Hari Kartini sering disanjung sebagai momen kebangkitan emansipasi wanita. Di mana seorang anak bangsa pernah tergerak hatinya untuk memajukan kehidupan kaum perempuan. Hingga kini, semangat itu masih membara di hati kecil para wanita Indonesia.
Meski Indonesia sudah maju, masih banyak orang yang berjuang dan memperjuangkan bibit-bibit penerus bangsa. Di jaman orang sudah banyak Facebook-an, nyatanya negara ini masih belum merdeka dalam hal pendidikan. Seperti beberapa orang wanita perkasa yang bergerilya hingga ke pelosok negeri, demi membantu anak-anak untuk mentas dari kebutaan akan edukasi. Simak sepak terjang para perempuan hebat ini.
1. Janda 13 Anak Mengajar Pemulung Tanpa Dibayar
Agama adalah ilmu yang penting dalam mengokohkan jiwa-jiwa muda. Sri Mulyati atau yang biasa dipanggil dengan Ibu Nung, adalah seorang janda 13 anak yang mengabdikan dirinya untuk mengajar anak-anak pemulung. Ia sendiri bukan orang yang mampu, tapi tidak meminta bayaran atas apa yang ia lakukan untuk kemajuan anak-anak tersebut.
“Saya justru malu kalau harus meminta bayaran sama orang yang masih kekurangan juga. Saya ikhlas yang penting anak-anak tersebut ada fondasi agamanya,” ujar Ibu Nung seperti dilansir dari Brilio yang mengutip skripsi Meiana Pinka Khairani, mahasiswi jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ibu Nung tidak dibayar negara, tidak pula oleh muridnya. Ia tulus meski tak punya gedung sekolah dan hanya berlindung pada sebuah bangunan kecil 4×5 meter yang ia sebut rumah. Menurut wanita ini, meski ia tak bisa menyedekahkan harta, ia masih bisa menurunkan ilmu pada orang lain. Sungguh bermanfaat dan mulia sekali jalan hidup dan perjuangan yang ditempuh wanita sederhana ini.
2. Guru Muda Mengajar ke Pelosok Adonara
Jika kebanyakan wanita muda ingin menjadi sukses di kota besar, Kartini muda ini berjalan ke garis terluar dan tertinggal. Sarwendah Kongtesha yang masih 21 tahun dan seorang wanita, berani pergi meninggalkan Manado ke Adonara. Membantu anak-anak yang pendidikannya tertinggal di sana.
Lepas dari kampung halaman mengajarkannya keberagaman. Adonara memang bukan kota besar di Flores, tapi punya banyak cerita perjuangan dan keterbatasan. Karena tergerak dari keinginan sendiri, mengajar pagi hingga malam tak membuat Endah lelah hati. Justru ketika kegiatan belajar mengajar selesai, saat itulah ia merasakan kesunyian.
Endah adalah salah satu wanita muda bernyali besar yang di usia mudanya sudah mewujudkan cita-cita Kartini. Jadi wanita yang berani bertindak dan memberikan sumbangsih pada negeri ini
3. Kartini Era Digital
Tiur atau yang memiliki nama lengkap Tiurma Ida Purba, masih 24 tahun namun matanya sudah kritis menyisir lingkungan anak-anak kurang mampu di Bekasi. Masalah penting negara ini memang pendidikan yang masih sulit dijamah mayoritas rakyat. Berbekal pengalamannya sebagai aktivis bakti sosial dan sukarelawan untuk anak-anak, gadis ini membangun sebuah sekolah gratis bernama Rumah Belajar Bekasi.
Di era internet ini, Tiur juga memanfaatkan jalur internet untuk memperkenalkan sekolahnya. Metode ini bisa mengajak berbagai kalangan untuk berpartisipasi entah menjadi relawan atau mendonasikan barang layak pakai bagi anak-anak tersebut.
“Di web RBB aku enggak cantumin nomor rekening karena aku ingin para donatur yang ingin memberikan uang bisa datang ke RBB supaya mereka bisa lihat langsung seperti apa kondisi mereka. Sehingga masyarakat bisa tahu masih banyak orang kurang mampu yang membutuhkan bantuan,” kata Tiur seperti dilansir dari Merdeka.
Bila Ibu Nung mengajarkan pendidikan agama, Tiur membantu anak-anak ini mendapatkan pendidikan umum seperti yang didapatkan di sekolah-sekolah. Misalnya Matematika, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan sebagainya. Tiur telah menjadi wanita yang memberikan sumbangsih besar bagi negara dengan cara yang modern. Keren!
4. TKI Yang Peduli Nasib Anak Petani
Heni Sri Sudani pernah merasakan pahit manis menjadi TKI. Ia pernah membuat sebuah cerpen ‘Surat Berdarah Untuk Presiden’ yang ingin menyuarakan nasib wanita-wanita penyumbang devisa negara agar mendapat perhatian layak dari pemerintah.
“Tulisan ini adalah untuk menyuarakan kepada dunia bahwa banyak sekali TKI yang bekerja ke luar negeri yang mendapatkan perlakuan buruk dan tanpa perlindungan dari pemerintah,” kata Heni seperti dilansir dari Merdeka.
Selain menjadi wanita yang vokal menyuarakan nasib para TKI kepada pemerintah, Heni juga aktif dalam pendidikan. Ia sangat peduli dengan nasib petani dan anak-anak mereka yang sudah berjasa mengenyangkan perut-perut masyarakat di negara ini. Sementara mereka sendiri sering hidup pas-pasan dan belum tentu ikut makan nasi setiap hari.
“Harapan kegiatan ini bisa membantu meningkatkan taraf hidup petani dan keluarganya. Lebih dari itu, saya ingin membuka mindset para petani dengan berinteraksi dengan para pengunjung dan membagikan ilmu pertaniannya kepada mereka. Dengan begitu mereka akan tahu bahwa ilmu itu berharga,” ujarnya.
Itulah para wanita yang bergerilya ke pelosok meski negara ini sudah merdeka. Wanita yang meneruskan angan Kartini untuk mengangkat peran wanita di negeri ini. Meski mereka bisa menjadi apapun yang menguntungkan diri sendiri, buktinya wanita-wanita terjun langsung untuk kelangsungan negara ini. “Cita-cita itu ialah memperindah martabat manusia, memuliakannya, mendekatkan pada Kesempurnaan,” begitu kata Kartini.
Semoga cita-cita kita semua tidak hanya baik untuk diri sendiri, tapi bisa berguna bagi orang lain dan tanah air Indonesia. Selamat Hari Kartini.