Tenggelamnya kapal Titanic membawa duka yang begitu mendalam atas ratusan orang yang meninggal dunia dalam tragedi tersebut. Kisah duka yang serupa juga pernah dialami Indonesia, yakni ketika KMP Tampomas II tenggelam.
Tragedi tenggelamnya KMP Tampomas II merupakan sebuah sejarah kelam maritim Indonesia. Pada 27 Januari 1981, kapal milik Pelni tersebut tenggelam di perairan dekat kepulauan Masalembo, Laut Jawa.
1. Sejak Awal Sudah Muncul Beberapa Kali Kerusakan
Kapal Tampomas sebenarnya adalah sebuah kapal bekas berusia 5 tahun yang dibeli dari Jepang. Begitu dioperasikan, kapal ini sudah melakukan pelayaran untuk jalur Jakarta-Padang dan Jakarta-Ujungpandang. Namun setiap pelayaran selesai, kapal ini hanya punya waktu 4 jam untuk istirahat, sebelum melakukan pelayaran selanjutnya. Selain itu, perawatan mesin rutin juga hanya dilakukan sekedarnya.
2. Tragedi yang Nahas
Pada 24 Januari 1981 pukul 19.00, Tampomas II berangkat dari pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dengan tujuan Ujung Pandang. Data yang tercatat menyebutkan bahwa kapal tersebut membawa 1054 penumpang, 191 mobil dan kurang lebih 200 motor.
Pada Senin malam, Sekditjen Perhubungan Laut menyatakan bahwa KM Tampomas II mengalami kerusakan mesin, namun sudah bisa diatasi. Tapi nyatanya, Selasa pagi asap tipis masih terlihat di belakang kapal, sebelum akhirnya api semakin membesar dan membuat Tampomas miring kemudian tenggelam dengan cepat.
27 Januari 1981 sekitar pukul 12:45 WIB atau kurang lebih 30 jam setelah percikan api pertama, KMP Tampomas II tenggelam ke laut Jawa. Kurang lebih,sebanyak 431 orang meninggal dunia dalam tragedi tersebut.
3. Kisah Tragis dan Miris Penumpang Kapal
Berbagai cerita tragis dituturkan oleh para penumpang yang selamat. Lantai geladak luar kapal hanya terbuat dari plat baja, tanpa pelapis kayu juga banyak memakan korban. Beberapa penumpang yang tidak sempat memakai alas kaki akhirnya menjadi korban plat panas tersebut.
Yang lebih miris, 30 menit setelah api muncul, para penumpang diperintahkan untuk naik ke dek atas dan langsung menaiki sekoci. Namun usaha ini juga berlangsung lambat, karena hanya ada satu pintu yang mengarah ke dek atas. Sedangkan di dek atas, para ABK, Mualim II dan Markonis II malah tidak ada yang memandu penumpang ke arah sekoci. Beberapa ABK malah lari dari tanggung jawab dan menurunkan sekoci untuk diri mereka sendiri, sehingga sebagian penumpang memilih nekat terjun ke laut.
4. Keselamatan yang Tidak Diperhitungkan
Memang penumpang yang terdaftar hanya 1054 orang, namun jumlah penumpang gelap yang turut menaiki kapal ternyata berjumlah ratusan orang. Beberapa sumber menyebutkan bahwa jumlah penumpang sebenarnya mencapai 1442 orang.
Kru pelayaran KM Tampomas juga tidak lengkap di hari itu. Hanya ada Kapten, Mualim II dan Markonis II. Sementara Mualim I dan Markonis I cuti dan tidak dicarikan pengganti. Parahnya lagi, Mualim dan Markonis yang bertugas, malah kabur duluan hanya dalam waktu 30 menit setelah api muncul.
Bahkan Markonis II membawa radio portabel bersamanya tanpa memikirkan lebih banyak orang di kapal yang masih memerlukan pertolongan. Beberapa orang saksi juga sempat mendengar kemarahan Kapten Abdul Rivai yang berteriak, “Kalau ketemu, saya cekik dia!”
ABK yang selamat mengaku tidak tahu cara menurunkan sekoci, karena selama ini latihan penyelamatan yang ada hanyalah formalitas untuk mengisi daftar hadir. Sebelumnya tidak pernah adalah latihan penyelamatan yang benar-benar dilakukan dengan lengkap.
Sementara itu, perwakilan pelni Ujungpandang mengaku bahwa saat Tampomas II baru terbakar, ia mendapatkan instruksi dari Jakarta agar memberikan keterangan bahwa kebakaran yang terjadi tidak membahayakan. Karena informasi inilah akhirnya beberapa pihak mengurungkan niatnya untuk membantu penyelamatan. Ternyata kesalahan informasi ini akhirnya berakibat fatal.
5. Kapten Abdul Rivai, Pahlawan di Tengah Kepanikan Hidup dan Mati
Dengan kondisi yang hampir tenggelam, Kapten Abdul Rivai menolak meninggalkan kapal dan masih sibuk berusaha menyelamatkan para penumpang. Ia sempat mengirimkan pesan kepada nahkoda KM Sangihe untuk mengiriminya air dan makanan, karena dirinya akan tetap berada di kapal sampai detik terakhir.
Tenggelamnya KMP Tampomas II, tentu menjadi sebuah sejarah kelam bagi maritim Indonesia. Namun dengan adanya tragedi tersebut, setidaknya Indonesia bisa belajar dari kesalahan masa lalu dan hal-hal semacam ini tidak terulang lagi.