Pesona Gunung Bromo merupakan satu dari sekian destinasi wisata yang dikagumi wisatawan lokal maupun internasional. Nggak heran sih kalau setiap hari kawasan wisata ini selalu banjir pengunjung. Bukan cuma itu guys, panorama Bromo yang memang juara membuat orang-orang sampai membuat klub bernama Sahabat Bromo. Isinya ya tentu mereka yang cinta banget sama gunung yang banyak dihuni suku Tengger itu.
Nah, baru-baru ini Sahabat Bromo melakukan aksi yang cukup menyita perhatian publik. Pasalnya, grup tersebut didukung oleh Masyarakat Fotografi Indonesia dengan tegas memprotes pembangunan tugu papan nama di kawasan Bromo. Loh, kenapa tugu bernilai sekitar Rp 60 juta itu diprotes? Yuk simak alasannya berikut ini
Dianggap merusak estetika Gunung Bromo
Dulu sebelum ada tugu nama (signage), pemandangan Bromo masih sangat alami. Kamu bisa menikmati hamparan pemandangan indah tanpa terganggu bangunan tugu yang entah mengapa sengaja dibangun di tengah-tengah. Memang agak aneh sih posisi tugu ini, dan beberapa orang pun merasa kehadiran tugu malah merusak estetika alam Bromo. Sedang pihak pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) mengaku pembangunan tugu bukan untuk merusak estetika, namun untuk menghadirkan spot foto baru serta sebagai program peningkatan sarana prasarana.
Dianggap penghamburan dana
Bagi kamu yang sudah pernah ke Bromo, pasti tahu dong area toilet di tempat ini sangat minim. Tak hanya itu, kebersihannya pun kurang diperhatikan, dan tidak ada fasilitias pendukung minimal seperti kaca dan tempat sampah di dekat toilet. Di saat kondisi miris seperti ini belum juga diatasi, pengelola TNBTS justru menghamburkan Rp60 juta yang digunakan untuk pembangunan tugu. Miris bukan?
Hampir nggak ada manfaatnya
Selain untuk spot foto-foto bagi pengunjung, keberadaan tugu nama dianggap sebagian orang tidak mempunyai manfaat. Meski begitu, pengelola berdalih hal itu sebagai bagian dari peningkatan sarana prasarana. Mengingat Bromo baru dinyatakan sebagai satu dari 10 destinasi wisata prioritas di Indonesia.
Tidak serius dalam melibatkan masyarakat
Sigit selaku salah satu potografer yang ikut memprotes berdirinya tugu menyatakan bahwa masayarakat belum dilibatkan secara sungguh-sungguh dalam pembangunan tugu tersebut. Sigit pun menyatakan jika pembangunan tugu hanya diawali basa-basi yang dibalut kegiatan sosialisasi.
Selain Sigit, ada juga wartawan senior Kompas yang mengunggah gambar di twitter lantas bertanya kepada masyarakat tentang tugu Bromo. Dan hampir kebanyakan jawaban menganggap tugu tersebut hanya merusak keindahan. Seperti tweet dari @indra_gtmt yang menulis, “Jelek. Kesan alaminya ilang”. Ada juga komentar berbunyi, “Sumpah jelek banget. Selera jelek. Bromo terlalu indah untuk hanya sekedar selfie. Bongkar!” dari akun @Diellad. “Kayak ada yang photoshop-in tugunya ke situ, tapi gagal..” tulis @keyviraa. Meski begitu, ada juga yang berkomentar bagus. Sayangnya, bagus yang dimaksud berupa sindiran seperti berikut, “Bagus kok om… bagusnya diancurin,” tulis akun@MikiRingan.
Meski sudah terlanjur berdiri, toh pihak penggugat keberadaan tugu nama nampaknya nggak mau mundur untuk melakukan aksi protes. Sedangkan pihak pengelola Bromo pun menyatakan alasan kuat untuk pembangunannya. Setelah menghabiskan dana puluhan juta, memang nggak mudah untuk memutuskan meratakan tugu tersebut. Yah, semoga kedua belah pihak segera menemukan titik terang. Sebab adanya isu ini sedikit banyak pasti mempengaruhi pengunjung yang ingin datang menikmati keindahan Gunung Bromo.