Disadari atau pun tidak, 2015 adalah tahun paling berat bagi Indonesia. Pasalnya di tahun ini banyak sekali kasus yang terjadi dan membuat rakyat Indonesia jadi gerah. Selain itu, ironi-ironi yang dilakukan petinggi juga semakin tampak tanpa perlu ditutup-tutupi lagi. Mereka merasa jika jabatan yang dimiliki membuatnya kebal hukum dan telinganya tertutup dari perkataan rakyat. Padahal dahulu rakyat juga yang memilihnya.
Well, tanpa berbelit-belit lagi inilah 5 hal yang menjadi alasan mengapa tahun 2015 begitu kacau dan penuh keironian di Indonesia!
1. Kisruh Agama yang Membuat Kerukunan di Indonesia Renggang
Bhinneka Tunggal Ika sepertinya sudah kian luntur di Indonesia. Pasalnya kisruh masalah perbedaan keyakinan semakin sering terjadi terutama di tahun 2015. Sebut saja kasus pembakaran Masjid di Tolikara, Papua yang menjadi isu nasional. Teori-teori konspirasi menyebar hingga Indonesia menjadi negara yang tidak aman lagi.
Selain pembakaran masjid, kasus larangan pembangunan Gereja dan pembakaran Gereja di Singkil, Aceh juga membuat situasi kembali memanas. Sebenarnya apa keuntungan membuat situasi di Indonesia jadi tidak kondusif? Seharusnya kita semua bebas beribadah sesuai dengan UUD 1945. Tapi kenyataannya?
2. Kebakaran Hutan yang Disepelekan Oleh Pemerintah
Kebakaran Hutan yang terjadi di Indonesia adalah kejahatan lingkungan hidup paling parah di abad ke-21. Dampaknya membuat jutaan orang mengalami sesak napas hingga korban jiwa juga berjatuhan. Sayangnya pemerintah Indonesia kurang tanggap dalam hal penanggulangan dan pencegahan. Mereka sibuk dengan urusan-urusan lain dan menganggap masalah kebakaran adalah hal biasa.
Saat dalang penyebab kebakaran terungkap pemerintah juga bungkam. Mereka memilih merahasiakan perusahaan yang ingin membuka lahan sawit. Lantas kenapa penjahat dilindungi dengan dalih untuk membuat situasi lebih baik. Padahal karena penjahat itu jutaan orang Indonesia harus sesak napas berbulan-bulan. Bukankah itu sebuah ironi? Yang harusnya dilindungi itu masyarakat atau oknum yang punya kepentingan?
3. Pemimpin yang Semaunya Sendiri dan Membuat Rakyat Malu
Jika beberapa tahun lalu kita kerap mendengar “Mama minta pulsa” maka kali ini jargon itu berubah jadi “Papa minta saham”. Jika anda mengamati berita di TV maka saat ini pemberitaan akan berfokus kepada Kepala DPR kita. Kasus pencatutan nama presiden hingga minta saham Freeport menjadi isu yang sedang hangat diperbincangkan.
Selain itu, peristiwa anggota DPR yang menghadiri kampanye Donald Trump juga dianggap aib bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana mungkin saat masyarakat Indonesia kesusahan mereka justru berfoya-foya di negeri orang. Itu pun tidak mau disalahkan dan tidak mau mendengarkan kritik dari masyarakat. Lantas apa fungsi mereka sesungguhnya? Jika pegawai swasta tidak masalah. Lha, ini wakil rakyat!
4. Kisruh Politik di Awal Pemerintahan
Kisruh politik di Indonesia sudah semakin mengerikan. Anggota DPR yang harus harusnya menjadi wakili rakyat justru menampilkan aslinya. Mereka berusaha memenangkan kepentingan-kepentingannya. Padahal kepentingan itu belum tentu menyejahterakan rakyat. Bahkan lebih banyak mempertebal kantung golongan mereka.
Aksi mereka semua di panggung politik benar-benar menunjukkan jika rakyat hanyalah alat. Mereka akan dibujuk untuk memilih lantas ditinggalkan. Selanjutnya mereka akan melakukan misi yang sejak awal diberikan. Kisruh yang terjadi di Indonesia menunjukkan jika dunia politik di negara ini masih buruk. Bahkan lebih buruk dari era sebelumnya. Miris!
5. Benar dan Salah Semakin Tidak Jelas
Negara Indonesia saat ini benar-benar penuh kepalsuan. Hal-hal yang sudah jelas salah justru dibela dan yang benar justru dianggap salah. Sebut saja kasus yang saat ini membeli Najwa Sihab. Wanita ini membuka kebusukan anggota DPR dalam kasus pencatutan nama presiden. Namun justru Najwa dilaporkan Mahkamah Kehormatan DPR. Padahal masyarakat tahu jika Najwa hanya membantu mereka. Lantas saat ini masyarakat harus membela siapa?
Selanjutnya kita beralih ke KPI. Lembaga ini banyak sekali membuat film kartun yang katanya berkonten negatif dihentikan penayangannya. Namun siaran sinetron dengan konten jauh lebih negatif tidak dihentikan. Bahkan banyak sekali kasus kriminal yang terinspirasi dari tayangan sinetron tersebut. Ada apa dengan KPI? Lantas kepada siapa kita harus percaya agar tayangan di TV semua berkualitas? Hanya Tuhan yang tahu.
Lima hal di atas hanyalah sebagian kecil dari keironian yang ada di Indonesia. Jika anda mengamati sekitar maka hal-hal semacam ini sudah semakin banyak bermunculan. Satu hal saja yang bisa kita harapkan: semoga Indonesia terus bisa bertahan hingga akhir!