Aplikasi Tik Tok sempat membuat keramaian di Indonesia. Yap, apalagi kalau bukan tentang anak-anak Indonesia yang menggunakan Tiktok hingga lupa apa tujuan sebenarnya dari media sosial tersebut. Kemudian banyaknya konten negatif membuat Kementerian Komunikasi dan Informatika mengambil langkah untuk memblokirnya. Tapi, beberapa hari kemudian KemenKominfo memutuskan membuka akses blokirnya. Dikarenakan pengelola aplikasi ini telah memenuhi segala syarat yang diajukan. Salah satunya adalah batasan umur yang berusia minimal 13 tahun untuk bisa mengaksesnya.
Seiring berjalannya waktu, Tik Tok tetap jadi aplikasi favorit unduhan anak-anak dan remaja. Namun, beberapa waktu ini sepertinya pengguna Tik Tok mulai berulah lagi. Terdapat banyak pengguna aplikasi perempuan yang menayangkan goyangan erotis. Ditambah lagi dengan pakaian yang mereka kenakan cukup ketat. Jadi kurang pantas rasanya jika batasan usia pengakses aplikasi ini mulai dari 13 tahun. Oleh karena itu, Boombastis.com akan merangkum alasan mengapa Tik Tok sebaiknya dibatasi pengaksesannya mulai dari usia 17 tahun. Yuk, simak ulasan di bawah ini.
Anak di bawah 17 tahun cenderung suka meniru
Namanya juga anak dan remaja, sifat mereka masih sangat labil sehingga mudah terpengaruh oleh apa yang dilihatnya. Contohnya saja seperti di Tik Tok ini, jika ada peristiwa viral, anak-anak yang belum cukup umur tersebut pastilah ingin menirunya.Hal tersebut dilakukan agar mereka merasa tidak ketinggalan zaman.
Selain itu, mendapat pengakuan dari teman-temannya adalah suatu hal yang wajib ada di dalam kamus hidupnya. Kalau yang ditiru adalah hal baik ya it’s ok. Tapi, apabila yang dicontoh merupakan hal buruk, wah akan lebih susah lagi untuk menghentikannya.
Rela melakukan apapun demi viral
Usia di bawah 17 tahun merupakan masa-masa di mana ingin dikenal banyak orang. Sehingga mereka akan berkaca dengan siapapun yang menurutnya keren. Misalnya saja Bowo Alpenliebe yang jago lipsync, maka anak-anak tersebut akan menirukan gaya seleb Tik Tok itu supaya jadi viral seperti idolanya.
https://www.instagram.com/p/BsikyIDnk9H/
Nah, hal ini senada dengan goyang erotis yang penulis jelaskan di paragraf dua tadi. Para remaja perempuan tadi ingin menjadi viral tanpa memikirkan efek buruknya. Asal mendapat banyak like dan komen, mereka pastinya akan melakukannya terus menerus hingga dirinya dikenal banyak orang.
Anak dan remaja belum bisa membedakan mana yang baik dan buruk untuk ditayangkan
Video yang ditayangkan pada Tik Tok masih tergolong bebas. Akibatnya, semua video dapat diunggah tanpa ada penyaringan terlebih dulu. Hal ini justru menimbulkan masalah yang besar bagi anak dan remaja.
Mereka akan dengan santainya mengunggah video tanpa ia periksa apakah itu cocok untuk ditayangkan atau tidak. Semua mereka unggah demi mendapatkan kepopuleran semata. Ditakutkan ada oknum-oknum tak bertanggungjawab yang memanfaatkan video tersebut untuk hal merugikan. Seperti pedofilia misalnya.
Tidak kuat menghadapi pelaku cyber bullying
Kasus bullying tidak hanya terjadi di dunia nyata saja, tapi jagad maya pun juga. Sudah banyak terjadi seperti Ussy Sulistiawaty yang anaknya menjadi korban bully. Untuk seusia Ussy, hal ini masih bisa diatasi dengan ketenangan hati dan merendahkan emosi. Namun, kalau anak-anak atau remaja yang mengalami hal ini?
Sepertinya bukan hal yang gampang jika anak dan remaja mengalami kasus pembullyan. Mereka bisa saja mengalami stres, tertekan, tidak mau bergaul dengan teman sebaya dan menjadi penyendiri. Ini bisa saja terjadi ketika konten video yang mereka tayangkan dikomentari pedas oleh para netizen.
BACA JUGA : Kenalan Yuk dengan 7 Seleb Tik Tok yang Bikin Gempar Media Sosial
Dari sini kita sudah bisa menyimpulkan kalau usia minimal pengakses Tik Tok seharusnya adalah 17 tahun. Sifat dan pemikiran anak-anak yang masih polos dan labil itulah jadi alasan terkuatnya. Sehingga diperlukan peran penting dari orangtua yang bisa memantau buah hatinya dalam mengakses sesuatu. Sebisa mungkin orangtua memberikan aturan media sosial mana yang boleh dipergunakan dan juga batasan waktunya. Dengan begitu, si anak tidak mudah untuk ketergantungan media sosial.