Jika mendapat pertanyaan mengenai siapa orang paling kaya di Indonesia saat ini, kamu dengan cepat pasti tak akan kebingungan menjawab duo Hartono si pemilik perusahaan Djarum sebagai manusia paling berduit di Indonesia. Namun, pasti hanya sedikit dari kamu yang tahu siapa orang terkaya di Indonesia sebelum eranya mereka.
Jawabnya adalah Oei Tiong Ham. Pria yang berasal dari Semarang ini bisa dibilang ia adalah orang terkaya di Indonesia bahkan sebelum negara republik ini merengkuh kemerdekaannya. Untuk mengetahui lebih jauh siapa sosoknya dan apa yang membuat ia bisa dijuluki si paling kaya raya, mari kita simak bersama ulasannya.
Asal usul Oei Tiong Ham
Sama-sama beretnis Tionghoa, Oei Tiong lahir di Singapura pada tahun 1866. Punya julukan dahsyat sebagai Raja Gula Asia, Oei Tiong diketahui sebagai pemilik perusahaan multinasional pertama di Asia Tenggara dan merupakan orang paling kaya di kawasan ini.
Keluarganya berasal dari daerah Tong An di Fujian, Cina. Mereka terpaksa datang ke Semarang karena saat itu pemberontakkan tengah bergolak di Cina. Ia adalah anak kedua dari delapan bersaudara. Ayahnya sendiri sangat berjasa karena telah berhasil meletakkan fondasi kesuksesan Oei Tiong di Semarang dengan membuka usaha dupa dan gambir.
Setelah beranjak dewasa, perusahaan ayahnya yang bernama Kongsi Kian-gwan diubah oleh Oei Tiong menjadi Oei Tiong Ham Concern, perusahaan yang kelak akan menjadi perusahaan bertaraf multinasional pertama di Asia Tenggara.
Bisnis-bisnis yang membawa Oei Tiong Ham jadi yang terkaya se-Asia Tenggara
Bisnis utama Oei Tiong sejatinya adalah gula tebu yang mulai melejit pada tahun 1890-an dengan konsumen yang tersebar di berbagai negara. Sebut saja Singapura, Malaysia, India, Thailand, Cina, Brazil, Inggris, Belanda, Swiss, hingga Amerika Serikat. Wajar, karena saat itu mayoritas pasokan gula dunia berasal dari Jawa.
Beliau ini juga pemilik dari NV Handel Maatschappij Kian Gwan, sebuah perusahaan perdagangan gula internasional dan NV Algemeene Maatschppij tot Exploitatie der Oie Tiong Ham Suikerfabrieken yang mengelola lima perkebunan dan penggilingan tebu miliknya yang tersebar di pulau Jawa.
Tak hanya gula, ia jua merambah bisnis perkapalan, perbankan, pabrik tepung tapioka, pergudangan, dan perusahaan properti di berbagai daerah di Indonesia. Hebatnya, semua pencapaian ini diraihnya sebelum ia mencapai usia 30 tahun.
Opium, bisnis “terselubung” yang menjadikan ia kaya raya
Hanya saja, sebelum bisnis-bisnis di atas melesat pesat, Oei Tiong sudah lebih dulu merintis perniagaan opium atau candu. Awal bisnisnya, ketika berusia sekitar 24 tahun, ia memasok bisnis candunya dari Semarang hingga ke Kudus, seiring perluasan jangkauan rel kereta api yang saat itu tengah gencar dibangun.
Salah satu hal yang membuat bisnis candunya makin menggurita adalah karena Oei Tiong dipercaya oleh orang-orang Belanda sebagai pemasok utama madat (candu yang telah diolah dan siap untuk dihisap). Atas ijin dari Belanda, Oei Tiong mendapat keleluasaan untuk memonopoli bisnis ini dan berhasil melebarkan sayap bisnis candunya hingga ke kota besar lain seperti Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya.
Orang paling kaya di Asia Tenggara
Pada usia yang relatif masih sangat muda, 35 tahun, Oei Tiong sudah menjadi salah satu orang terpandang. Ia juga mendapat gelar kehormatan Majoor der Chinezen alias pemimpin etnis Cina di Indonesia. Ia juga merupakan salah satu pelopor orang Indonesia yang mulai menganut gaya berpakaian khas bangsa Eropa saat itu.
Pada puncak kejayaannya tersebut, kekayaan Oei Tiong ditaksir mencapai 200 juta gulden Belanda. Jumlah yang sangat fantastis kala itu. Sejak saat itu, atau sekitar tahun 1920-an, Oei Tiong mulai pindah dari Indonesia (Hindia Belanda) ke negeri tetangga, Singapura karena alasan pribadi yang berkaitan dengan undang-undang warisan yang dirasa lebih cocok di negara jajahan Inggris tersebut.
Kunci kesuksesan Oei Tiong Ham
Selain jeli melihat peluang dan berani mengambil risiko, salah satu kunci kesuksesan Oei Tiong dalam membangun binis adalah, ia tak segan mempekerjakan orang-orang paling kompeten, sekalipun mereka adalah orang asing dan bayarannya selangit jika dibandingkan dengan gaji pribumi.
Banyak sekali pekerja di pabrik dan perusahaannya yang berasal dari Eropa. Sopir serta guru les anak-anaknya dari Inggris, pengasuh mereka dari Perancis, pengacara pribadi dan juru bahasanya dari Belanda. Beruntung, ayahnya memiliki kenalan seorang konsulat Jerman, sehingga ia dapat memodernisasi mesin di pabriknya dengan mesin dari Jerman yang sudah teruji kehebatannya.
Oei Tiong meninggal secara mendadak pada tahun 1961. Penyebabnya adalah serangan jantung. Harta yang ia miliki, kemudian diwariskan kepada keluarga besarnya. Namun, pada tahun 1961, pemerintah Indonesia menyita dan mengambil alih seluruh aset Oei Tiong Ham Concern di Indonesia.