Berapa pun banyaknya materi yang orang tua berikan pada anak, tak akan mampu mengalahkan besarnya kasih sayang yang anak butuhkan. Karena bagi anak, apalah arti uang dan materi jika harus hidup tanpa orang tua yang disayangi.
Mungkin, hal ini lah yang dirasakan anak kelas 2 SMP ini. Rangga atau yang akrab disapa Aga adalah salah satu di antara sekian banyak anak korban broken home. Beberapa anak masih bisa bertahan dengan orang tuanya yang sudah tidak utuh lagi. Tidak sedikit juga yang depresi hingga berujung pada niat untuk bunuh diri. Seperti cara yang ditempuh Aga, dia begitu yakin bahwa Sang Pencipta jauh lebih menyayanginya daripada kedua orang tuanya.
Orang tua Aga bercerai sejak dia masih kecil. Ayah dan ibunya sudah menikah lagi. Ayah Aga tinggal di Jakarta bersama istri barunya. Begitu juga dengan ibu Aga yang tinggal dengan suami barunya di Surabaya. Sedangkan Aga sendiri, sejak orang tuanya berpisah, dia tinggal bersama nenek dan tantenya.
Seperti korban broken home lainnya, Aga tentu merasakan kerinduan kasih sayang yang mendalam dari kedua orang tuanya. Ayahnya juga sering berjanji untuk datang dan menemui. Namun, janji hanya sebatas di mulut saja. Ayah yang Aga tunggu jarang datang menemuinya. Bukan salah Aga, jika dia merasa ayah dan ibunya sudah tidak lagi cinta kepadanya.
Lima tahun setelah orang tuanya bercerai, Aga sudah menunjukkan bahwa dia sangat depresi dan cenderung suicidal. Namun sayangnya, kedua orang tua Aga tidak menyadari hal tersebut. Mereka seakan tidak begitu peduli terhadap apa yang terjadi pada psikis anaknya.
Aga tumbuh dari keluarga yang berada dan termasuk anak yang cerdas. Dia menimba ilmu pendidikan di sekolah yang elit. Di usia yang masih sangat muda, dia bahkan berkomunikasi dengan ibunya menggunakan bahasa inggris. Namun sayang, pikirannya kosong dan dia juga haus kasih sayang dari orang tuanya.
Rupanya, sudah lama Aga merencanakan kematiannya mengingat ayah dan ibunya yang sudah tidak lagi sayang kepadanya. Dia lebih memilih kematian dan ingin kembali kepada Sang Pencipta karena menurutnya, Tuhan pasti lebih mencintainya, melebihi cinta ayah dan ibunya.
Sebenarnya, tanda bahwa Aga ingin segera mengakhiri hidupnya sudah terlihat. Aga juga menulis secara detail rencana kematiannya di smartphone miliknya. Hanya saja, orang – orang di sekitarnya belum peka. Salah satu contohnya, dia mulai memberikan mainan yang dia sukai kepada teman – temannya. Seperti menunjukkan, bahwa dia akan segera pergi.
Seperti yang telah direncanakan di smartphonenya, Aga mengakhiri hidupnya pada hari Selasa, 13 Januari yang lalu. Namun sebelumnya, sejak Minggu dia sudah berpuasa dengan harapan saat sudah tiada nanti, dia tidak mengeluarkan kotoran dari tubuhnya. Dan akhirnya, dia gantung diri di lemari dengan menekukkan kedua kakinya.
Baca Juga: 5 Masjid Megah di Negara Non Muslim
Sekali lagi, Aga hanya salah satu contoh di antara jutaan korban broken home lainnya. Dan semoga kisah Aga ini dapat membuka mata hati semua orang tua yang merasa kurang memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya. Karena materi dan uang, tak kan mampu menggantikan kasih sayang yang anak butuhkan.
Akhirnya kejadian, seorang petugas pemadam kebakaran Depok gugur ketika melakukan tugasnya. Dia adalah Martin Panjaitan,…
Menjelang pemilu yang semakin dekat, sejumlah daerah mengadakan debat calon kepala daerah untuk memperkenalkan visi…
Kasus penahanan seorang guru bernama Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menjadi sorotan publik. Perempuan…
Solo yang dikenal dengan kota yang tenang, baru-baru ini terdapat kejadian yang menghebohkan. Kota Solo…
Fomo (fear of missing out) adalah rasa takut ketinggalan akan sesuatu hal yang sedang tren.…
Drama Korea sering kali memberikan kisah-kisah yang tak hanya menghibur, tetapi juga memberikan pelajaran hidup…