Kebahagiaan rumah tangga tentu keinginan semua pasangan. Tidak cuma merasa bahagia di awal pernikahannya, kalau bisa terus bertahan selamanya. Tetapi kehidupan tidak selalu berjalan sesuai keinginan kita, bukan? Cobaan dan badai ujian juga bagian yang lain dari kehidupan. Banyak orang bilang kalau ujian terberat rumah tangga itu terjadi selama 5 tahun pertama saja. Akan tetapi faktanya tidak demikian. Setelah 10 tahun berumah tangga pun, selalu ada masalah yang bisa menghancurkan keharmonisan rumah tangga.
Susan Shapiro Barash, dalam bukunya The Nine Phases Of Marriage: How To Make It, Break It, Keep It, mewawancarai sekitar 200 wanita berusia 21-85 tahun. Dari sana bisa disimpulkan jika ternyata ada 5 titik kritis yang harus dijaga agar pernikahan tetap berbahagia. Ini ilmu penting yang wajib diketahui oleh siapa pun yang menikah.
Ini adalah masa-masa penuh cinta. Penuh gairah dan pujian. Segala sesuatunya dibicarakan dengan penuh kehangatan dan keintiman. Inilah tahap ideal pasangan saling mengingat dan menjaga komitmen di antara mereka. Saat-saat makan bersama, jalan-jalan dan ungkapan penuh rayuan adalah ciri khas tahapan ini. Entah karena rasa cinta atau indahnya hidup yang baru, setiap pasangan bercita-cita menjaga kegairahan agar tetap hidup.
Berapa lama suasana ini bisa bertahan? Sangat bervariasi, bisa hanya setahun, bisa juga 2-3 tahun. Pertanyaan yang muncul biasanya, kenapa ya dia tidak semesra atau seromantis waktu pacaran dulu? Bila gairah tak bisa dipertahankan, sebaiknya mulai menguatkan rasa persahabatan dengan pasangan kita. Bila tidak perkawinan akan terancam bubar lebih dini.
Biasanya sebelum kita menikah, ada kesepahaman yang dibicarakan atau tidak, bahwa suami dan istri akan berbagi tugas dan pekerjaan rumah tangga. Para suami akan menyanjung masakan istrinya dan selalu kangen makan dirumah. Atau istri akan bilang, bakal menyajikan teh hangat tiap suami pulang. Nah, kenyataannya kadang tidak demikian. Dalam waktu 2-3 tahun, biasanya istri mulai merasa seperti pembantu rumah tangga. Semuanya terasa menjengkelkan. Sementara suami merasa cukup lelah bekerja mencari uang. Jadinya istri sering merasa tidak dihargai atas kinerjanya di dalam rumah.
Tahapan ini juga ditandai adanya pertengkaran kecil karena suami suka meletakkan baju kotor sembarangan, atau tidak membantu membuang sampah di dapur. Satu sama lain mulai menilai dan mengkritik tabiat, kebiasaan buruk dan hal-hal unik yang dilakukan pasangan, bahkan setiap hari. Suami terkejut karena ternyata istrinya agak malas memasak. Istri juga mulai tahu bahwa mantan pacarnya ‘agak jorok’. Ini berlangsung terus sampai 5 tahun pertama. Bila kita tak belajar berkomunikasi, pertikaian ini mudah muncul dan mengancam kebahagian rumah tangga.
Inilah saat yang penuh kebahagiaan sekaligus ancaman berkurangnya kemesraaan pasangan. Setelah bayi hadir, seorang wanita cenderung berubah. Ada yang seperti kehilangan minat dan gairah pada suami mereka. Karena mereka merasa sudah mencapai tujuan, yakni memiliki momongan. Kemudian banyak pula wanita yang tanpa sadar melupakan siapa mereka. Bukan hanya menjadi ibu yang bahagia tetapi juga istri yang penuh cinta pada suami.
Bila keintiman keduanya mulai berkurang, maka terjadi jarak emosi di antara mereka. Karena alasan inilah, terkadang pasangan muda tak mau buru-buru punya momongan. Selain mungkin terhambat oleh jenjang karir. Bukankah banyak contoh perceraian terjadi justru setelah hadirnya anak pertama di antara pasangan muda? Hati-hati dan bijaklah menyikapi tahap ini.
Setelah bisa melewati ketiga fase tadi, tantangan pun makin beragam di 10 tahun pernikahan. Banyak suami yang merasa istrinya mulai bawel dan lebih cerewet dari tahun-tahun sebelumnya. Demikian sebaliknya, istri merasa mudah capek dan sering marah-marah. Misalnya karena mulai ada masalah uang atau bagaimana cara membesarkan dan mendidik anak.
Istri ingin anaknya pintar main musik, suami malah mengantarkan les bela diri. Suami suka membelikan es krim, istri lebih suka belanja vitamin dan susu yang mahal buat anak-anak mereka. Belajarlah memahami dan berempati lebih dalam pada impian pasangan. Bila tidak, akan lebih banyak cekcok dan mencari-cari kebahagiaan di luar rumah.
Tahap ini paling menggetarkan karena melewati usia 15 tahun pernikahan, anak-anak mulai besar. Sudah lebih mandiri dan punya banyak teman di luar rumah. Banyak istri mulai kesepian di rumah dan berpikir bisa bekerja lagi. Atau berbisnis dari rumah. Nah, tahukah bahwa tahap ini menyediakan lahan subur untuk berselingkuh. Baik itu selingkuh karena fisik atau cuma selingkuh dalam pikiran.
Bahkan suami atau istri juga bisa beralasan bahwa berselingkuh bisa menjadi solusi kebosanan dan kesepian batin mereka. Biarlah begini daripada bercerai, kasihan nanti anak-anak, begitu alasannya. Bila ini terjadi, tak ada cara lain, mulailah berbagi perhatian dan lebih sayang satu sama lain. Penting sekali menciptakan kembali sensasi deg-deg sernya. Harus diusahakan lagi, cari ide segarnya. Bila tidak, cepat atau lambat, perselingkuhan akan merasuk ke rumah dan ponsel, mendorong alasan kuat untuk berpisah.
Nah, demikianlah tantangan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Bila kita tidak menyadarinya, bahtera kebahagiaan itu bisa kandas di mana saja dan kapan saja. Ada pernikahan yang hanya seumur jagung, ada juga yang karam setelah berpuluh tahun kemudian. Semoga kita bisa belajar dari kehidupan ini dan berbahagia bersama keluarga hingga nama terukir di batu nisan.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…