Internet sekarang ini menjadi semacam gudangnya informasi. Bagaimana tidak, di sini kamu bisa menemukan hampir segala informasi yang kamu butuhkan dari berbagai sumber yang berbeda. Berita juga dengan begitu cepat bisa menyebar ke berbagai belahan dunia berkat internet. Tapi awas, kamu perlu waspada.
Di era modern ini, ternyata masih saja ada orang yang langsung percaya dengan pemberitaan apapun yang mereka temukan di internet. Tanpa berpikir panjang atau mencari tahu sumber lain, beberapa orang bahkan langsung membagikan berita tersebut kepada orang lain begitu saja. Ingat, tidak semua hal yang ditulis di media online itu benar. Berikut ini yang perlu kamu waspadai.
Saat kamu membaca sesuatu di internet, selalu pastikan ada sumber yang menyertai tulisan tersebut. Jika tidak ada sumber yang mendukung tulisan tersebut, maka jangan langsung percaya isi artikel tersebut.
Yang ditekankan di sini adalah sumber yang memiliki reputasi bagus. Meski beberapa situs sekarang sudah menambahkan sumber dari tulisan mereka, beberapa link yang mereka cantumkan juga tidak benar-benar bereputasi sehingga kamu patut meragukan isinya. Intinya, jangan terlalu gampang menghakimi dan gampang percaya apa yang kamu baca di internet.
Ada sebuah contoh memalukan yang terjadi pada New York Times. Pada 22 November 2014, media besar ini terpaksa melakukan klarifikasi yang cukup memalukan. Pasalnya, mereka menampilkan cuplikan interview Kanye West dengan WGYN di Chicago yang membandingkan latar belakangnya dan istrinya. Tapi sayangnya, tidak pernah ada media yang bernama WGYN dan cerita ini berasal dari situs satir Daily Currant yang memang selalu membuat berita-berita satir.
Peristiwa seperti ini tidak hanya terjadi sekali, bahkan beberapa kali dan juga oleh media-media besar. Tahun 2011, BBC membuat headline tentang seekor anjing yang dihukum mati dengan cara dirajam di Israel. BBC mendapatkan sumber informasinya dari AFP, sebuah sumber yang terpercaya. Namun ternyata berita tersebut palsu, tapi karena BBC dan AFP memberitakannya, media lain ikut-ikutan memberitakan kisah tersebut. Bayangkan, jika media raksasa seperti New York Times yang terbiasa membuat berita sendiri saja bisa terjebak mencetak cerita palsu, bagaimana dengan pembaca?
Saat membaca berita-berita online, kamu tentu sering melihat berita dengan headline yang benar-benar mengejutkan. Beberapa orang bisa mendeteksi bahwa headline tersebut tidak sepenuhnya benar dan dilebih-lebihkan. Namun beberapa orang lainnya tidak dan langsung membagikan berita ini begitu saja.
Headline memang sengaja dibuat untuk memancingmu membaca berita tersebut. Tapi saat kamu membaca berita secera jeli hingga selesai, terkadang apa yang tertulis di headline sangat berbeda dengan isi berita. Tapi jangan salah, tidak hanya media besar yang melakukannya. Bahkan ada situs-situs yang sengaja memuat headline yang heboh dengan memanfaatkan rasa takut atau kebencian masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan traffic yang tinggi karena dari situlah mereka mendapatkan pemasukan. Sedihnya lagi, justru berita seperti ini yang mendapatkan traffic lebih banyak dari situs yang benar-benar memuat berita.
Terkadang beberapa artikel meskipun sudah punya sumber yang sempurna juga tidak benar-benar akurat. Misalnya saja artikel yang bercerita tentang beberapa fakta tentang uranium. Masalahnya adalah, ilmu pengetahuan terus berkembang, maka terkadang juga akan ada beberapa fakta yang ikut berubah. Namun artikel yang dibuat beberapa tahun lalu ini masih memiliki traffic yang tinggi dan masih sering dibaca hingga sekarang. Akibatnya beberapa orang mengira fakta ini masih berlaku hingga sekarang.
Untuk menghindari ini, kamu juga perlu jeli dalam melihat tanggal dibuatnya artikel tersebut. Pengetahuan manusia akan selalu berubah dan mendapatkan informasi baru setiap saat yang mengubah persepsi lama yang dimiliki. Contoh mudahnya, dulu manusia percaya bahwa bumi itu datar, namun setelah penelitian lebih jauh maka diketahuilah bahwa bumi ternyata bulat. Jadi, pastikan agar kamu selalu up to date dengan setiap berita yang ada agar tidak terjebak dengan pengetahuan dan informasi lama.
Hal lain yang sering kita temukan dalam sebuah berita adalah klaim dari seorang ahli. Ada cerita yang mengejutkan tentang poin yang satu ini. Pada 6 Juli 2015, sebuah headline menuliskan tentang adanya kehidupan alien di komet Philae menurut para ilmuan. Nah, ilmuan yang mereka maksud adalah Chandra Wickramasinghe dan Max Wallis. Keduanya memang benar para ahli, namun media menemui ahli yang salah.
Orang-orang yang terlibat langsung dalam misi mengatakan bahwa klaim ini tidak benar. Wickramasinghe bukanlah bagian dari proyek tersebut selama lebih dari 10 tahun dan ia tidak punya akses ke data baru yang bisa mendukung klaim mereka. Kedua ilmuan ini juga terkenal oleh publik sebagai ilmuan yang selalu memprediksi penemuan kehidupan alien.
