Kerja keras para warga demi mendapatkan aliran air
Siang dan malam, Sanbasri bersama warga lain mengerjakan penggalian terowongan selama 24 jam. Mereka pun rela menginap di hutan sekitar terowongan, karena saat itu di sana masih hutan belantara yang membuat jarak terasa lebih jauh dari rumah mereka.
Bukan saja harus bekerja 24 jam dan menginap, mereka juga melakukan penggalian terowongan dengan peralatan seadanya dan dilakukan secara manual. Apalagi, tidak semua batu bisa dipahat dengan mudah. Ada beberapa bagian yang amat keras, sehingga butuh digeser. Perjuangan mereka amat keras hingga akhirnya terbentuklah terowongan yang mengalirkan air ke desa.
Terowongan sangat bermanfaat bagi warga hingga kini
Pada tahun 1956, akhirnya terowongan pun jadi sepanjang 550 meter, setinggi 2 meter, dengan lebar 80 sentimeter. Terowongan Sanbasri ini dapat mengalirkan air dari Sungai Logawa ke 6 desa, termasuk Desa Kalisalak. Ada keunikan dari terowongan ini, yaitu alurnya yang mengikuti kontur gunung. Selain itu, terdapat jendela untuk ventilasi setinggi 10 meter hingga 20 meter.
Dulunya, warga hanya mengandalkan hujan untuk mengairi sawah, kesulitan saat kemarau, hingga hanya panen setahun sekali. Setelah ada Terowongan Sanbasri, warga dapat menanam sepanjang tahun dengan air yang tetap mengalir meski kemarau. Mereka pun bisa panen dua tahun sekali dan produksi padi melimpah. Selain untuk mengairi sawah, aliran air dari Sungai Logawa juga dimanfaatkan untuk membuat kolam ikan.
BACA JUGA: Ingin Lepas dari Kemiskinan Penduduk Desa Terpencil Ini Pahat Gunung Selama 15 Tahun
Siapa sangka, desa-desa yang dulunya kekeringan bisa merasakan air yang melimpah hingga bertahun-tahun kemudian? Dan hal ini bisa terjadi karena seseorang yang begitu peduli melihat keadaan ini.