Datangnya rezeki terkadang tidak bisa ditebak oleh kemampuan manusia yang terbatas. Satu-satunya cara yang bisa ditempuh adalah dengan cara berusaha sesuai dengan kadar kesanggupan yang dimiliki. Namun tak jarang, ada saja halangan dan rintangan yang datang menghampiri untuk menguji, sampai sejauh mana tingkat kesabaran dan tekad yang telah dilakukan selama ini.
Tampaknya, urusan menjemput rezeki tersebut layak disematkan kepada sosok pemuda yang satu ini. Sempat frustasi karena lamaran pekerjaannya sering ditolak, pria asal Surabaya, Jawa Timur ini justru menuai sukses hingga mampu menjadi seorang miliarder. Lho, kok bisa? untuk lebih jelasnya, simak ulasan di bawah berikut ini.
Sempat ditolak 5 kali saat melamar pekerjaan
Banyaknya wirusaha muda yang bermunculan akhir-akhir ini, ternyata mampu menginspirasi seorang Wahyu Adjie Setiawan. Saat itu, dirinya yang sedang duduk di bangku kuliah di salah satu Universitas di Surabaya, mencoba berpikir untuk mencari tambahan uang saku seperti teman-temannya.
Hal tersebut tercetus setelah melihat beberapa temannya sukses mempunyai penghasilan tambahan, di samping menjalankan kegiatan perkuliahan. Kebanyakan, teman-temannya tersebut berprofesi sebagai tenaga lepas atau freelancer di perusahaan. Namun sayang, dirinya selalu ditolak saat melamar menjadi tenaga kerja lepas di berbagai perusahaan. Total, ada lima kali penolakan yang diperolehnya pada waktu itu.
Berdarah-darah untuk mandiri
Pengalaman pahit karena penolakan tersebut, begitu membekas di benaknya. Sebagai pengganti, ia pun berusaha mandiri dengan nekat menjadi seorang pengusaha. Berbekal pengalamannya berjualan semenjak di bangku sekolah menengah, Adjie mendapatkan tawaran dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di kampusnya untuk mengelola toko mereka. Padahal, dirinya pada saat itu baru satu semester menjalani perkuliahan.
Bahkan ketika satu tahun berkuliah, Adjie berani berbisnis dengan skala yang lebih besar. Ia pun berhasil memenangkan tender pembuatan kaos mahasiswa sebanyak 1.200 buah yang diselenggarakan oleh kampusnya. Sayangnya, uang muka sebesar 30 persen dari kampus yang diberikan kepadanya, tidak memenuhi persyaratan bagi pabrik konveksi yang akan mengerjakan pesanannya. Pabrik tersebut mematok 50 persen uang muka di awal. Untuk mensiasati hal tersebut, dirinya terpaksa menjaminkan KTP miliknya agar pesanan kaos bisa segera dikerjakan.
Dosen kampus yang mengubah jalan hidupnya
Bakat bisnis yang ada pada diri seorang Wahyu Adjie Setiawan, rupanya telah diamati oleh sang dosen. Tak lama berselang, dosen tersebut menawari dirinya untuk membuat tas seminar sebanyak 200 buah dalam waktu seminggu. Tanpa pikir panjang, tawaran tersebut disanggupi olehnya. Ia pun mulai mengerjakan order tersebut dengan melibatkan sejumlah pengrajin tas di kawasan Tanggulangin, Sidoarjo.
Dari order tas ini, dirinya menarik sebuah kesimpulan yang akhirnya menjadi ladang kesuksesan di masa depan. Saat itu, dirinya kemudian berpikir bahwa berbisnis tas jauh lebih mudah daripada kaos konveksi. Selain tak membutuhkan ukuran yang berbeda-beda, waktu pembuatan juga lebih efisien karena tidak banyak membutuhkan revisi yang menyita tenaga. Alhasil, Adjie pun mulai mengubah haluan bisnisnya.
Bisnis tas yang sukses sekaligus melanggar hak paten
Karena sudah berpengalaman menjalankan bisnis sebelumnya, ia pun tak merasa kesulitan mengembangkan bisnis barunya tersebut. Mengusung merek Ortiz, dirinya membuat tas kasual berkualitas Internasional yang justru dijual di pasar Asia, seperti Singapura dan Malaysia. Bahkan, merek tasnya sendiri telah mendapatkan kontrak sebanyak 6 ribu tas dalam waktu setahun.
Namun sayang, belum genap setahun berusaha, merek tasnya terkena kasus pelanggaran paten oleh sebuah merek asal Spanyol yang juga melabeli produknya dengan nama Ortiz. Bahkan, perusahaan asing tersebut mengancam akan mengajukan denda sebanyak Rp 7 miliar jika produk tas miliknya tak ditarik dari pasaran. Karena kasus ini, Adjie pun segera menarik peredaran tas miliknya dan menanggung rugi sebanyak Rp 600 juta.
Bangkit dari keterpurukan dan berubah menjadi seorang miliarder
Tak ingin larut dalam kesedihan, dirinya mulai menghidupkan kembali bisnis tasnya pada tahun 2011. Mengusung nama baru Evrawood, Adjie berangkat ke Singapura untuk mengurus hak paten merek tersebut. Untuk menarik minat pelanggannya, Adjie memberikan garansi kerusakan tas selama tiga tahun. Dirinya juga berfokus pada kualitas bahan, cara pembuatan hingga kekuatan tas.
Selain terkenal di Indonesia, tas buatan Adjie tersebut telah melanglang buana ke sejumlah negara Eropa seperti Belanda dan Jerman. Tas tersebut diproduksi oleh pabrik dengan kapasitas sebanyak 1.000 unit setiap bulannya. Melihat kesuksesan tersebut, jauh-jauh hari Adjie akan menyiapkan sebuah rencana hebat, yang akan digunakannya untuk mengembangkan bisnis tas miliknya.
Dari kisah seorang Wahyu Adjie Setiawan, kita bisa mengambil banyak pelajaran penting dalam perjalanan bisnisnya sedari awal hingga mencapai kesuksesan. Tak hanya fokus dalam satu bidang, pengalaman merupakan elemen utama yang juga membentuk keberhasilannya dalam berbisnis. Dari cerita ini juga, sikap pantang menyerah pada keadaan dengan jalan berusaha, juga bisa mengubah nasib seseorang dari titik nol menuju ke puncak kejayaan.