Merupakan hal yang bagus jika berita didukung oleh pendapat ahli. Namun sebagai pembaca, kamu juga perlu jeli melihat latar belakang para ahli yang dimaksud.
Kebiasaan membaca masyarakat modern adalah jarang membaca tidak lebih dari headlinenya saja. Masalahnya, terkadang berita yang dimuat adalah laporan yang disederhanakan. Terlebih lagi jika kamu hanya melihat sekilas berita tersebut di media online, maka laporan tersebut terpotong menjadi lebih sedikit lagi dan bukanlah berita yang lengkap dan seutuhnya.
Sebagai contoh, tahun 2012, seorang veteran reporter John Simpson meliput berita perang Bosnia. Sebuah perang kelompok dengan banyak etnis dan banyak sebab yang akan membuat penonton sulit memahami berita tersebut. Seorang koresponden Amerika yang juga teman Simpson mendapatkan instruksi dari editornya untuk menghilangkan bagian tentang pasukan Kroasia. Dari situ saja, menurut Simpson penonton channel tersebut telah melewatkan sepertiga informasi berita tersebut.
Sebagai contoh untuk membuktikan ketidakpedulian pembaca untuk membaca berita sampai habis, NPR membuat headline yang sangat heboh untuk April Mop. Namun dalam artikel, dijelaskan bahwa headline tersebut hanyalah lelucon April Mop dan meminta pembaca untuk tidak berkomentar. Namun yang terjadi, bagian komentar dipenuhi oleh komentar-komentar yang tidak kalah heboh seolah-olah mereka sudah membaca keseluruhan berita. Kebiasaan malas membaca seperti inilah yang membuat kita semua justru semakin terlihat bodoh.
Hal ini sama buruknya dengan membuat headline yang menipu atau berita yang menyederhanakan laporan. Jutaan foto diubah setiap saat dengan tujuan untuk menipu para pembaca untuk tujuan-tujuan tertentu. Misalnya saja foto arkeolog yang menemukan tulang belulang raksasa. Foto yang seperti ini memang menipu dan tidak benar, tapi tidak menimbulkan kerusakan. Namun jika foto yang dipakai dihubungkan untuk kepentingan politik atau agama, hal seperti ini bisa menimbulkan perpecahan.
Sebagai contohnya, pada Mei 2015 sebuah kampanye sosial media sayap kiri menyebarkan foto berbotol-botol champagne yang dikirim ke Downing Street, London, tempat asal perdana menteri yang pro-kesederhanaan yang baru terpilih saat itu. Hal ini tentu memicu amarah masyarakat terhadap perdana menteri dan banyak orang mengatakan bahwa ia adalah sosok yang munafik. Padahal, foto tersebut sebenarnya diambil lebih dari sepuluh tahun sebelumnya.
Selama bertahun-tahun, banyak penelitian menunjukkan bahwa sulit bagi kita untuk mengubah apa yang kita percayai. Kita cenderung menutup telinga dan tidak perduli dengan fakta baru yang bertentangan dengan apa yang kita percayai. Hal ini memicu perilaku yang tidak baik bagi diri kita sendiri karena secara otomatis kita akan menutup setiap suara yang berlawanan dengan kita.
Di saat yang sama, kita akhirnya lebih suka melihat postingan Facebook atau berita yang sama dengan apa yang kita percayai. Apalagi kebanyakan dari kita mendapat berita langsung dari apa yang di-share oleh orang-orang lewat Facebook. Efeknya adalah, apa yang kita dengar akhirnya hanya mengkonfirmasi ulang apa yang sudah kita percaya. Apapun yang berkata sebaliknya hanya diabaikan dan dituduh yang macam-macam.
Pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa satu media menulis beberapa berita yang sama? Mengapa satu media menulis tentang sebuah berita dalam beberapa artikel terpisah? Mengapa kamu masih mendengar peperangan mematikan di Syria tapi hampir tidak mendengar tentang peperangan di Sudan Selatan?
Hal ini tidak lain karena banyak situs membuat keputusan tentang apa yang harus dipublikasikan berdasarkan kemungkinan jumlah klik yang didapat. Akibatnya, para editor juga mendorong staf untuk menulis sesuatu yang bisa memicu klik.
Media tidak membuat berita yang mengada-ada tanpa motivasi atau bukan hanya karena sebuah konspirasi. Mereka tetap melakukan hal ini karena dunia mendorongnya untuk berbuat demikian. Website besar atau kecil menerbitkan materi karena materi tersebut mengundang pengunjung. Jumlah klik yang masuk dari pengunjung ini menghasilkan uang dari iklan.
Secara teori, hal ini seharusnya mendorong para penulis untuk membuat artikel yang cerdas agar orang-orang mau membacanya. Namun praktiknya, hal ini juga mendorong editor untuk menulis apapun yang ada asalkan bisa mengundang pembaca ke halamannya. Jadi, jika kita terus meng-klik berita yang tidak bermutu, maka kita tidak bisa marah jika hanya berita seperti itulah yang kita dapat.
Nah, jadi mulai sekarang berhati-hatilah saat membaca artikel atau berita apapun di internet. Jangan sampai emosimu terpancing dan membagikan berita-berita yang tidak benar.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…