Seorang raja biasanya, selalu di istimewakan. Setiap datang, pasti disambut oleh tetek bengek protokoler untuk menghormatinya. Tapi raja yang satu ini, tak mau diistimewakan. Raja tersebut, adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Ya, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, saat masih jumeneng terkenal sebagai raja yang tak mau diistimewakan.
Padahal, ia raja yang sangat dihormati. Tidak hanya oleh rakyatnya di Yogyakarta, tapi juga oleh para petinggi negara, seperti Bung Karno, Bung Hatta dan Sutan Sjahrir. Mereka menaruh hormat pada Sri Sultan.
Hamid Algadri, salah satu tokoh perintis kemerdekaan, punya kenangan khusus dengan Sri Sultan. Hamid berkisah, suatu waktu pada tahun 1950, ia pergi ke Yogyakarta untuk menghadiri acara pernikahan kerabatnya. Ia pergi bersama rombongan keluarga. Dalam bukunya, “Mengarungi Indonesia, Memoar Perintis Kemerdekaan MR Hamid Algadri, ” Hamid menceritakan, ketika ia baru mendarat di lapangan udara Maguwo, bertemu tak sengaja dengan Sri Sultan. Begitu bertemu, Sri Sultan langsung menyapanya, karena memang sudah saling kenal.
Raja Yogya yang pernah jadi menteri pertahanan itu, kemudian bertanya, dalam keperluan apa Hamid datang ke Yogyakarta. Hamid pun menjawab, ia datang ke Yogya untuk kondangan ke acara pernikahan. Disebutnya nama yang punya hajat. Sri Sultan juga mengenalnya. Tiba tiba saja, tanpa basa-basi Sri Sultan mengatakan, dia akan hadir ke acara nikahan. Awalnya Hamid menganggap itu biasa saja. Ia tak berpikir arti kehadiran seorang raja di acara nikahan warga biasa.
Tapi, di perjalanan, ia baru sadar. Sri Sultan adalah raja yang dihormati rakyat Yogya. Namun, ia juga berpikir, Sri Sultan mungkin hanya basa- basi saja, akan hadir di acara nikahan. Ia pun tiba di rumah tempat hajatan. Sampai kemudian acara akad nikah tiba. Baru saja acara dimulai, kehebohan terjadi, ketika sebuah mobil menepi dan penumpangnya keluar. Penumpang mobil itu tak lain Sri Sultan. Raja Yogya itu ternyata benar-benar datang.
Saat itu banyak warga yang berkumpul di depan rumah tempat hajatan berlangsung. Semuanya kaget, melihat raja mereka datang. Semua bingung. Hamid pun bersama yang punya hajat menyambutnya. Lalu mengiring Sri Sultan masuk ke dalam rumah. Semua tamu di dalam rumah juga bingung. Semua bingung dan serba salah, melihat raja disambut tanpa ada protokoler apapun laiknya menyambut seorang raja. Semua tegang, tak tahu harus bagaimana menyambut raja yang datang mendadak.
Tapi Sri Sultan ketika itu santai saja. Bahkan cuek. Begitu sudah di dalam rumah, Sri Sultan langsung duduk di antara keluarga pengantin. Perlahan suasana pun mencair. Semua yang hadir kembali tenang, melihat wajah Sri Sultan biasa saja. Tidak ada raut tersinggung atau marah, karena disambut biasa saja.
Hamid sendiri memang sudah kenal lama dengan Sri Sultan. Ketika bergaul, misalnya mengobrol, sikap Sri Sultan sama sekali tak memperlihatkan ia seorang raja yang harus dihormati. Di mata Hamid, Sri Sultan, adalah raja yang sangat demokratis. Setiap kali bertemu dengan Sri Sultan, ia tak pernah merasa sedang berhadapan dengan seorang raja yang di tempatnya seperti begitu didewakan.