana alam saat ujung batu sudah saling bersentuhan
Rumah kelelawar yang hampir tidak ada penerangan
objek wisata yang terletak di lereng Gunung Mampu, sekitar 250 meter dari permukaan laut ini hanya dihuni oleh banyak kelelawar serta burung wallet. Goa Mampu nyaris tidak ada penerangan sama sekali kecuali di tempat yang memang mendapat sinaran matahari.
Sebelum masuk goa terdapat jasa peminjaman obor khusus untuk para pengunjung dengan sewa 5ribu per obor. Selain itu ada guide lokal yang akan memandu agar para pengunjung tidak tersesat selama susur gua. Ya, betapa tidak goa ini merupakan objek wisata terluas yang ada di Sulawesi Selatan.
Akses jalan menuju goa yang mudah dijangkau
Goa dengan panorama indah ini memiliki akses jalan yang cukup mudah untuk dijangkau, tidak heran jika banyak turis lokal serta mancanegara yang berkunjung ke sini. Letaknya di lereng gunung Mampu, desa Cabbeng kecamatan Dua Boccoe, Sulawesi Selatan. Jika ditempuh perjalanan darat menggunakan sepeda motor, butuh waktu 60-90 menit di jalan yang cukup memadai.
Sepanjang perjalanan menuju Goa Mampu kamu akan disuguhkan dengan pemandangan hijau hamparan persawahan. Setelah tiba di goa, tiket masuk juga sangat murah meriah, 10 ribu untuk pengendara motor, 35 ribu untuk pengendara roda empat.
Walaupun belum ada penelitian yang terbukti menyatakan kebenaran tentang legenda ini, cerita ini sudah diceritakan dan diketahui oleh hampir semua masyarakat Bone. Ada satu hal yang bisa kita pelajari dari cerita Sang Raja, fikirkanlah akibat yang akan ditimbulkan dari bicara kita karena lidah memang lebih tajam daripada pedang.