Sudah sering berulang berita mengenai jadi tidaknya Indonesia membeli Sukhoi Su-35 dari Rusia untuk memperkuat ruang udara NKRI. Bukan tanpa sebab, tarik ulur transaksi itu terganjal aturan pemerintah AS yang membatasi hal tersebut lewat Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).
Undang-undang bikinan negeri Paman Sam itulah yang selama ini menjadi penghalang banyak negara dunia, termasuk Indonesia, untuk membeli alutsisa militer dari Rusia. Sifatnya yang mengglobal dan ditambah pengaruh AS yang kuat, membuat negara-negara tersebut seolah tak berkutik dan memilih untuk tunduk.
Ancaman sanksi bagi negara yang membeli alutsista dari Rusia
Bisa dibilang, CAATSA adalah sarana pemerintah AS untuk menekan negara-negara sekutunya dengan dalih ‘melawan musuh negara’ yang notabene adalah Rusia. Bentuknya adalah memberikan sanksi seperti melarang transaksi finansial, menghentikan bantuan keuangan, hingga pencekalan visa bagi individu, pada negara-negara yang nekat membeli alutsista buatan Rusia.
Rusia menjadi sasaran karena telah menjadi ‘seteru abadi’
Rusia dianggap menjadi ‘musuh negara’ oleh Amerika Serikat karena pertimbangan masa lalu dan masa depan. Di era Perang Dingin, negeri Paman Sam terlibat seteru dengan Rusia yang kala itu bernama Uni Soviet. Beranjak di era modern, negeri Beruang Merah itu dianggap banyak melakukan pelanggaran, seperti operasi militer di Ukraina, hingga intervensi pada pemilu AS 2016 silam.
Rahasia terselubung AS yang ingin mendominasi pasar senjata global
Keberadaan CAATSA di sisi lain juga menunjukkan wajah yang berbeda dari pemerintah AS. Di luar kekhawatirannya akan perlombaan teknologi militer dengan Rusia, negeri Paman Sam juga tak ingin kehilangan predikat sebagai eksportir alutsisa di pasar global. Salah satu caranya adalah dengan menekan pengaruh Rusia lewat ancaman pada negara-negara dunia ketiga, yang hendak membelanjakan anggarannya untuk membeli peralatan militer.
Negara-negara yang tetap nekat dan menolak tunduk pada AS
Meski terkesan memaksa, beberapa negara tetap nekat dan menolak mematuhi undang-undang sepihak AS tersebut, yakni Turki dan India yang tetap membeli sistem pertahanan rudal S-400 Triumf, Mesir yang memborong 24 unit Sukhoi Su-35, dan Cina yang menjadikan eksportir senjata Rusia, Rosoboronexport, sebagai mitra dagang untuk pengadaan alutsistanya.
Undang-undang yang membuat posisi Indonesia kesulitan beli Sukhoi Su-35
Langkah hati-hati juga ditempuh Indonesia yang terpaksa menunda sementara keinginannya mengakuisisi Sukhoi Su-35. Bahkan, Direktur Kerja Sama Internasional dan Kebijakan Regional pertahanan pusat Rusia atau Rostec, Victor Kladov, melihat hal tersebut sebagai efek nyata dari CAATSA. Pemerintah Indonesia pun berada di posisi yang membuatnya dituntut untuk menyeimbangkan hubungan dengan AS maupun Rusia.
BACA JUGA: Jaga Langit Indonesia, 5 Teknologi Shukoi Su-35 Ini Dijamin Bikin Musuh Ketar-ketir
Upaya Indonesia untuk memiliki Shukoi Su-35 hingga saat ini masih terganjal oleh CAATSA yang dikeluarkan Amerika Serikat. Jelas hal ini menjadi posisi yang sulit lantaran peralatan militer nasional juga banyak didominasi buatan AS, meski Rusia juga memiliki porsi alutsista di sana. Yang jelas, sikap lebih berhati-hati kini menjadi pilihan Indonesia sambil mengamati situasi politik yang ada.